AS: Aneksasi Tanah Palestina Hambat Solusi Dua Negara

AS menekankan status Yerusalem akan ditetapkan dalam negosiasi

Bendera Israel-Palestina
Rep: Kamran Dikarma Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyebut pencaplokan tanah dan kegiatan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki dapat memperburuk ketegangan. Hal itu pun berpotensi menghambat proses solusi dua negara Israel-Palestina.

Baca Juga

"Kami percaya sangat penting untuk menahan diri dari langkah sepihak yang memperburuk ketegangan dan merusak upaya untuk memajukan negosiasi tentang solusi dua negara, termasuk aneksasi tanah, kegiatan pemukiman, dan penghancuran properti," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, dikutip laman Middle East Monitor, Sabtu (13/2).

Meski AS telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Price menekankan status akhir dari kota tersebut akan ditetapkan dalam negosiasi. "Status akhir Yerusalem, pada kenyataannya, merupakan masalah negosiasi status akhir. Ini telah menjadi kebijakan lama AS," ujarnya.

Pernyataan Price mulai menunjukkan berubahnya kebijakan AS terkait isu Israel-Palestina. Pada masa pemerintahan mantan presiden Donald Trump, Washington diketahui sangat kentara membela kepentingan politik Israel. Salah satu kebijakan besarnya adalah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Belum lama ini, sejumlah media mulai membicarakan tentang Presiden AS Joe Biden yang belum menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setelah dilantik sebulan lalu. Padahal Biden sudah menghubungi beberapa sekutu AS di seluruh dunia, termasuk para pemimpin Jepang, Inggris, Kanada, Prancis.

"Ini adalah tanda ketidaksenangan yang jelas dari Presiden Biden dengan fakta bahwa Perdana Menteri Netanyahu dianggap di Washington selama 12 tahun terakhir sebagai hampir anggota pemegang kartu dari Partai Republik," kata Dani Dayan, mantan konsul jenderal Israel di New York, dikutip laman NBC.

Berbeda dengan Biden, dua hari setelah Trump dilantik pada 2017, dia segera menghubungi Netanyahu. Masa pemerintahan Trump telah dipandang sebagai masa terkelam bagi perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina.

Setelah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada akhir 2017, Trump memutuskan memindahkan kedutaan besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke kota tersebut pada Mei 2018. Langkah itu kemudian diikuti beberapa negara.

 

Sebelum 2018 berakhir, pemerintahan Trump memutuskan menghentikan pendanaan rutin untuk Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Keputusan itu seketika menyebabkan UNRWA dilanda krisis keuangan. AS merupakan penyandang dana terbesar UNRWA dengan kontribusi rata-rata 300 juta dolar AS per tahun.

Tak berhenti di sana, pemerintahan Trump pun menghentikan bantuan United States Agency for International Development (USAID) untuk Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Langkah-langkah itu dipandang secara luas sebagai cara untuk menekan kepemimpinan agar bersedia terlibat dalam pembicaraan damai dengan Israel.

Setelah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina memang mundur dari perundingan damai yang dimediasi Washington. AS dianggap sudah tidak lagi menjadi mediator yang netral karena memihak pada kepentingan politik Israel. 

 
Berita Terpopuler