Jenderal Myanmar Dinilai Terlibat Pembantaian Rohingya

AS sudah menjatuhkan sanksi ke Jenderal Myanmar Min Aung Hlaing sejak 2017 lalu.

EPA-EFE/ LYNN BO BO
Panglima Tertinggi militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing
Rep: Lintar Satria Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID,  YANGON -- Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Min Aung Hlaing, yang kini menguasai negara itu melalui kudeta Senin (1/2) lalu sudah mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat (AS). Ia dianggap bertanggung jawab atas kekerasan terhadap masyarakat minoritas Rohingya dalam operasi militer 2017 lalu.

Pada Juli 2019 lalu Menteri Luar Negeri AS ketika itu Mike Pompeo menjatuhi sanksi dengan melarang empat jenderal Myanmar dan keluarga dekat mereka masuk AS. Itu pertama kalinya AS menjatuhkan sanksi pada pemimpin tertinggi militer Myanmar.

Militer Myanmar dianggap melakukan penindakan keras di Negara Bagian Rakhine. Operasi militer yang bertujuan merespon pemberontakan itu memaksa 700 ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh dan tinggal di kamp pengungsian terbesar di dunia.

PBB mengatakan militer Myanmar ingin membersihkan etnis Rohingya. Namun alih-alin dimintakan tanggung jawab, Jenderal Min Aung Hlain  melakukan kudeta dan menahan peraih hadiah Nobel dan pemimpin de facto Myanmar  Aung San Suu Kyi dan politisi-politisi lainnya.

Dua tahun yang lalu pejabat Kementerian Luar Negeri AS mengatakan sanksi larangan masuk dapat diberlakukan secara sepihak. Karena itu jenis sanksi ini yang dipilih. Tetapi belum ada laporan pejabat militer Myanmar mengunjungi AS. Juru bicara militer Myanmar saat itu mengatakan sanksi tersebut tidak berdampak banyak.

"Tidak penting mereka melarang para jenderal mengunjungi Amerika Serikat, tapi ini memang menghina militer Myanmar," kata juru bicara militer Myanmar saat itu, Brigade Jenderal Zaw Min Tun.

Baca Juga

Sejak merdeka dari Inggris tahun 1948 lalu, militer menguasai Myanmar. Sejak saat itu mereka juga terus bertempur melawan berbagai kelompok etnik.

Berdasarkan konstitusi 2008 yang dirancang militer, jenderal Angkatan Bersenjata menjadi orang yang paling berkuasa di Myanmar dan tidak perlu melapor ke pemerintah sipil. Ia menguasai angkatan bersenjata, polisi, penjaga perbatasan, dan dua bisnis konglomerat militer. Dalam konstitusi itu militer juga menduduki 25 persen kursi di parlemen, cukup untuk memblokir amandemen konstitusi.

Pemerintah sipil yang dipimpin Suu Kyi hanya mengawasi program-program sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Tapi tidak memiliki wewenang mengendalikan militer.

Jenderal Min Aung Hlaing, seorang perwira karir yang dikenal kerap menyerang kelompok-kelompok etnis di seluruh Myanmar. Operasinya mendorong puluhan ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Sejak menjabat sebagai panglima pada 2011 ia berhasil menggunakan media sosial untuk membangun dukungan publik.

 
Berita Terpopuler