PBNU-Muhammadiyah Dukung SKB Tiga Menteri

Kehadiran SKB dinilai menempatkan sekolah dalam posisi yang tepat dan benar.

Antara/Irwansyah Putra
PBNU-Muhammadiyah Dukung SKB Tiga Menteri.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dukungan terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mengenai seragam sekolah dasar dan menengah terus mengalir. Sejumlah tokoh organisasi besar menilai, penerbitan SKB tersebut sudah tepat guna menjaga keberagaman dan tidak perlu dibesar-besarkan. 

Baca Juga

SKB tiga menteri ini disebut tidak memuat unsur pelarangan atau mewajibkan siswa menggunakan identitas keagamaan tertentu. Kehadiran SKB dinilai justru menempatkan sekolah dalam posisi yang tepat dan benar, sesuai dengan hak dan kebutuhan publik yang beragam.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Pendidikan KH Hanief Saha Ghafur mengatakan, sekolah dan perguruan tinggi negeri harus menjadi ruang interaksi yang terbuka, beragam, dan toleran. Dengan demikian, sekolah menjadi wahana pendidikan multikulturalisme dan toleransi. 

"SKB tersebut menempatkan sekolah pada posisi yang tepat dan benar secara hukum dan hak asasi manusia, khususnya penghormatan terhadap hak-hak publik di sekolah publik," kata Kiai Hanief Saha Ghafur dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Senin (8/2).

Hanief yang juga Ketua Program Doktor Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia menegaskan, sekolah publik tidak dibenarkan mewajibkan siswa menggunakan seragam dengan identitas tunggal berdasarkan agama tertentu.

Khusus bagi siswi Muslimah, ia juga menyebut, sekolah tidak bisa melarang mereka yang ingin mengenakan hijab, sepanjang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengatur secara terperinci mengenai aturan seragam bagi siswa Muslimah,” ujarnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri menerbitkan SKB Nomor 02/KB/2O2l, Nomor 025-199 Tahun 2021 dan Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Sekolah Negeri di Indonesia.

 

Penerbitan SKB ini diharapkan menjadi landasan bagi sekolah untuk tidak memaksakan penggunaan atribut keagamaan tertentu kepada murid dan guru di sekolah negeri. Dukungan atas penerbitan SKB juga datang dari Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama PBNU, KH Z Arifin Junaidi.

Menurut dia, SKB tiga menteri memberikan jaminan kepada para siswa, guru, dan pihak sekolah agar menjaga nilai-nilai keberagamaan serta keagamaan dalam dunia pendidikan. "SKB itu sudah menjamin keberagaman sekaligus keberagamaan. Itu sudah terjamin. Sekolah tidak boleh mewajibkan siswanya untuk memakai seragam dengan identitas agama tertentu. Tidak boleh," kata dia.

Arifin menjelaskan, melalui SKB tersebut kasus pemaksaan siswa mengenakan atribut keagamaan tertentu semestinya tidak terulang. Ia mencontohkan kasus terakhir yang menjadi polemik adalah saat siswa non-Muslim di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Padang diminta mengenakan hijab. Demikian dengan daerah lain di mana umat Muslim minoritas. 

SKB tiga menteri, kata dia, mengatur tentang keragaman dan keberagamaan. Tak hanya bagi siswa Muslim, tetapi juga siswa non-Muslim dan sekolah harus menghargai perbedaan dan kebebasan beragama. 

Ia bahkan menunjukkan harapannya agar SKB tiga menteri terkait seragam sekolah ini tidak hanya berlaku untuk sekolah negeri, tapi juga sekolah swasta. Di sisi lain, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, KH Abdul Mu'ti, menyatakan, SKB tiga menteri tersebut bukanlah masalah besar.

Menurutnya, di negara-negara maju seragam tidak menjadi persoalan karena tidak terkait dengan mutu pendidikan. "Kalau saya cermati subtansi dan tujuannya, SKB itu tidak ada masalah. Substansinya terkait dengan jaminan kebebasan menjalankan ajaran agama sebagaimana diatur dalam pasal 29 UUD 1945," ujarnya.

 
Berita Terpopuler