Aung San Suu Kyi Dijerat Dua Dakwaan Tambahan

Suu Kyi didakwa ganggu ketenangan publik dan terkait telekomunikasi.

EPA-EFE/LYNN BO BO
Aung San Suu Kyi Dijerat Dua Dakwaan Tambahan. Demonstran memegang plakat dan spanduk yang menyerukan pembebasan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi yang ditahan, ketika mereka memblokir jalan selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Rabu (17/2).
Rep: Puti Almas Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, NAYPYITAW -- Pengadilan Myanmar mengajukan dua gugatan tambahan terhadap pemimpin de facto sekaligus penasihat negara Aung San Suu Kyi, Senin (1/2). Sejak ditangkap dan ditahan oleh militer pada 1 Februari lalu, untuk pertama kalinya ia muncul dalam sidang yang digelar secara virtual. 

Baca Juga

Suu Kyi tampak sehat dalam sidang tersebut. Dalam kesempatan ini, ia meminta bertemu dengan tim kuasa hukumnya untuk berdiskusi terlebih dahulu. 

Pada awalnya, Suu Kyi dituduh mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal. Selain itu, ia dijerat atas pelanggaran undang-undang bencana alam, serta menyalahi protokol kesehatan yang diberlakukan selama pandemi virus corona jenis baru (Covid-19). 

Dalam dakwaan terbaru, Suu Kyi dituduh melanggar hukum yang  melarang publikasi informasi dengan dampak menyebabkan kekhawatiran atau mengganggu ketenangan publik. Tuduhan lain ditambahkan di bawah undang-undang telekomunikasi. 

Sidang kedua terhadap Suu Kyi dijadwalkan untuk digelar pada 15 Maret mendatang. Sejak kudeta militer terjadi pada 1 Maret lalu, Suu Kyi serta sejumlah pemimpin pemerintahan sipil Myanmar telah ditangkap dan datahan. 

Aksi unjuk rasa yang menuntut kudeta militer diakhiri serta pembebasan terhadap pemimpin pemerintahan sipil juga terus berlangsung sejak 1 Februari lalu. Bentrokan dan tindakan keras pihak berwenang terhadap para demonstran telah menjadi sorotan internasional, dengan kekacauan dan stabilitas negara Asia Tenggara itu telah terganggu. 

 

Demonstrasi juga telah berlangsung selama sedang Suu Kyi digelar. Di Yangon, polisi dilaporkan menggunakan granat kejut dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa. 

Tidak ada laporan langsung tentang korban pada Senin (1/3). Namun, pada Ahad (28/2), polisi telah menembak kerumunan massa  sejumlah lokasi unjuk rasa di Myanmar dan secara keseluruhan ada  18 orang dilaporkan tewas. 

"Kami harus melanjutkan protes apapun yang terjadi. Ini lingkungan saya. Lingkungan yang indah, tetapi sekarang kami mendengar suara tembakan dan kami tidak merasa aman di rumah,”  ujar seorang warga bernama Thar Nge melalui telepon setelah polisi menembakkan gas air mata memaksanya untuk meninggalkan barikade di lokasi unjuk rasa di Yangon.

Sebelumnya, polisi dengan meriam air dan kendaraan militer dimobilisasi ke titik-titik protes di Yangon saat kerumunan berkumpul. Demonstran terlihat berbaris meneriakkan seruan untuk mendukung demokrasi sambil memegang foto Suu Kyi. 

Dalam sebuah unggahan pada Ahad (28/2), surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah negara itu memperingatkan tindakan keras akan diambil terhadap massa anarkis yang tidak dapat diabaikan oleh militer. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan di hari yang sama sedikitnya 270 orang ditahan, dari total 1.132 yang dikatakan telah ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman sejak kudeta terjadi awal bulan lalu.

Sementara beberapa negara Barat telah memberlakukan sanksi terbatas, para jenderal Myanmar mengabaikan tekanan diplomatik dengan dukungan dari China dan Rusia. Junta Militer berjanji akan mengadakan pemilihan baru, namun hingga saat ini belum menetapkan tanggal.

 
Berita Terpopuler