Herzaky: Moeldoko Ingin Ambil Alih Demokrat untuk Pencapres

Demokrat mengirimkan surat ke presiden soal dugaan upaya pengambilalihan partai

Republika/Zainur Mahsir Ramadhan
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono menjelaskan pernyataan sikap Demokrat di DPP Demokrat, Senin (1/2).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra mengungkapkan bahwa sosok Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan partainya. Alasannya, untuk kepentingan pencalonan presiden pada 2024.

Baca Juga

"Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024," ujar Herzaky lewat keterangan resminya, Senin (1/2).

Nama Moeldoko disampaikan setelah pihaknya mendapat pengakuan dan kesaksian dari penyelidikan yang dilakukan pihaknya. Demokrat mendapatkannya dari pimpinan tingkat pusat maupun daerah partainya.

"Ini bukan soal Demokrat melawan Istana atau biru melawan merah. Ini soal penyalahgunaan kekuasaan dengan mencatut nama Presiden," kata Herzaky.

Partai Demokrat telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Isinya untuk meminta penjelasan dan klarifikasi terkait Moeldoko. "Kami sebenarnya menunggu respon Bapak Presiden terkait surat kami kepada Bapak Presiden. Kami mendapat info kalau Bapak Presiden sudah membaca surat dari kami," ujarnya lagi.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, (AHY) mengatakan, saat ini ada pihak yang mengancam Partai Demokrat. Menurutnya, pihak tersebut adalah gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa. 

Berdasarkan kesaksian dan testimoni dari pihaknya, dia menyebut jika gerakan tersebut melibatkan pejabat penting pemerintahan. Bahkan, secara fungsional ada yang berada di lingkaran kekuasaan terdekat Presiden Joko Widodo. 

Menurutnya, gerakan politik yang bertujuan mengambil alih kekuasaan Demokrat secara inkonstitusional itu bisa terjadi pada partai mana pun. Sehingga, kasus di Demokrat saat ini dinilainya bisa menjadi pembelajaran.  AHY mengklaim gerakan tersebut juga telah mendapat dukungan dari pejabat penting dan menteri. 

"Tentunya, kami tidak mudah percaya dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah," ucap AHY.

 
Berita Terpopuler