Legislator: Sekolah Penggerak Jangan Jadi Sekolah Unggulan

Sekolah penggerak tidak pada konteks untuk menjadikan pembeda dari sekolah lain.

Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan program 'sekolah penggerak'. Hingga saat ini, ada 111 kabupaten/kota yang berprtisipasi dalam program tersebut.

Namun demikian, Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda berpesan, agar program ini tidak menimbulkan anggapan adanya sekolah unggulan yang selama ini berusaha untuk dihilangkan. "Kekhawatiran publik juga supaya ini tidak menjadi bagian dari melanggengkan stereotip adanya sekolah unggulan atau sekolah hebat, sekolah pinggiran, dan seterusnya," kata Huda, dalam telekonferensi, Senin (1/2)

"Ini adalah bagian dari PR yang harus kita jawab bahwa sekolah penggerak tidak pada konteks untuk menjadikan pembeda dari sekolah-sekolah lain," sambungnya.

Dia menilai, sebagai sebuah program sekolah penggerak sudah berada dalam konsep yang cukup bagus. Walaupun demikian, implementasi di lapangan harus terus dipantau sehingga apa yang diinginkan Kemendikbud melalui program ini dapat tercapai.

Huda menjelaskan, selama ini sering adanya perbedaan persepsi terkait kebijakan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adanya perbedaan persepsi ini harus menjadi bahan evaluasi yang diperbaiki supaya program sekolah penggerak bisa berjalan dengan baik.

 

 

Selain itu, dia juga menilai, penitng untuk mendorong sosialisasi yang baik secara langsung kepada masyarakat di lapangan. "Kita mendorong Kemendikbud untuk membentuk tim khusus supaya apa yang menjadi target sekolah penggerak ini betul-betul dipahami, betul-betul menjadi bagian utuh apa yang menjadi agenda besar kita yaitu transformasi pendidikan Indonesia," kata dia.

Lebih lanjut, Huda juga menyinggung soal menciptakan ekosistem yang mendukung proses pendidikan. Isu soal kepala sekolah dan guru masih menjadi hal yang belum terselesaikan selama ini.

Terkait hal ini, menurut dia, perlu ada afirmasi khusus dari seluruh pemangku kepentingan untuk membangun komitmen yang sama terkait pengelolaan kepala sekolah dan guru. "Kita jadikan momentum rekrutmen 1 juta PPPK sebagai momentum untuk memperkuat bagi pelaksanaan sekolah penggerak ini," kata dia.

 

Saat ini, di lapangan jumlah guru honorer relatif lebih banyak dari guru pegawai negeri sipil (PNS). Oleh karena itu, dia berharap, sekolah penggerak dapat dibarengi dengan proses meningkatkan kesejahteraan guru.

 
Berita Terpopuler