Survei: Mahasiswa Masih Toleran, Tapi 30 Persen Intoleran

Survei menyebut mayoritas mahasiswa masih toleran

Dede Lukman Hakim/Republika
Survei menyebut mayoritas mahasiswa masih toleran. Ilustrasi mahasiswa
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta meluncurkan hasil survei nasional bertema 'Kebhinekaan di Menara Gading: Toleransi Beragama di Perguruan Tinggi' secara virtual pada Senin (1/3). 

Baca Juga

Berdasarkan hasil survei dari 98 perguruan tinggi itu terungkap bahwa sikap dan perilaku toleransi beragama mahasiswa tinggi.  

Koordinator Survei Nasional Kebhinekaan di Menara Gading: Toleransi Beragama di Perguruan Tinggi, Yunita Faela Nisa, menyampaikan gambaran sikap dan perilaku toleransi beragama mahasiswa dari hasil survei. 

Ada empat kategori sikap dan perilaku toleransi beragama mahasiswa. Di antaranya sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi.  

"Untuk (mahasiswa) yang sikap toleransi beragamanya sangat rendah 5,27 persen, dan yang rendah 24,89 persen, dan (mahasiswa) yang sikap toleransi beragamanya tinggi 49,83 persen dan sangat tinggi 20 persen," kata Yunita saat meluncurkan hasil survei nasional sikap dan perilaku toleransi beragama di perguruan tinggi secara virtual, Senin (1/3).

Dia menerangkan, dapat dilihat bahwa sikap toleransi mahasiswa, mayoritasnya tinggi dan sangat tinggi. Namun ada sekitar 30 persen mahasiswa yang memiliki sikap toleransi sangat rendah dan rendah, ini yang perlu diperhatikan.

Menurutnya, untuk mahasiswa yang sudah tinggi sikap dan perilaku toleransi beragamanya bisa untuk menggawangi program yang bisa menyemaikan toleransi di kampus.

Berdasarkan hasil survei yang sama, Yunita menjelaskan, perilaku toleransi beragama mahasiswa sebanyak 1,4 persen sangat rendah dan 10,8 persen rendah. Sebanyak 17,89 persen mahasiswa perilaku toleransi beragamanya tinggi, dan 70,89 persen sangat tinggi.

 

Survei nasional ini mengambil sampel sebanyak 57,89 perempuan dan 42,9 persen laki-laki dari 98 perguruan tinggi. Mahasiswa yang disurvei 79,97 persen beragama Islam, 10,85 persen Protestan, 6,04 persen Katolik, 2,30 persen Hindu, 0,77 persen Buddha, 0,30 persen Konghucu, dan 0,30 persen aliran kepercayaan.

Yunita mengatakan, survei dilakukan terhadap perguruan tinggi negeri (PTN) 31,44 persen, perguruan tinggi swasta (PTS) 52,83 persen, perguruan tinggi agama negeri (PTAN) 4,82 persen, perguruan tinggi agama swasta (PTAS) 7,47 persen, dan perguruan tinggi kedinasan (PTK) 3,45 persen. Survei ini dilakukan mulai 1 November sampai 27 Desember 2020 terhadap 100 perguruan tinggi walau hasilnya mendapatkan 98 perguruan tinggi karena ada dua perguruan tinggi yang menolak. 

"Setiap perguruan tinggi kita ambil 10 pengajar sebagai representasi iklim kampus di perguruan tinggi tersebut, kita lihat pendapat dosennya, dan untuk mahasiswa ambil (sampel) 35 mahasiswa di tiap perguruan tinggi, yang diambil dari dua program studi secara random," jelasnya.

Dia menjelaskan, latar belakang survei ini dilakukan karena toleransi beragama masih menjadi persoalan di Indonesia. Negeri ini sebagai bangsa yang majemuk masih menghadapi tantangan dalam menyikapi keberagaman. Terbukti masih ada kasus-kasus yang terkait dengan intoleransi di Indonesia, baik di level pendidikan menengah maupun di universitas.  

Bahkan dalam konteks masyarakat, konflik sosial juga masih terjadi dan kekerasan atas nama perbedaan juga masih sering didengar. Beberapa survei menunjukkan relatif tingginya sikap intoleran di masyarakat. 

"Padahal kita tahu di kampus sebagai salah satu insan civitas akademik kampus diharapkan menjadi penyemai nilai toleransi karena ia harus bisa memiliki peran yang penting dalam menyikapi perbedaan, namun sayangnya kampus tidak terlepas dari benih-benih intoleransi," jelas Yunita. 

Menurutnya, beberapa kegiatan justru memicu intoleransi terjadi di perguruan tinggi dan dapat menghasilkan benih-benih intoleransi yang akan membahayakan bangsa dan persatuan Indonesia. 

 

Sedangkan di undang-undang pendidikan jelas sekali bahwa pendidikan harus memiliki prinsip untuk diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, dan nilai kultural serta kemajemukan.  

 
Berita Terpopuler