Pinangki Divonis Bersalah, 'King Maker' Tetap tak Terungkap

Sosok 'king maker' disebut di sidang Pinangki, tapi tak berhasil diungkap hakim.

Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari saat jeda sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Pinangki Sirna Malasari divonis sepuluh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Republika/Putra M. Akbar
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara terhadap Pinangki Sirna Malasari. Tak hanya pidana badan, Pinangki  juga dijatuhi hukuman membayar denda sebesar Rp600 juta subsider kurungan enam bulan.

Baca Juga

Vonis hakim ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hakim menjatuhkan hukuman empat tahun penjara terhadap Pinangki.

Dalam putusan, Majelis Hakim menyatakan, sosok 'king maker' dalam perkara suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) memang benar adanya. Hal tersebut tertulis dalam pertimbangan putusan Pinangki.

"Menimbang bahwa berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WA yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok 'king maker'," kata Ketua Majelis Hakim, Ignasius Eko Purwanto, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2).

Sayangnya, sosok 'king makertersebut hingga kini belum terungkap. Adapun selama proses pesidangan, majelis hakim sudah berusaha menggali keterangan dari tersangka ataupun para saksi. Namun, sosok 'king maker' hanya sempat diperbincangkan oleh Jaksa Pinangki ketika bertemu dengan Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Rahmat.

"Majelis hakim telah berupaya menggali siapa sosok 'king maker' tersebut dengan menanyakannya kepada terdakwa dan saksi Anita karena diperbincangkan dalam chat dan disebut oleh terdakwa pada pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, saksi Anita, saksi Rahmat, dan saksi Djoko Tjandra pada November 2020, namun tetap tidak terungkap di persidangan," ujar Hakim Eko.

Sosok 'king maker' ini erat kaitannya dengan action plan yang dibuat Pinangki. Sebab, sosok tersebutlah yang menjadi inisiator agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam pekara korupsi cessie Bank Bali.

Masih dalam pertimbangan, Majelis Hakim juga menyebut, Pinangki dan Anita sering mengurus perkara yang berhubungan dengan MA dan Kejagung. Hal tersebut terungkap dari isi pesan Whatsapp keduanya yang membahas pengurusan perkara selain Djoko Tjandra, salah satunya terkait grasi Annas Maamun.

"Menimbang bahwa dalam komunikasi chat dengan menggunakan aplikasi Whatsapp, antara terdakwa dengan Anita Kolopaking dalam nomor urut 1 sampai dengan 14 pada tanggal 26 November 2019, pukul 6.13.29 PM sampai dengan 7.50.34 PM, Percakapan ini membuktikan, selain terkait dengan kasus Djoko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerja sama dengan saksi Anita Kolopaking. Ditemukan pula percakapan terdakwa terkait grasi Annas Maamun," ungkap Hakim Eko.

Majelis Hakim menyatakan, bukti percakapan di Whatsapp itu menjadi bukti Pinangki dan Anita biasa mengurus perkara selain terkait Djoko Tjandra.

"Percakapan ini membuktikan, selain terkait dengan kasus Djoko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerja sama dengan saksi dari Anita Kolopaking khususnya terkait institusi Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung Republik Indonesia," kata Hakim.

Annas Maamun merupakan mantan gubernur Riau yang menjadi terpidana perkara korupsi alih fungsi hutan dan divonis tujuh tahun pidana penjara pada tingkat kasasi di MA. Hukuman Annas Maamun berkurang satu tahun atau kembali menjadi enam tahun sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi melalui Keputusan Presiden 23/G Tahun 2019 yang disampaikan Kemenkumham pada 26 Oktober 2019.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menilai, Pinangki terbukti menerima suap 500 ribu dolar AS dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menilai, Pinangki terbukti melakukan pemufakatan jahat dan pencucian uang atas uang suap yang diterimanya dari Djoko Tjandra.

Pinangki terbukti melanggar Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia juga terbukti bersalah melakukan permufakatan jahat melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor. Pinangki juga terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Saat kasus jaksa Pinangki masih disidik oleh Kejagung, pada September 2020 lalu, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman pernah mengkritisi langkah terburu-buru jaksa melimpahkan berkas perkara Pinangki ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Boyamin menduga langkah terburu-buru tersebut dilakukan untuk melokalisir perkara hanya pada Pinangki dan menutupi pihak lain yang terlibat dalam perkara Djoko Tjandra.

"Kalau boleh mendugalah adanya kejanggalan karena nampak buru-buru itu menutupi pihak-pihak lain. Dan pihak-pihak lain itu ada nampak kemudian yang bisa lebih besar dan lebih tinggi jabatannya. Pelimpahan ini semata-mata nampaknya untuk melokalisir di Pinangki saja," kata Boyamin di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/9).

Oleh karenanya, pada 18 September 2020, Boyamin mendatangi gedung KPK untuk memenuhi undangan dari lembaga antirasuah yang ia terima melalui surat elektronik miliknya. Kedatangannya pun ia lakukan untuk menjelaskan mengenai gambaran sosok 'King Maker'.

Dikatakan Boyamin, sosok 'king maker' yang membuat Pinangki bersama teman dekatnya bernama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Malaysia. Tak hanya itu, Boyamin menyebut ''King Maker' merupakan pihak yang mengetahui proses pengurusan agar Djoko Tjandra terbebas dari eksekusi.

"Tapi ketika Pinangki pecah kongsi dengan Anita (Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra) dan hanya mendapatkan rezeki seakan-akan Anita dari Djoko Tjandra maka ''king maker' ini berusaha membatalkan dan membiarkan PK itu sehingga  terungkap di DPR segala macam itu, 'King Maker' itu di belakang itu semua. Dan kemudian semua bubar istilahku itu 'kalau gue enggak makan, lu juga enggak makan. Nah inilah tugasnya KPK untuk menelusuri 'King Maker' ini," tutur Boyamin.

Sayangnya, Boyamin enggan mengungkapkan sosok 'King Maker'. Boyamin hanya menyebut 'King Maker' atau inisial nama lain yang telah diungkapnya bisa merupakan penegak hukum aktif atau yang sudah pensiunan atau pihak lainnya. Boyamin memastikan sosok 'King Maker' tersebut mengetahui, menggerakkan proses permintaan fatwa ke MA agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dan bahkan menggagalkan langkah pengajuan PK oleh Anita Kolopaking.

"Setidaknya 'King Maker' itu bisa membuat seperti itu tadi membuat pergerakan awal untuk fatwa itu terus pergerakan hingga membubarkan membuyarkan paket berikutnya karena kan kemudian Pinangki pecah kongsi dengan Anita dan Anita kemudian berjalan sendiri mengurusi PK. 'King Maker' ini membuat suatu ini menjadi buyar dan bubar," terangnya.

Dalam kesempatan itu, Boyamin juga kembali meminta KPK mengambil alih skandal Djiko Tjandra untuk membongkar pihak-pihak yang terlibat. Setidaknya, KPK membuka penyelidikan baru untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

"Biar KPK nanti yang mendalami," ucap Boyamin.

Atas laporan Boyamin, Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango merespons, aparat penegak hukum hukum dalam pemberantasan korupsi berkewajiban untuk menelaah segala informasi yang diberikan oleh masyarakat.

"Termasuk KPK tentu saja, berkewajiban untuk mempelajari dan menelaah segala sesuatu yang diberikan sebagai informasi oleh masyarakat tersebut," kata dia.

In Picture: Jaksa Pinangki Divonis 10 Tahun Penjara Denda 600 Juta

Terdakwa kasus penerimaan suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/2). Pinangki Sirna Malasari divonis sepuluh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

 
Berita Terpopuler