Dosen UNS Ciptakan Telur Asin Rendah Sodium

Temuan inovatif berupa telur asin rendah sodium ini untuk penderita hipertensi

Antara/Syifa Yulinnas
Telur asin, (ilustrasi). Tiga dosen Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat temuan inovatif berupa telur asin rendah sodium untuk penderita hipertensi.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Tiga dosen Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat temuan inovatif berupa telur asin rendah sodium untuk penderita hipertensi. Ketiga dosen tersebut yakni, Setyaningrum Ariviani, Dwi Ishartani, dan Gusti Fauza.

Inovasi tersebut terletak pada proses pengasinan atau penggaraman telur yang mengganti garam sodium (NaCl) menjadi kalium klorida (KCl), menambahkan ekstrak daun jati pada adonan pengasin, serta memperhatikan suhu dan waktu pengovenan. Selain itu, tim ini juga menawarkan alternatif penggunaan itik intensif yang potensial.

Setyaningrum menjelaskan, ide penggantian NaCl menjadi KCl lantaran asupan natrium (Na) ataupun konsumsi garam sodium berlebih dapat memicu hipertensi dan berkorelasi positif terhadap risiko stroke. Hal itu diakibatkan ketidakseimbangan rasio sodium dan potassium. Sementara itu, riset membuktikan konsumsi KCl mampu menurunkan tekanan darah sitosolik hipertensi.

"Padahal penggaraman pada proses pembuatan telur asin umumnya menggunakan garam sodium (NaCl) yang mengakibatkan akumulasi NaCl di dalam kuning maupun putih telur," kata Setyaningrum seperti tertulis dalam siaran pers, Senin (1/2).

Anggota Pusat Penelitian & Pengembangan Pangan Gizi & Kesehatan Masyarakat (P4GKM) UNS tersebut menambahkan, subtitusi KCl mengakibatkan penurunan kualitas sensoris berupa warna, aroma, rasa, tekstur, maupun keseluruhan telur asin.

Untuk mengatasinya, Setyaningrum dan tim menambahkan ekstrak daun jati dalam adonan pengasin sebagai pengganti air. Pada riset tersebut digunakan telur itik semi intensif yang umum digunakan untuk membuat telur asin. Yakni telur dari itik yang dipelihara dengan sistem angon atau gembala, di mana pakannya berasal dari pakan buatan dan pakan yang diperoleh saat angon.

Pada riset selanjutnya, tim tersebut mencoba mengaplikasikan pada telur itik intensif yang merupakan hasil dari pemeliharaan sistem kandang yang secara keseluruhan mengonsumsi pakan buatan.

"Telur itik intensif menghasilkan telur dalam jumlah lebih banyak dibanding itik sistem pemeliharaan semi-intensif. Sehingga harganya pun lebih murah," imbuh Setyaningrum.

Untuk memperpanjang umur simpan dan menambah kesat tekstur telur asin rendah sodium yang dihasilkan, maka solusi berikutnya berupa penambahan proses pengovenan pada suhu 100 derajat Celcius selama 30 menit. Alternatif itu mampu menghasilkan telur asin rendah sodium dengan kualitas sensori berupa warna kuning telur, warna putih telur, aroma, rasa, dan tekstur terbaik.

Selama ini, faktor utama penerimaan konsumen dan permintaan pasar terhadap telur asin terletak pada tekstur kuning telur. Tekstur kuning telur yang masir dan berminyak lebih disukai konsumen. Keunggulan lainnya, umur simpan telur asin tersebut mencapai 12 hari.

"Hasil penelitian ini memberikan alternatif pengembangan telur itik intensif untuk produksi telur asin rendah sodium. Dan, sebagai produk inovasi telur itik asin yang lebih aman dan memiliki kualitas lebih baik," jelas Setyaningrum.

Riset terkait inovasi telur asin rendah sodium tersebut juga sudah meluluskan beberapa mahasiswa diantaranya Nur Hikmah Fitriyasih, Dyah Kartika Dewi, Liasandra Shafira dan Nidia Lestari.

 
Berita Terpopuler