Polisi Myanmar Dakwa Suu Kyi dengan Pasal Baru

Suu Kyi kini didakwa melanggar Pasal 25 Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam.

LYNN BO BO/EPA
Demonstran memegang sebuah poster menuntut pembebasan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Kepolisian Myanmar mengajukan dakwaan baru terhadap pemimpin de facto negara tersebut Aung San Suu Kyi. Hal itu memungkinkan dia ditahan tanpa batas waktu tanpa pengadilan.

Pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zhaw, pada Selasa (16/2) mengatakan, setelah bertemu hakim di pengadilan ibu kota Naypyitaw, kliennya didakwa melanggar Pasal 25 Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam. Pasal tersebut telah digunakan untuk menuntut para pelanggar pembatasan virus korona.

Hukuman maksimal untuk pelanggaran pembatasan Covid-19 adalah tiga tahun penjara. Namun dakwaan baru memungkinkan Suu Kyi ditahan tanpa batas waktu yang ditentukan tanpa persidangan.

Hal itu karena perubahan KUHP yang diberlakukan junta militer Myanmar pekan lalu. Perubahan memungkinkan penahanan tanpa izin pengadilan. Sebelumnya Suu Kyi telah didakwa atas kepemilikan walkie-talkie ilegal.

Sementara itu demonstrasi menuntut pembebasan Suu Kyi masih terus berlangsung di beberapa kota di Myanmar. Di Yangon, polisi memblokir jalan di depan Bank Sentral, yang menjadi sasaran pengunjuk rasa. Telah beredar rumor di jejaring media sosial bahwa militer berusaha menyita uang mereka.

Kalangan biksu turut turun ke jalan menyerukan pembebasan Suu Kyi. Mereka menggelar aksinya di luar kantor perwakilan PBB di Myanmar. Sekitar 3.000 demonstran, kebanyakan pelajar, kembali ke jalan-jalan di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. Sambil membawa poster Suu Kyi, mereka meneriakkan kembalinya demokrasi.

Pada Senin (15/2) lalu, Mandalay sempat dibekap ketegangan. Aparat keamanan secara kasar dan brutal membubarkan lebih dari seribu pengunjuk rasa yang berkumpul di depan Bank Ekonomi Myanmar. Aparat menyerang warga dengan tongkat. Media melaporkan peluru karet pun ditembakkan ke kerumunan massa dan melukai beberapa orang.

Pemblokiran akses internet diberlakukan pada Senin malam. Namun militer tak menjelaskan mengapa hal itu dilakukan. Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).

Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

Militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat yang bakal berlangsung selama satu tahun. Sepanjang periode itu, militer akan mengontrol jalannya pemerintahan. Pemilu bakal digelar kembali setelah keadaan darurat usai.

 
Berita Terpopuler