Kisah Wanita Pertama yang Nobatkan Dirinya Firaun Mesir 

Terdapat wanita pertama yang menobatkan dirinya sebagai firaun di Mesir

EPA-EFE/MOHAMED HOSSAM
Terdapat wanita pertama yang menobatkan dirinya sebagai firaun di Mesir. Ilustrasi piramida Mesir
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Selama 3000 tahun sejarah Mesir kuno, Hatshepsut adalah wanita ketiga yang menjadi firaun. Namun dia adalah wanita pertama yang mendapatkan kekuatan dan otoritas penuh untuk posisi ini, dan tidak ada wanita seperti dia yang datang sampai 14 abad kemudian ketika Cleopatra naik takhta.

Baca Juga

Bangkitnya Hatshepsut ke tampuk kekuasaan tidak mudah. Dia harus menikahi saudara laki-lakinya pada awalnya, kemudian menantang "keputusan para dewa". Lalu mengaku sebagai putri dewa matahari, dan menggambarkan dirinya sebagai firaun laki-laki dengan janggut dan otot untuk mendapatkan dukungan dari para korbannya. 

Hatshepsut adalah putri sulung Firaun Thutmose I dan Ratunya, Ahmose. Ketika ayahnya meninggal, takhta akan jatuh ke Hatshepsut tanpa keraguan jika aturan itu diwariskan kepada wanita di Mesir kuno. 

Saat itu ada klaim bahwa dewa Mesir mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa peran raja tidak ditugaskan untuk seorang wanita, dan kemungkinan besar bahwa siapa pun yang memberlakukan "keputusan" para dewa itu adalah politisi pria. 

Tetapi, Hatshepsut tetap berusaha dan berupaya menemukan jalan menuju takhta raja itu. Kemudian Hatshepsut menikah dengan pewaris takhta, Tuthmose II, yang merupakan saudara tirinya dari ayah firaun. Seperti diketahui, saat itu pernikahan persaudaraan adalah hal yang biasa. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga kemurnian dari dinasti yang berkuasa. 

Thutmose II memerintah bersama istrinya...

 

 

Thutmose II memerintah bersama istrinya, Hatshepsut. Prestasinya selama memegang takhta tidak banyak selama masa pemerintahannya. Disebutkan pula bahwa kekuasaan istrinya sangat besar atas diri Thutmose II. Pasangan ini hanya memiliki satu anak perempuan, Nafir. Alhasil, ketika firaun (Thutmose II) meninggal di puncak di masa mudanya, Thutmose III menggantikannya, yaitu bayi laki-lakinya dari salah satu istrinya yang lain. 

Di sinilah kemudian Hatshepsut mengambil alih kekuasaan absolut di Mesir sebagai wali dari bayi laki-laki suaminya. Meski memiliki kekuasaan absolut di Mesir, gelar resmi Hatshepsut bukanlah "Firaun Mesir", melainkan Ratu Bupati Firaun, dan tetap seperti itu selama hampir tujuh tahun. 

Namun kemudian Hatshepsut memutuskan untuk mengambil langkah berani menentang keputusan para dewa. Sejarawan tidak setuju dengan motif Hatshepsut untuk menunjuk dirinya sendiri sebagai "Firaun Mesir". Beberapa mengaitkan hal ini dengan ambisi dan cintanya pada kekuasaan, dan beberapa menghubungkan langkahnya yang berani dengan alasan politik seperti mengancam keluarga kerajaan Mesir kala itu. Apapun alasannya, Hatshepsut percaya bahwa 24 dewa wanita akan mendukungnya, jadi dia menentang hukum yang berlaku dan menyatakan dirinya sebagai "firaun" dengan paksa. Kemungkinan besar ini terjadi pada 1478 sebelum Masehi. 

Hatshepsut adalah seorang ratu yang cerdas yang mampu memfokuskan fondasi pemerintahannya melalui kecerdasan politik dan pemahamannya tentang sifat tradisi yang mengatur masyarakat Mesir. Agar tidak tampil sebagai orang yang menentang perintah para dewa, dia memerintahkan untuk digambarkan sebagai firaun laki-laki di semua gambar dan patung. Maka dia pun digambarkan sebagai laki-laki dengan janggut dan otot. 

Untuk mendapatkan lebih banyak dukungan dan dukungan dari rakyatnya, Hatshepsut mengklaim dirinya adalah putri dewa Amun (dewa matahari, angin dan kesuburan, salah satu dewa utama dalam mitologi Mesir kuno). 

Dia menegaskan bahwa tuhannya ingin dia naik takhta Mesir, dan prasasti yang menggambarkan penobatan dewa Amun kepada putrinya sebagai Firaun. Mesir, di hadapan para dewa, hadir di Deir el-Bahari, yang didirikan Hatshepsut di Luxor.

 

Sumber: arabicpost  

 
Berita Terpopuler