Serangan Hoaks Targetkan Muslim Spanyol di Media Sosial

Serangan hoaks targetkan Muslim Spanyol secara bertubi-tubi di media sosial.

Indianatimes
Serangan hoaks targetkan Muslim Spanyol secara bertubi-tubi di media sosial. Ilustrasi hoaks
Rep: Meiliza Laveda Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID – Berita palsu atau hoaks semakin marak tersebar di Spanyol yang bertujuan untuk menyerang para imigran yang mayoritasnya adalah Arab-Muslim.

Baca Juga

“Kebohongan tentang imigran Muslim mencoba memperkuat empat gagasan, yaitu mereka berbahaya, mereka memiliki hak istimewa dalam hal menerima kesejahteraan, mereka akan memaksakan budaya mereka, dan institusi akan mengizinkannya,” kata jurnalis dan pemeriksa fakta migrasi di Maldita Migracion, Natalia Diez. 

Penyebaran berita palsu bertepatan dengan peningkatan imigran. Pada 2019 Spanyol mencatat rekor 748.759 imigran memasuki negara itu. Warga Kolombia, Maroko, dan Venezuela merupakan tiga kebangsaan imigran terbesar. Menurut Diez, berita palsu erat kaitannya tentang Islam, terorisme, keuntungan, dan kekerasan.

“Kebohongan ini memiliki tujuan yang jelas untuk mengubah sebagian besar persepsi masyarakat tentang Muslim. Mereka terus memperkuat argumen palsu hingga akhirnya dipercayai oleh orang-orang,” ujar dia.

Dalam beberapa tahun terakhir, lonjakan berita palsu telah menjadi perhatian yang makin meningkat di seluruh dunia, tidak terkecuali Spanyol. Maldita Migracion, sebuah organisasi pemeriksaan fakta yang didirikan pada tahun 2017 bertujuan untuk memerangi disinformasi dan menyanggah berita palsu yang viral.

Sejak 2017 hingga 2020, Maldita Migracion mengidentifikasi 321 berita palsu yang terkait migrasi dan agama. Dari jumlah tersebut, 168 hanya didasarkan pada migrasi, 129 terkait langsung dengan agama, dan 70 persen di antaranya menargetkan Islam.

Jumlah berita palsu yang dibantah terkait dengan agama minoritas telah meningkat secara konsisten. Mulai dari 25 persen pada 2017 menjadi 29 persen pada 2018 dan melonjak menjadi 45 persen pada 2019.

Direktur Proyek Pendidikan dan Koordinator Analisis di Observatory of Islamofobia...

Direktur Proyek Pendidikan dan Koordinator Analisis di Observatory of Islamofobia di Media, Monica Carrion, mengatakan, liputan media yang buruk memengaruhi seluruh komunitas Muslim, baik itu lokal atau asing. Seluruh komunitas dirugikan.

“Tidak hanya serangan daring dan di media, serangan juga bisa menjadi serangan fisik terhadap komunitas. Di situlah letak masalahnya, yaitu Islamofobia membahayakan koeksistensi sosial,” kata Carrion.

Dilansir Middle East Eye, Senin (8/2), menurut lembaga publik Pusat Investigasi Sosiologi (CIS), antara 2017 dan 2019, imigrasi telah menjadi masalah yang meningkat bagi populasi Spanyol. 

Jajak pendapat CIS menemukan persepsi imigrasi menjadi salah satu dari tiga kekhawatiran utama di antara orang Spanyol. Ini telah meningkat dari 3,8 persen pada Januari 2017 menjadi puncak pada 15,6 persen pada September 2019 dan turun menjadi 1,6 persen pada Juni 2020. 

Spanyol telah menyaksikan peningkatan kebencian Islamofobia dalam beberapa tahun terakhir yang banyak dikaitkan dengan serangan teroris 2017 di Barcelona dan Cambrils. Kementerian dalam negeri mengungkapkan kasus kebencian Islamofobia di Spanyol telah meningkat 120 persen antara 2017 dan 2019 dengan total 103 kasus.

Namun, kementerian tersebut dikritik karena kurangnya komitmen untuk menangani Islamofobia. Setelah meluncurkan rencana aksinya untuk memerangi kejahatan rasial pada 2018, kementerian memilih untuk tidak mengategorikan Islamofobia sebagai kejahatan rasial tertentu.

Data tentang kebencian Islamofobia bervariasi karena badan pemerintah dan LSM independen sering kali memberikan hasil yang berbeda. Organisasi Independen Citizen Platform against Islamophobia (PCI) mencatat 546 kasus Islamofobia pada 2017 lebih dari lima kali lipat dari kasus yang dilaporkan pemerintah.

 

Sumber: middleeasteye  

 
Berita Terpopuler