AS Desak Sri Lanka Hentikan Kremasi Paksa Muslim

Memaksakan kremasi adalah pelanggaran hak asasi manusia.

AP Photo/Eranga Jayawardena
AS Desak Sri Lanka Hentikan Kremasi Paksa Muslim. Petugas pemakaman menunggu jenazah Covid-19 untuk dikremasi di pemakaman di Kolombo, Sri Lanka, Jumat (11/12).
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen luar negeri Amerika serikat (AS), Duta Besar AS, dan Senator AS telah mendesak Pemerintah Sri Lanka untuk menghentikan kebijakan wajib mengkremasi jenazah Muslim korban Covid-19. Hal ini untuk menghormati tradisi Islam, karena kasus kremasi paksa terhadap Muslim yang meninggal masih terjadi di Sri Lanka.

Baca Juga

Dilansir dari Tamil Guardian, Ahad (31/1), kebijakan Sri Lanka tentang kremasi paksa telah dikecam oleh warga lokal, internasional, serta oleh berbagai organisasi hak asasi manusia termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Human Rights Watch (HRW).

Departemen luar negeri AS mengungkapkan keprihatinan mereka melalui Twitter, mendesak Sri Lanka mengikuti pedoman kesehatan masyarakat internasional. Anjuran ini agar keluarga dapat mengirim orang yang mereka cintai ke pemakaman, sambil menghormati keyakinan agama dan tradisi budaya yang ada.

Duta Besar AS untuk Sri Lanka, Alaina B. Teplitz memposting ulang status Departemen Luar Negeri AS yang menyebut pemakaman korban Covid-19 telah dibenarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Karena itu, ia berharap Pemerintah Sri Lanka menghormati tradisi dan ajaran warganya yang Muslim.

 

Senator Amerika Serikat dan mantan ketua bersama Kaukus Sri Lanka di Dewan Perwakilan AS, Chris Van Hollen juga menyuarakan keprihatinan tentang kremasi paksa terhadap umat Islam. Ia bahkan mengirim sebuah surat kepada utusan Sri Lanka di Amerika Serikat, Ravinatha P. Aryasinha.

“Karena tindakan mengkremasi jenazah dilarang dalam Islam, kebijakan ini telah memperburuk stres dan kesedihan komunitas Muslim di Sri Lanka. Ini telah menyakiti korban Covid-19, keluarga mereka, dari hak pemakaman Islam," katanya.

Dia juga menjelaskan pedoman WHO mengizinkan penguburan dan kremasi. Dan bahwa tidak ada cukup bukti untuk membuktikan kremasi sebagai pengganti penguburan tradisional akan mencegah penyebaran Covid-19. Lebih lanjut, ia menambahkan memaksakan kremasi adalah pelanggaran hak asasi manusia.

 

“Pakar hak asasi manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan penerapan kremasi sebagai satu-satunya pilihan untuk menangani jenazah yang dikonfirmasi atau diduga Covid-19 adalah pelanggaran hak asasi manusia. PBB sangat mendesak Pemerintah Sri Lanka menghentikan kremasi paksa jenazah Covid-19," ujarnya.

 
Berita Terpopuler