Masjid di Myanmar Sediakan Makanan Gratis Selama Pandemi

Makanan dikirim ke pusat karantina, RS, dan orang miskin.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Masjid di Myanmar Sediakan Makanan Gratis Selama Pandemi. Umat muslim di Masjid Bengali Sunni Jameh, Yangon, Myanmar. Ilustrasi
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Potret kerukunan antaragama di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha ditunjukkan oleh upaya sebuah masjid yang berbagi bantuan tanpa memandang keyakinan. Di tengah pandemi virus corona yang melanda salah satu negara termiskin di Asia itu, sebuah masjid di Yangon justru menyedikan dan membagikan makanan gratis kepada yang membutuhkan untuk berbagai kalangan agama.

Baca Juga

Sejak September 2020, anggota masjid Yangon telah mengumpulkan dana dan menyediakan makanan yang dikemas setiap harinya untuk dikirimkan ke pusat-pusat karantina Covid-19, rumah sakit, dan orang-orang miskin atau kekurangan yang terdampak akibat karantina di ibu kota Myanmar tersebut.

Makanan tersebut awalnya dibuat untuk membantu umat Muslim yang di karantina yang tidak memiliki akses ke produk halal. Namun, hal itu berubah ketika gelombang kedua virus corona menjerumuskan negara itu ke dalam krisis, dan menghancurkan bisnis serta mata pencaharian.

"Kami tidak pernah menanyakan keimanan dan keyakinan orang-orang ketika mereka meminta bantuan kami," kata Zaw Min Latt, pengurus masjid Yangon tersebut kepada Vice World News, Selasa (26/1).

Selama periode puncak permintaan, masjid tersebut menyediakan 2.500 kotak makanan di pagi hari, dan 2.500 lainnya di malam hari. Makanan tersebut dikirimkan bagi semua orang di pusat karantina hingga pekerja medis garis depan.

 

"Orang-orang datang dan berterima kasih kepada kami setelah mereka menyelesaikan karantina dan rawat inap. Kami sangat senang. Kami juga menerima sumbangan dari anggota agama lainnya, umat Buddha, Hindu dan lainnya datang dan menyumbang kepada kami," kata Zaw Min Latt.

Ia mengatakan, bantuan itu bukan hanya makanan halal untuk Muslim, tetapi untuk orang lain yang membutuhkan. Ia juga menyoroti pilihan vegetarian bagi mereka yang tidak makan daging.

Langkah bantuan ini adalah operasi besar yang membutuhkan sekitar 120 relawan per hari di ruang kegiatan yang diubah menjadi dapur selama pandemi. Saat menyiapkan makanan, mereka memakai masker, sarung tangan plastik, dan jaring rambut.

Para relawan menyajikan sup dan kari, menambahkan bumbu, dan mengemas makanan dalam barisan yang diletakkan di atas meja panjang. Makanan tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam kantong plastik hitam dengan label untuk dikirim, dimasukkan ke dalam ambulans, dan diturunkan di sekitar kota.

Virus corona telah menewaskan lebih dari 3.000 orang di negara itu. Setidaknya, 500 kasus sehari mengancam sistem kesehatan yang diabaikan selama beberapa dekade pemerintahan militer.

Akan tetapi, di sisi lain wabah itu juga membantu menciptakan sumber persatuan, setidaknya di Yangon yang lebih kosmopolitan. Di kota ini, masjid, gereja, kuil Hindu, dan sinagog bertebaran di jalan-jalan pusat kota.

 

Di tengah situasi pandemi tersebut, anggota masjid segera turun membantu berbagai orang yang menghadapi pengangguran, kelaparan dan ketidakpastian. Hingga pandemi melanda, Than Zaw Htut, misalnya, bekerja di salah satu dari banyak bisnis pijat tunanetra di kota Yangon.

Usaha tersebut menjadi sumber mata pencaharian utama bagi mereka yang memiliki kesempatan terbatas. Tetapi, semuanya ditutup selama berbulan-bulan penerapan karantina.

"Kami buta, kami tidak punya kesempatan untuk keluar dan bekerja selama pandemi," kata Than Zaw Htut, seorang penganut Buddha, dalam sebuah wawancara.

Dia mengetahui tentang masjid tersebut dengan melacak secara online dengan aplikasi audio untuk tunanetra. Setelah menghubungi, dia dan rekan kerja lainnya yang tidak bekerja telah menerima makanan selama sekitar satu bulan sekarang.

"Saya sangat senang orang-orang Myanmar kami membantu satu sama lain tanpa memandang keyakinan agamanya," katanya.

Than Than Pyone, seorang wanita berusia 60 tahun dan Buddha yang tinggal di dekat masjid, turut berkecimpung dalam upaya bantuan masjid tersebut. Ia telah membantu sejak akhir tahun lalu. Baru-baru ini dia datang pagi-pagi sekali, siap untuk memasak dan menyiapkan pengiriman.

"Saya senang karena ini bisa sampai ke orang yang membutuhkan di rumah sakit," katanya sambil mengemas kotak demi kotak makanan.

 

https://www.vice.com/en/article/g5bmem/a-mosque-in-myanmar-is-providing-free-meals-during-covid-all-faiths-welcome

 
Berita Terpopuler