Mengapa Anggaran Santunan Kematian Korban Covid-19 Dihapus?

Pemerintah tak lagi menganggarkan dana santunan ahli waris korban meninggal Covid-19.

ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Pihak keluarga korban mengumandangkan azan setelah penguburan jenazah korban Covid-19 di TPU Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa, (2/2). Pemerintah tidak menganggarkan lagi santunan untuk ahli waris korban meninggal akibat Covid-19. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rr Laeny Sulistyawati, Febrianto Adi Saputro

Pemerintah lewat Kementerian Sosial (Kemensos) telah menyatakan bahwa tidak tersedia alokasi anggaran santunan korban meninggal dunia akibat Covid-19 bagi ahli waris pada tahun anggaran 2021. Kemensos tidak dapat menindaklanjuti rekomendasi usulan daerah.

"Terkait dengan rekomendasi dan usulan yang disampaikan oleh dinas sosial provinsi/kabupaten/kota sebelumnya tidak dapat ditindaklanjuti," kata Sunarto dalam surat edaran kepada kepala dinas sosial provinsi seluruh Indonesia tertanggal 18 Februari 2021 yang media terima di Jakarta, Senin (22/4) lalu.

Dalam surat tersebut, Sunarti menyebut Surat Edaran Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Nomor:427/3.2/BS.01.02/06/2020 tanggal 18 Juni 2020. Surat edaran ini menyatakan, tidak ada anggaran santunan korban meninggal dunia akibat Covid-19 pada Kementerian Sosial.

Oleh karena itu, Sunarti meminta kepada kepala dinas sosial provinsi untuk dapat menyampaikan hal tersebut kepada kepala dinas sosial kabupaten/kota di wilayahnya masing-masing. "Selanjutnya, untuk tidak memberikan rekomendasi dan/atau usulan lagi pada Kementerian Sosial," katanya.

Sebelumnya, Surat Edaran Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Nomor:427/3.2/BS.01.02/06/2020 tanggal 18 Juni 2020 yang ditandatangani Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Adi Wahyono menyebutkan tentang santunan Rp 15 juta bagi ahli waris yang anggota keluarganya meninggal akibat infeksi Covid-19. Surat edaran tersebut merujuk keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang penetapan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia serta menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Sosial Nomor 01 Tahun 2020 tentang Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Kementerian Sosial.

In Picture: Bansos Tunai Pemprov DKI Jakarta

Warga menunjukkan rekening tabungan Bantuan Sosial Tunai di SMPN 41, Jakarta, Rabu (3/2). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui DInas Sosial kembali menyalurkan Bantuan Sosial Tunai sebesar Rp300 ribu pada bulan Februari ini dengan jumlah penerima sebanyak 1.055.216 yang berlangsung hingga bulan April 2021 mendatang. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

 

 

 

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 angkat bicara mengenai masalah tidak ada santunan untuk korban meninggal akibat Covid-19. Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyatakan, pemerintah hati-hati saat menganggarkan seluruh program.

Baca Juga

"Pemerintah pastinya menganggarkan segala program nasional dengan teliti dan sesuai tingkat prioritas yang ada," kata Wiku, saat dihubungi Republika, Selasa (23/2).

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Nabil Haroen menilai, keputusan pemerintah meniadakan santunan bagi korban meninggal Covid-19 dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran APBN saat ini.

"Terkait tidak adanya alokasi anggaran untuk ahli waris korban Covid-19 pada tahun 2021 ini, mempertimbangkan pos anggaran APBN yang ada," kata Nabil kepada Republika, Rabu (24/2).

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama tersebut turut bersedih atas meninggalnya korban Covid-19. Akan tetapi, dirinya mengajak semua pihak untuk sama-sama bangkit menghadapi pandemi Covid-19.

"Untuk itu, dibutuhkan strategi anggaran yang komperehensif dan tepat sasaran, agar semua pihak bisa bangkit dan melawan pandemi," ujarnya.

Ia menjelaskan, ada beberapa sektor yang lebih membutuhkan suntikan anggaran dana dari pemerintah. Di antaranya sektor tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, UMKM, serta dukungan inovasi dan riset.

"Maka, pemerintah memang harus fokus pada sektor-sektor yang berdampak pada banyak pihak, yang dapat secara langsung membantu penanganan pandemi," ucap politikus PDI Perjuangan itu.

Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritisi penghapusan santunan bagi korban meninggal akibat Covid-19 oleh Kemensos sebagaimana tertuang dalam surat edaran Kemensos No.150/3/2/BS.01.02/02/2021. Hidayat mendesak Kemensos mencabut surat edaran tersebut.

Hidayat menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan sila kelima Pancasila yang berbunyi, "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab". Selain itu, surat edaran tersebut juga dinilai tak sesuai dengan keputusan bersama Kementerian Sosial dengan Komisi VIII DPR-RI yang sejak tahun 2020 yang telah bersepakat membuat anggaran untuk korban yang meninggal akibat Covid-19 agar bisa menyantuni keluarga korban.

Hidayat menambahkan, penghapusan santunan itu juga tak sesuai dengan pasal 69 Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mewajibkan Pemerintah menyediakan bantuan santunan duka cita pada saat tanggap darurat bencana. “Selain tak sesuai kesepakatan di DPR dan UU 24/2007, pembatalan dana santunan sosial ini juga tidak menampilkan sikap kenegarawanan dengan empati kepada rakyat yang terkena musibah bencana," kata Hidayat saat dikonfirmasi Republika, Selasa (23/2).

Padahal, menurut Hidayat, anggaran yang diperlukan tidak terlalu besar. Dalam setahun pandemi hanya dibutuhkan sekitar Rp 518 Miliar untuk santunan korban Covid-19 atau hanya sebesar 0,07 persen dari total anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional tahun 2021 yang jumlahnya naik jadi Rp 688,23 triliun.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mengingatkan, sejak peluncuran program perlindungan sosial oleh Presiden pada 4 Januari 2021, dirinya telah mengkritik adanya pengurangan anggaran perlindungan sosial di Kemensos. Selain itu dirinya juga mendorong agar anggaran tersebut setidaknya sama atau bahkan lebih tinggi dari anggaran tahun sebelumnya, karena adanya fakta semakin bertambahnya korban meninggal dan pasien terpapar Covid-19 pada tahun 2021.

Wakil Ketua MPR itu menambahkan, pada 2020, anggaran perlindungan sosial Kemensos mencapai Rp 128,9 triliun, namun untuk 2021 malah dipangkas menjadi Rp 110 triliun. Hidayat menilai pemerintah telah salah fokus melaksanakan kewajiban terhadap rakyat Indonesia yang harusnya dilindungi apalagi saat darurat bencana nasional seperti Covid-19.

"Bandingkan dengan misalnya besarnya dana talangan pemerintah untuk kerugian BUMN akibat korupsi seperti Jiwasraya hingga Rp 20 triliun, namun di saat yang sama malah mengurangi bantuan sosial sebesar Rp 18,9 Triliun, dan menghapus santunan korban Covid-19 pula. Padahal, dengan jumlah korban meninggal akibat Covid-19 saat ini sebanyak 34.489, hanya dibutuhkan keberpihakan anggaran negara sebesar Rp 517,335 Miliar untuk santunan Rp 15 juta per orang, sebagaimana sebelumnya diberlakukan dan dinyatakan sendiri oleh pemerintah," terangnya.

Dirinya tidak yakin kalau persoalannya adalah ketiadaan anggaran, karena seharusnya sejak awal Kemensos bisa mengusahakannya dalam APBN atau dari anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang pada tahun 2021 naik menjadi Rp 688,3 Triliun. Apalagi, realisasi anggaran tersebut pada tahun 2020 hanya 83,4 persen.

“Saat reses ini, saya menerima banyak aduan dari konstituen dan masyarakat yang keberatan dan menolak penghapusan santunan bagi warga yang meninggal akibat covid-19 itu. Mestinya rakyat dibuat tenteram agar makin kuat imunitas tubuhnya, agar sehat tak terkena covid-19. Jangan malah dibuat resah dan takut dengan aturan yang dibuat sendiri oleh Pemerintah tapi tidak dilaksanakan oleh Kemensos,"

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah untuk terus mengupayakan memberikan santunan kepada masyarakat yang anggota keluarganya meninggal akibat Covid-19.

"Kalau disebut alokasi anggarannya tidak ada, ya pertanyaannya, mestinya kan bisa dialokasikan gimana supaya ada, karena yang tahun lalu pun sebenarnya nggak ada alokasinya tuh, tapi kan dialokasikan makanya ada," kata Saleh saat dihubungi Republika, Selasa (23/2).

Selain itu, dirinya juga meminta pemerintah untuk memikirkan bagaimana menjelaskan kepada masyarakat soal alokasi anggaran santunan tersebut. Sebab selama ini anggaran santunan sudah ada, sejumlah masyarakat juga sudah diberikan sebagian. Belum lagi mereka yang sudah didata namun belum diberikan.

"Ini kan harus ada penjelasan yang utuh dari pemerintah," ujarnya.

Saleh menambahkan, pemerintah juga harus bisa menjelaskan secara rasional kepada masyarakat alasan dihapusnya alokasi anggaran santunan tersebut, khususnya kepada masyarakat yang belum kebagian, sehingga tidak merasa ditinggalkan oleh pemerintah. Ketua Fraksi PAN tersebut mengatakan, jangan sampai nanti publik merasa ada perlakuan yang tidak adil terhadap mereka.

"Mungkin orang bertanya kenapa kemarin itu dapat kami enggak. Kan rasa-rasanya tidak adil, yang lalu dapat yang sekarang enggak dapat. Itu kan tentu harus dipikirkan bagaimana untuk menjawab itu," ungkapnya.

 

Kasus Covid-19 menurun akibat testing anjlok - (Republika)

 
Berita Terpopuler