Muhammadiyah: Salah Alamat Menilai Din Syamsudin Radikal

Muhammadiyah anggap pelaporan DIn Syamsuddin ke KSN salah alamat.

Republika/Fuji Eka Permana
Presiden Asian Conference on Religions for Peace (ACRP), Din Syamsuddin di KUII ke-VII, Bangka Belitung, Kamis (27/2).
Red: Muhammad Subarkah

IHRAM.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof  DR Abdul Muti, memberikan tanggapan atas dilaporkannya Prof DR Din Syamsudin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Ia menilai, tuduhan kalau Din merupakan tokoh radikal itu tidak berdasar dan salah alamat.

"Saya mengenal dekat Pak Din sebagai seorang yang sangat aktif mendorong moderasi beragama dan kerukunan intern dan antar umat beragama, baik di dalam maupun luar negeri," kata Mu'ti melalui rilis tertulis yang diterima Republika, Jumat (12/2).

Ia menekankan, pada era Din justru digagas dan dirumuskan konsep keislaman dan keindonesiaan Muhammadiyah tentang Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah. Yang mana, menjadi keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar.

Mu'ti mengingatkan, Din pernah pula menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban. Semasa menjabat, ia menerangkan, Din telah berhasil pula memprakarsai dan menyelenggarakan pertemuan ulama dunia di Bogor.

"Pertemuan tersebut melahirkan Bogor Message yang berisi tentang Wasatiyah Islam, Islam yang moderat. Bogor Message jadi salah satu dokumen dunia yang disejajarkan dengan Amman Message dan Common Word," ujar Mu'ti.

Din, lanjut Mu'ti, merupakan moderator Asian Conference of Religion for Peace (ACRP) dan co-president of World Religion for Peace (WCRP). Selain itu, masih banyak lagi peran penting Din Syamsudin dalam forum dialog antar iman.

"Jadi, sangatlah keliru menilai Pak Din sebagai seorang yang radikal," kata Mu'ti.

Lalu, sebagai akademisi dan ASN, Din dinilai sebagai seorang guru besar politik Islam yang terkemuka. Di UIN Jakarta, Din Syamsudin merupakan satu-satunya Guru Besar Hubungan Internasional. Secara akademik Din sangat diperlukan Fisip UIN.

"Saya tahu persis, di tengah kesibukan di luar kampus, Pak Din masih aktif mengajar, membimbing mahasiswa dan menguji tesis atau disertasi," ujar Mu'ti.

Untuk itu, ia menegaskan, jika Din banyak melontarkan kritik itu merupakan bagian dari panggilan iman, keilmuan dan tanggung jawab kebangsaannya. Kritik adalah hal  yang sangat wajar dalam alam demokrasi dan diperlukan dalam penyelenggaraan negara.

Maka itu, ia meminta semua pihak tidak anti kritik yang konstruktif. Terlebih, saat situasi negara yang sarat masalah, kata Mu'ti, sebaiknya semua pihak berpikir dan bekerja serius mengurus dan menyelesaikan berbagai problematika kehidupan.

"Semua pihak hendaknya tidak sesak dada terhadap kritik yang dimaksudkan untuk kemaslahatan bersama. Saatnya semua elemen bangsa bersatu dan saling bekerja sama dengan menyingkirkan semua bentuk kebencian golongan dan membawa masalah privat ke ranah public," kata Mu’ti. 

Sebelumnya, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Din Syamsuddin dilaporkan atas tuduhan radikalisme oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung ( ITB). Saat ini, pelaporan tersebut telah ditangani oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Menanggapi tuduhan tersebut, mantan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu, tak mau mengomentari dan menanggapinya. Sebaliknya, Din meminta Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dan juga Guru Besar UIN Jakarta, Abdul Mu’ti, untuk berkomentar. "Tidak ada komentar (dari saya)’’ ujar Din kepada Republika, Jumat (12/2).

Sebelumnya, GAR ITB melaporkan Din Syamsuddin ke KASN berkenaan dengan pelanggaran kode etik dan kode perilaku. Awalnya, pelaporan tersebut sudah dilayangkan ke KASN melalui email dan surat pada Oktober tahun lalu.

Namun demikian, beberapa waktu kemudian GAR ITB mendatangi langsung KASN berharap pelaporan tersebut langsung ditanggapi. Salah satu isi laporan yakni soal sikap Din yang dianggap mengeksploitasi sentiman agama. 

 
Berita Terpopuler