Inggris: PBB Harus Diberi Akses ke Xinjiang

Ada dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

Anadolu agancy
Inggris: PBB Harus Diberi Akses ke Xinjiang. Protes warga London terhadap perlakuan pemerintah China pada komunitas Uighur di Xinjiang.
Rep: Kamran Dikarma Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan PBB harus diberi akses untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, China. Hal itu termasuk praktik kerja paksa dan sterilisasi terhadap wanita etnis Uighur. 

Baca Juga

“Komisioner Tinggi HAM PBB, atau ahli pencari fakta independen lainnya, harus, saya ulangi harus, diberikan akses yang mendesak dan tidak terkekang ke Xinjiang,” kata Raab dalam sebuah pernyataan yang dirilis kantornya, Ahad (21/2). 

Hal itu bakal dia sampaikan dalam pertemuan Dewan HAM PBB pada Senin (22/2). Selain isu Xinjiang, Raab pun bakal membahas krisis di Myanmar dan perlakuan tak etis Rusia terhadap kritikus serta tokoh oposisi di negara tersebut, Alexei Navalny.

Pada Oktober tahun lalu, 39 negara anggota PBB menuntut China membuka akses bagi pengamat independen untuk mengunjungi Provinsi Xinjiang. Hal itu guna menyingkap kebenaran tentang dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di daerah tersebut. Inggris, Amerika Serikat (AS), Swiss, Kanada, Jepang, dan Norwegia adalah beberapa negara yang tergabung dalam 39 negara tersebut.

 

Pada 2018, panel HAM PBB mengatakan mereka telah menerima laporan yang dapat dipercaya bahwa setidaknya 1 juta orang Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan di Xinjiang. Beberapa organisasi HAM turut meyakini adanya tindakan represif dan sewenang-wenang terhadap Muslim Uighur.

China secara konsisten membantah laporan dan tudingan tersebut. Ia tak menyangkal keberadaan kamp-kamp di Xinjiang. Namun Beijing mengklaim mereka bukan kamp penahanan, tapi pusat pendidikan vokasi.

Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.

Warga etnis minoritas muslim Uighur, Shirali Mamtmin (kanan) menyampaikan testimoni tentang pekerjaannya di sebuah pabrik garmen di Kabupaten Yili, Daerah Otonomi Xinjiang, China, di Beijing, China, Senin (21/12/2020). Shirali bersama para pekerja, tokoh agama etnis Uighur dan pejabat pemerintah daerah setempat didatangkan ke Beijing untuk memberikan pernyataan pers mengenai situasi terkini Xinjiang. - (ANTARA/M. Irfan Ilmie)

 
Berita Terpopuler