Kementerian PPPA Ingatkan Dampak Negatif Nikah Muda

22 provinsi memiliki angka perkawinan anak di atas rata-rata angka nasional.

Republika/Binti sholikah
Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bidang Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin (paling kanan), dan Kepala Bapermas Kota Solo Widi Srihanto (tengah) melakukan konferensi pers Rakor Percepatan Kota Layak Anak 128 Kabupaten/Kota di Hotel Alila, Solo, Senin (15/10).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Lenny N Rosalin memantau, perkawinan anak tetap menjadi permasalahan serius di Indonesia di masa pandemi Covid-19. Apalagi, muncul ajakan perempuan menikah di usia 12-21 tahun oleh Aisha Weddings baru-baru ini.

Lenny menyampaikan, perkawinan anak memiliki berbagai dampak negatif yang merugikan anak, keluarga dan negara. Di antaranya, meningkatnya angka anak putus sekolah akibat menikah, tingginya angka stunting, angka kematian bayi, angka kematian ibu, meningkatnya pekerja anak.

"Dampak negatif dari perkawinan anak inilah yang perlu terus-menerus kita sampaikan kepada masyarakat, baik kepada keluarga, anak, maupun semua pihak terkait," kata Lenny pada wartawan, Kamis (18/2).

 

 

 

Ilustrasi Pernikahan Dini - (Pixabay)

Lenny juga mengingatkan, dampak perkawinan anak lainnya seperti tingginya KDRT, kekerasan terhadap anak, terganggunya kesehatan mental anak dan ibu, munculnya pola asuh yang salah pada anak. Bahkan ,tak menutup kemungkinan identitas anak tidak tercatat karena urung memiliki akta kelahiran.

"Dikhawatirkan memunculkan risiko terburuk yaitu terjadinya perdagangan orang," sebut Lenny.

Lenny mengakui, perkawinan anak merupakan masalah kritis karena tingginya angka perkawinan anak. Pada 2019, ada 22 provinsi yang memiliki angka perkawinan anak di atas rata-rata angka nasional yaitu 10,82 persen. Dari 2019 hingga 2020, telah terjadi penurunan angka perkawinan anak sebanyak 0,6 persen. Adapun targetnya menurun hingga 8,74 persen pada 2024. 

Kementerian PPPA sudah memasukan isu perkawinan anak sebagai indikator ke 7 dari 24 indikator Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA). Kementerian PPPA juga telah melakukan sosialisasi webinar berseri, sosialisasi secara gencar melalui media sosial, mobilisasi melibatkan K/L, Lembaga Masyarakat, dan unsur lainnya.

"Kami juga sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah untuk Dispensasi Kawin terkait mekanisme pengajuan dispensasi kawin terintegrasi yang dibuat sebagai pedoman bagi masyarakat," ucap Lenny.

 
Berita Terpopuler