Menlu RI: Keselamatan Rakyat Myanmar Harus Jadi Prioritas

Menlu RI dan Menlu Hungaria bertukar pikiran soal perkembangan Myanmar

Republika/Fergi Nadira
Konferensi pers virtual usai pertemuan bilateral antara Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dan Menlu dan Menteri Perdagangan Hungaria Peter Szijjarto, Selasa (16/2)
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi turut membahas isu Myanmar dalam pertemuannya dengan Menlu Hungaria Peter Szijjarto di Jakarta, Selasa (16/2). Kudeta Myanmar 1 Februari menjadi perhatian dunia bagi negara yang tengah berjuang berubah menjadi negara demokrasi.

Baca Juga

Menlu Retno dengan Menlu Peter bertukar pikiran mengenai perkembangan terkini di Myanmar. "Saya menyampaikan bahwa bagi Indonesia, keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar harus menjadi prioritas utama," ujar Menlu Retno dalam pernyataan pers bersama yang dilakukan secara virtual, Selasa (16/2).

Menurut Retno, upaya untuk mengamankan berlanjutnya transisi inklusif menuju demokrasi di Myanmar juga perlu dikedepankan. Oleh karena itu, mekanisme kawasan harus dapat bekerja lebih baik untuk secara konstruktif membantu penyelesaian isu yang sulit ini.

"Dari sejak awal Indonesia secara konsisten terus menyampaikan kesediaan untuk berkontribusi," ujarnya.

Dalam pembicaraan kedua menlu, Menlu Retno turut menyampaikan kepada Menlu Peter soal intensitas komunikasi yang selama ini dilakukan Indonesia. Hal itu antara lain dengan para Menlu ASEAN, India, Australia, Jepang, Inggris, dan utusan khusus Sekjen PBB mengenai isu Myanmar.

 

Selain itu, Retno berencana melakukan komunikasi dengan menlu Amerika Serikat dan menlu Cina untuk membahas isu yang sama. Militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintah sipil dan menangkap penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, politikus dari partai pemenang pemilu yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta sejumlah aktivis pro demokrasi dan HAM Myanmar.

Militer kemudian memberlakukan status darurat selama satu tahun yang menempatkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif di Myanmar berada di bawah kendali pimpinan tertinggi, Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing. Dua hari setelah kudeta, kepolisian Myanmar resmi menangkap Suu Kyi atas tuduhan impor alat komunikasi ilegal. Sementara Presiden Myint ditangkap karena dianggap melanggar Undang-Undang Tata Kelola Bencana.

Tindakan militer mendorong warga Myanmar turun ke jalan-jalan dan melakukan unjuk rasa damai. Ribuan warga, mulai dari kelompok buruh, pegawai negeri sipil, tenaga kesehatan, mahasiswa, dan aktivis muda menggelar aksi damai menentang kudeta militer serta menuntut otoritas setempat mengembalikan kekuasaan ke pemerintah yang terpilih secara demokratis.

 
Berita Terpopuler