Usulan Pilpres Digelar Setelah Pileg, Legislator: Itu Ideal

MK mengamanatkan bahwa pilpres, anggota DPR, DPD tidak bisa dipisahkan satu sama lain

Dok DPR
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus merespons terkait adanya usulan agar pemilihan presiden (Pilpres) 2024 digelar usai pemilihan legislatif (pileg). Menurutnya, usulan tersebut merupakan hal yang baik dan lebih ideal. 

"Bagusnya begitu, itu lebih ideal dan lebih valid datanya ketimbang lima tahun yang silam," kata Guspardi kepada Republika, Jumat (29/1). 

Kendati demikian, dirinya mengingatkan kembali terkait adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang desain keserentakan pemilu. Dalam putusannya, MK mengamanatkan bahwa pemilihan presiden, anggota DPR, DPD tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

"Artinya, yang diamanatkan MK itu keserentakan itu adanya di pilpres, DPR DPD, sedangkan pilkada rezimnya bisa berbeda namanya pemilu nasional ada pemilu lokal atau daerah, jadi itu yang diatur. Jadi yang nggak boleh nggak sama itu hanya pilpres, DPR, DPD," ujarnya. 

Selain itu, Guspardi juga mempertanyakan arti keserentakan yang dimaksud di dalam putusan MK. Apakah yang dimaksud serentak tersebut adalah keserentakan tahun atau harus dilakukan dalam satu waktu pemilihan.

"Yang diserentak itu apa arti serentak? Kalau dilaksanakan dalam tahun yang sama tidak ada persoalan kita dahulukan legislatif baru presiden," katanya.

Oleh karena itu, dia menilai, perlu ada upaya hukum untuk mengubah putusan MK tersebut. Dia berharap, upaya judicial review bisa kembali dilakukan penggiat demokrasi. 

 

Prinsipnya, dirinya melihat, bahwa usulan agar pilpres digelar usai pileg lebih kredibel dan lebih representatif ketimbang menggunakan hasil pileg 2019 lalu. "Kalau yang kemarin ini kan sudah jadi perdebatan, kok pemilunya 2019 hasil persyaratan itu pada 2014, kan gitu. Itu kan juga nggak pas," ungkapnya.

Sebelumnya Anggota Komisi II Fraksi PKB Yanuar Prihatin menyarankan, agar pelaksanaan pileg lebih dulu dilakukan. Setelah hasilnya ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), baru pelaksanaan pilpres digelar.

"Jika presidential threshold masih digunakan pada pemilu 2024, maka pelaksanaan pemilihan presiden/wakil presiden (pilpres) seyogyanya dilakukan setelah pemilu legislatif (pileg) usai, dan setiap partai sudah mengetahui perolehan suara dan kursi di DPR yang ditetapkan KPU," kata Yanuar dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Kamis (28/1).

 

Yanuar menjelaskan, alasannya lantaran hasil pemilu 2019 dinilai sudah usang. Selain itu hasil pemilu 2019 juga dinilai tidak bisa dijadikan dasar untuk memastikan bahwa hasil pemilu legislatif 2024 akan sama persis dengan pemilu 2019. 

 
Berita Terpopuler