'Batalkan Rencana Kebijakan Pemotongan Insentif Nakes!'

Beredar surat Menkeu berisi pengurangan insentif nakes yang kemudian diklarifikasi.

SETPRES-KRIS/ANTARA
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau pelaksanaan Vaksinasi Massal bagi tenaga kesehatan dosis pertama vaksin COVID-19 Sinovac di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar vaksinasi dengan menargetkan sebanyak 6.000 orang tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta di DKI Jakarta.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Belakangan beredar isu pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) yang terlibat dalam penanganan pandemi Covid-19 menyusul terbitnya surat yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin bernomor S-65/MK.02/2021 terkait Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.

Baca Juga

Dalam surat tersebut, terlihat bahwa pemotongan terbesar terjadi pada insentif dokter spesialis. Pada tahun lalu, besaran insentifnya mencapai Rp 15 juta per bulan yang dipangkas setengahnya menjadi Rp 7,5 juta per bulan pada tahun ini.

Sementara itu, insentif untuk peserta program pendidikan dokter spesialis juga turun dari Rp 12,5 juta per bulan menjadi Rp 6,25 juta per bulan. Dokter umum dan gigi mendapatkan insentif Rp 5 juta per bulan, dari sebelumnya Rp 10 juta per bulan. Insentif untuk bidan dan perawat juga turun dari Rp 7,5 juta per bulan menjadi Rp 3,75 juta per bulan.

Tenaga kesehatan lainnya yang ikut menangani Covid-19 mendapat insentif Rp 2,5 juta, turun dari nilai pada tahun lalu, sebesar Rp 5 juta per bulan. Terakhir, untuk santunan kematian bagi tenaga medis yang meninggal karena terinfeksi Covid-19 diberikan dengan nilai yang sama, yaitu Rp 300 juta.

"Satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui," tulis surat itu, seperti dikutip Republika pada Rabu (3/2).

Rencana pemerintah memangkas insentif bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan Covid-19 kemudian menuai kritik dari Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan yang meliputi Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

"Kami mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan dan segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan," kata perwakilan koalisi, Wana Alamsyah.

Wana mengemukakan adanya penurunan alokasi dana untuk penanganan Covid-19 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Menurut dia, pemerintah pada 2020 mengalokasikan anggaran kesehatan khusus untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp87,55 triliun, namun menurunkannya menjadi Rp60,5 triliun pada 2021.

"Pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk Covid-19," katanya.

Wana juga mengatakan bahwa sampai sekarang masih banyak tenaga kesehatan yang belum menerima insentif atau santunan dari pemerintah.

"Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian salah satu penyebabnya karena belum tata kelola data yang dimiliki oleh pemerintah buruk," kata Wana.

Berdasarkan data LaporCovid-19 per 26 Januari 2020, ada 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif yang dijanjikan pemerintah. Menurut data tersebut, 24 persen lain tenaga kesehatan menerima insentif namun nilainya tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 447/2020.

"Pemerintah harus segera memperbaiki data terkait dengan penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan. Kami minta BPK, KPK segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggaran penanganan Covid-19," kata Wana.

Indonesia dan Negara-Negara dengan 1 Juta Kasus Covid-19 - (Infografis Republika.co.id)

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada hari ini memastikan, tidak akan memangkas insentif tenaga kesehatan pada tahun ini. Besaran bantuan yang diberikan masih sama dengan tahun lalu.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan, dengan berlakunya Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2021, besaran insentif untuk tenaga kesehatan dan santunan kematian untuk tenaga kesehatan perlu ditetapkan kembali sesuai dengan mekanisme keuangan negara. Tapi, sampai saat ini, pemerintah belum menetapkan perubahannya.

"Kami yakinkan, saat ini belum ada perubahan kebijakan insentif tenaga kesehatan. Dengan demikian, insentif tetap sama diberlakukan pada 2021 ini, sama dengan yang diberikan pada 2020," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (4/2).

Askolani menambahkan, pemberian insentif ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah kepada tenaga kesehatan sebagai baris terdepan dalam penanganan Covid-19. Ia juga menekankan, dukungan kepada tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 maupun tenaga kesehatan yang membantu pelaksanaan vaksinasi akan menjadi prioritas pemerintah pada tahun ini.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, bahwa pemerintah masih membahas rencana pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan, belum membuat keputusan final mengenai hal itu.

"Terkait dengan pengurangan insentif bagi nakes, hal ini masih dibahas oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan," kata Wiku saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.

"Pada prinsipnya pemerintah memahami aspirasi dari para tenaga kesehatan yang telah berjuang memberikan pelayanan terbaik bagi pasien Covid-19 dan keputusan yang nantinya akan diambil tentunya adalah yang terbaik dengan mempertimbangkan aspirasi tenaga kesehatan dan juga anggaran yang tersedia," katanya

Wiku pun mengingatkan manajemen fasilitas kesehatan (faskes) untuk melengkapi seluruh syarat administrasi pencairan insentif bagi nakes. Imbauan ini merespons lambatnya realisasi penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan sebagai ujung tombak penanganan Covid-19 di lapangan.

"Kemkes berkoordinasi dengan pemda untuk memastikan insentif bagi nakes dapat disalurkan dengan baik dan tepat waktu. Kami minta fasyankes segera memenuhi persyaratan administrasi yang dibutuhkan sehingga dana insentif ini dapat diterima oleh tenaga kesehatan," ujar Wiku.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan masih terhambat di tingkat daerah. Realisasi penyaluran dari pemerintah daerah (pemda) ke tenaga kesehatan masih di level 72 persen.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mencatat, pemerintah pusat sudah menyalurkan hampir 100 persen insentif tenaga kesehatan ke kas daerah. Nilainya mencapai Rp 4,17 triliun.

Tetapi, realisasi yang dilakukan pemerintah daerah ke tenaga kesehatan baru mencapai Rp 3 triliun. "Sisanya itu masih ada di anggaran kas daerah," kata Astera dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (4/2).

Astera menyebutkan, pihaknya bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengingatkan kembali kepada pemda untuk segera menuntaskan penyaluran insentif. 'Teguran' ini disampaikan melalui surat dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Kemendagri yang keluar pada hari yang sama, Kamis.

Melalui surat tersebut, Astera menambahkan, pemerintah pusat meminta agar sisa dana di kas daerah dapat segera dialokasikan kembali ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2021. "Sehingga, pelaksanaan pembayarannya bisa sesuai yang diharapkan," tuturnya.

Sekjen Kemenkes Oscar Primadi menyatakan, pihaknya sedang me-review kebijakan insentif untuk nakes. Ia memastikan semua proses ini berlanjut. Oleh karena itu, Kemenkes bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama untuk merumuskan ini semua.

"Saya yakin tidak lama lagi kami akan menyelesaikan semua kewajiban pemerintah yang berkenaan dengan apa yang harus diberikan pemerintah untuk tenaga kesehatan Indonesia," ujarnya.

Pasien berbohong ke dokter (ilustrasi) - (republika)

 
Berita Terpopuler