Pandemi Covid-19 Kesempatan Menyeting Ulang Ekonomi Nasional

Menyeting ulang ekonomi nasional yang lebih hijau, lebih pintar dan lebih adil.

Republika/Prayogi
Pandemi Covid-19 disebut sebagai kesempatan menyeting ulang ekonomi nasional
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Jimmy Gani, Founder & Chairman Proven Force Indonesia dan JG Group, Ketua Umum Alumni AS (Alumnas)

Hampir setahun yang lalu, tepatnya pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama positif warga negara Indonesia (WNI) yang terjangkit Covid-19. Hal ini cukup mengejutkan karena selama beberapa pekan sebelumnya, berbagai tokoh bangsa, termasuk para pejabat negara, menjadikan Covid-19 ini sebagai bahan pembicaraan yang cenderung menunjukkan ketidakseriusan terhadap penanganan pencegahan terhadap virus yang sudah mulai tersebar ke seluruh penjuru dunia.

Bahkan dalam kesempatan pembicaraan ringan, ada kata-kata kelakar yang menyatakan “virus corona tidak bisa masuk karena perizinan di Indonesia berbelit-belit”. Hal ini cenderung memperlihatkan kerentanan pengambil kebijakan terhadap perlunya penanganan secara cepat dan tepat.

Baru setelah pengumuman Presiden Jokowi pada 2 Maret 2020 tersebut, pemerintah mulai terlihat “sibuk” dalam upaya memadamkan penyebaran lebih lanjut virus ini. Bukan saja di sektor kesehatan, tetapi juga di sektor-sektor lain seperti ekonomi. The damage has been done.

Keterlambatan respon dan lambatnya pengambilan tindakan ini menyebabkan bukan saja krisis kesehatan, tetapi juga krisis ekonomi yang meluas. Sontak dalam waktu singkat setelah kasus pertama Covid-19 di Indonesia, IHSG terjun bebas dari level 6.300 ke level di bawah 5.000 karena kepanikan investor.

Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga menyebabkan mobilitas ekonomi terbatasi, yang tentunya mempengaruhi keberlangsungan usaha mulai dari UMKM hingga perusahaan-perusahaan besar. Jadi ekonomi digempur dari berbagai arah, mulai dari turunnya permintaan barang dan jasa, kepercayaan, serta daya beli masyarakat, ditambah lagi dengan ketidakpastian terhadap kapan berakhirnya multi krisis ini.

Alhasil, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar minus 2.07 (kontraksi) selama tahun 2020. Walaupun dengan susah payah menerapkan berbagai kebijakan dan regulasi dalam upaya ini, akhirnya kasus terkonfirmasi positif Covid-19 telah mencapai lebih dari 1 juta orang, dengan jumlah kematian lebih dari 30.000 orang, sebelum genapnya satu tahun pengumuman kasus perdana tersebut.

Beberapa pekan terakhir seiring perombakan (reshuffle) kabinet, memang ada pergesaran terhadap kebijakan ekonomi dan kesehatan publik menuju kebaikan. Apalagi reshuffle terjadi antara lain untuk mengisi posisi yang ditinggalkan dua menteri yang terkait kasus korupsi. Hal ini tentu diharapkan hal ini dapat mempercepat pemulihan ekonomi agar dampak negatif terhadap masyarakat tidak terlalu dalam lagi.

Menyambut tahun baru 2021 berbagai lembaga pengembangan internasional seperti World

Bank, Asian Development Bank, maupun IMF, memang memberikan sinyal positif terhadap

pemulihan ekonomi Indonesia hingga memproyeksikan tingkat pertumbuhan antara 4-5 persen. Berbagai kebijakan yang diterapkan dalam program pemulihan ekonomi nasional, ditambah dengan diterbitkannya undang-undang cipta kerja, diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi sekaligus juga membawanya pada level yang lebih baik dari pencapaian sebelum terjadinya Covid-19.

Pada Juni 2020, World Economic Forum (WEF) menyelenggarakan pertemuan

tahunannya yang dinamakan sebagai “The Great Reset”, atau seting ulang. Covid-19 ini

justru dianggap sebagai kesempatan untuk dapat membangun kembali masyarakat dan

ekonomi dengan cara yang lebih berkelanjutan seiring dengan pandemi Covid-19. CEO WEF Klaus Schwab menjelaskan tiga komponen inti dari “The Great Reset” tersebut.

Yang pertama adalah untuk menciptakan kondisi "stakeholder economy" atau ekonomi

pemangku kepentingan. Kedua adalah membangun dengan cara "resilient, equitable, and

sustainable" berdasarkan pada metriks environmental, social, and governance (ESG) yang

akan menuju kepada pelaksanaan lebih banyak proyek infrastruktur yang hijau. Komponen

ketiga adalah menyambut inovasi dari Revolusi Industri 4.0 untuk kepentingan publik.

Selain itu, Kristalina Georgieva, Direktur International Monetary Fund (IMF) menyampaikan tiga aspek kunci dari respon berkelanjutan, yakni pertumbuhan yang hijau, lebih pintar dan lebih adil (green growth, smarter growth, and fairer growth). Momentum pemulihan ekonomi nasional seiring dengan membaiknya kondisi kesehatan dan ekonomi ini hendaknya dapat digunakan dalam rangka juga seting ulang ekonomi nasional yang lebih hijau, lebih pintar dan lebih adil. Hal ini tentunya menuntut semua pemangku kepentingan untuk lebih jeli lagi dalam menyesuaikan model bisnis nya dengan mengadopsi teknologi digital menuju kepada inklusivitas, keadilan dan keberlanjutan.

Semoga Covid-19 ini bukan saja memberi pembelajaran yang berarti dalam pengambilan kebijakan menangani krisis multidimensi, tetapi juga menyatukan semua elemen masyarakat dalam bersatu untuk kemajuan bangsa Indonesia.

 
Berita Terpopuler