Masih Ada Dokter Misinformasi tentang Covid-19

Yang mengkhawatirkan adalah banyak dokter yang tidak mau divaksin.

Pixabay
Ilustrasi Covid-19
Rep:  Rr Laeny Sulistyawati Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah terjadi di Tanah Air hampir setahun terakhir dan banyak misinformasi mengenai virus ini beredar di media sosial (medsos). Tenaga kesehatan (nakes) dokter diharapkan bisa ikut memberikan informasi mengenai virus ini, namun masih banyak dokter yang misinformasi, bahkan ikut menyebarkan berita bohong (hoaks) terkait virus ini.

Dokter Spesialis Anak, Konsultan Penyakit Pernapasan Anak Bob Wahyudin mengatakan, informasi tentang Covid-19 banyak beredar di medos, tak hanya yang benar melainkan juga misinformasi. Kemudian, berita bohong (hoaks) kini juga banyak beredar di dunia maya.

"Yang menjadi masalah adalah kami sebagai nakes," ujarnya saat konferensi virtual BNPB bertema "Pandemi, Kita Bisa Apa? Menjajari Pandemi dalam Media Sosial", Kamis (4/2).

Dia mengakui, ada beberapa jenis nakes dalam menyikapi virus ini. Pertama, dia melanjutkan, nakes yang mengikuti perkembangan informasi tentang Covid-19 sehingga tindakannya juga menjadi update. Kemudian kedua adalah nakes yang konservatif. Kemudian yang jadi masalah adalah yang tipe ketiga yaitu misupdate.

 

Padahal, dia melanjutkan, dokter adalah sosok yang ditiru masyarakat. Namun sebagai dokter, pihaknya sangat kesulitan menghadapi banjir informasi yang salah, misalnya mengenai vaksin. Banyak yang menganggap vaksin berbahaya, membuat orang terinfeksi Covid-19 dan berita semacam ini ada di media sosial.

Kemudian, berita negatif itu akan diulang, dibaca, dan mempengaruhi yang lain. Akibatnya, banyak orang tidak mau divaksin, termasuk dokter.

"Yang mengkhawatirkan adalah banyak dokter yang tidak mau divaksin. Kalau dokter tidak update (informasi), dia bisa melakukannya," katanya.

Sehingga, tidak sadar menuntun masyarakat untuk mengambil langkah yang salah. Dia khawatir, jika ini terus terjadi maka menjadi bunuh diri karena publik meremehkan Covid-19 dan menganggapnya tidak berbahaya.

Dia mengakui, hoaks dan misinformasi ini menjadi tantangan bagi pihaknya. Oleh karena itu, dia berharap, dokter bisa berkontribusi dalam memerangi misinformasi Covid-19. Pertama, dia meminta dokter harus update. 

"Dokter berusaha sekuat mungkin mempengaruhi bukan hanya lewat media sosial. Bisa juga bertemu influencer dari tenaga medis yang memfasilitasi hoaks ini," katanya.

 

Kedua, dokter diminta tidak terlibat dalam konflik kepentingan. Sebab selama ini banyak sekali tenaga kesehatan yang memiliki pengaruh pada masyarakat mengalami konflik kepentingan, baik bidang agama, sikap politik, ekonomi, sehingga dokter jadi bias dalam menyikapi Covid-19. 

 
Berita Terpopuler