NEWSTORY: Kekacauan Bayangi Pemilu 2024

Secara teknis pemilu dan pilkada serentak secara berbarengan di 2024 sulit dijalankan

Republika/Prayogi
Petugas KPPS melakukan penghitungan suara pemilu 2019 di TPS 001 kelurahan Kebon Baru, Jakarta, Rabu (17/4).
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hingga saat ini, partai-partai pendukung pemerintah di DPR  masih kekeuh untuk tidak melakukan revisi UU Pemilu. Terlepas dari sekian banyak spekulasi yang muncul atas sikap ini, yang pasti dengan tidak merevisi UU Pemilu dan Pilkada maka akan muncul sejumlah masalah yang mengancam demokrasi.

Dalam Repulika Newstory bertema: ‘Kekacauan Bayangi Pemilu 2024’, redaktur senior Republika Harun Husein, yang menjadi nara sumber diskusi, mengingatkan akan bahaya pemilu nasional dan pilkada  yang dilakukan berbarengan pada 2024.

“Yang terjadi mungkin kekacauan, karena pemilu akan sulit dimanajemen. Penyelenggara akan over load dan sulit melaksanakan,” kata Harun.

Pemilu 2019 lalu saja, sudah sangat rumit dan memakan korban hampir 900 petugas KPPS meninggal dunia karena kelelahan. Belum lagi angka yang sakit.

Tanpa revisi, secara teknis Pemilu 2024 akan sangat sulit dilakukan. Jika Pilkada Serentak dan Pemilu Nasional dilaksanakan di tahun yang sama 2024, maka diperkirakan akan membutuhkan tidak kurang dari 8 juta panitia pelaksana. Belum lagi kalau panitia pelaksana Pilkada Serentak dan Pemilu Nasional dipisah.

Persoalan yang juga muncul adalah hampir setengah kepala daerah dijabat oleh seorang pelaksana tugas (plt). Tentu saja Plt tidak memiliki kewenangan seperti kepala daerah.

Banyak hal yang terungkap terkait dengan persoalan yang akan muncul di Pemilu 2024 dari diskusi ini. Untuk selengkapnya silakan simak video lengkap Newstory bertema: ‘Kekacauan Bayangi Pemilu 2024’ di bawah ini:

 

 

 

 
Berita Terpopuler