Opini Siswi Non-Muslim SMKN 2 Kenakan Jilbab di Sekolah

Republika mewawancarai beberapa siswi non-Muslim SMKN 2 Padang soal aturan jilbab.

Republika/Febrian Fachri
SMK Negeri 2 Padang saat ini sedang jadi sorotan karena pro-kontra aturan siswi memakai jilbab yang kemudian viral di media sosial. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrian Fachri

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Padang kini tengah menjadi sorotan sejak ada salah seorang siswi non-Muslim dan orang tua yang keberatan mengenakan jilbab di lingkungan sekolah. Pekan lalu, salah seorang orang tua murid bernama Elianu Hia memprotes pihak SMK 2 Padang karena merasa anaknya dipaksa memakai pakaian berkerudung di sekolah.

Protes Elianu ini menjadi viral karena ia sebarkan melalui akun sosial media Facebook milknya. Elianu yang merupakan non-Muslim terpaksa mendatangi sekolah karena anaknya sudah tiga kali dipanggil ke ruang bimbingan konseling lantaran tidak berpakaian seperti siswi lain yang memakai kerudung.

Baca Juga

"Jadi, anak saya ini sudah tiga minggu ini dipanggil terus ke kantor BK, sehingga akhirnya saya datang. Saya tanya, ini kebijakan siapa, karena tidak ada keputusan menteri pendidikan atau keputusan gubernur. Mereka menjawab, ini keputusan sekolah. Wajib katanya," kata Elianu, Jumat (22/1).

Menyusul polemik aturan jilbab itu, Republika mencoba mewawancarai beberapa siswi non-Muslim di SMKN 2 Padang. Siswi kelas XII, Elisabeth Angelia Zega, misalnya, selama ini merasa tidak keberatan mengenakan jilbab ke sekolah. Angel merasa tidak ada kerugian dengan mengenakan pakaian yang membuat dirinya seperti siswi beragama Islam.

"Tidak ada unsur paksaan. Dan saya juga sudah dari SMP memakai jilbab," kata Angel, Senin (25/1).

Angel mengatakan, dirinya bisa saja mengusulkan kepada pihak sekolah supaya dapat memakai pakaian yang tidak memakai jilbab. Tetapi, ia tidak melakukan hal itu karena ia tidak ingin ada perbedaan mencolok dari teman-temannya yang mayoritas beragama Islam dan memakai kerudung.

Baca juga : Kisah Tigor Mualaf, Murtad, Lalu Jadi Mualaf Lagi

Bagi Angel, memakai pakaian rok panjang, baju kurung, dan memakai jilbab sama sekali tidak memengaruhi imannya sebagai seorang pemeluk Protestan.

"Walau di sekolah pakaian saya seperti ini (pakai jilbab) iman saya tetap percaya Tuhan Yesus. Tak ada tekanan batin kalau pakaian pakai jilbab," ujar Angel.

Selain itu, orang tua Angel juga tidak keberatan dengan pakaian berjilbab yang ia kenakan sejak sekolah di SMP 4 Padang sampai sekarang duduk di SMK 2 Padang. Angel mempersilakan adik juniornya itu berprinsip tidak mau memakai seragam yang dikenakan murid mayoritas Islam.

"Silakan saja. Karena dari awal sekolah memang tidak memaksakan." kata Angel menambahkan.

Siswi non-Muslim SMK N 2 Padang lainnya, Yulita Hareva, mengaku tidak pernah merasa rendah diri karena memakai jilbab ke sekolah. Memakai jilbab, menurut Yulita, memang tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Tetapi, ia memilih memakai seragam berjilbab karena tidak ada dampak negatif terhadap dirinya.

"Sudah sejak SMP saya memakai jilbab ke sekolah, saya tidak pernah minder," kata Yulita, Senin (25/1).

Baca juga : Newstory: Aturan Jilbab Hingga Pengakuan Siswi Non-Muslim

Siswi jurusan akuntansi kelas XII itu sempat merasa canggung menggunakan jilbab sejak masih di bangku SMP. Karena sejak kecil ia sama sekali tidak pernah memakai jilbab.

Ketika itu, ia belajar memasang jilbab dari kakaknya. Kebetulan. kakaknya juga belajar di sekolah negeri dan memakai jilbab.

Tetapi dalam keseharian, Yulita merasa lebih nyaman tidak memakai jilbab. Karena dengan memakai jilbab, ia sering dianggap sebagai pemeluk agama Islam.

"Identitas agama saya kan bukan Muslim. Jadi sering dianggap orang Islam. Kalau ditanya lebih nyaman pakai jilbab atau tidak, saya lebih nyaman enggak pakai jilbab," ucap Yulita.

Yulita mengetahui kini sekolahnya menjadi sorotan lantaran ada salah satu adik kelasnya yang keberatan memakai jilbab. Menurut dia, sikap juniornya itu tidak salah. Ia mempersilakan bila ada siswi non-Muslim yang ingin berpakaian yang mencirikan identitas agama yang ia peluk.

Adapun, siswi Eka Maria Putri Waruhu mengatakan memakai jilbab di sekolah tidak mengganggu prinsipnya sebagai pemeluk agama Nasrani. Menurut Eka, memakai seragam rok panjang, baju kurung dan jilbab hanya atribut sebagai pelajar.

"Pakaian seperti ini (pakai jilbab) hanya atribut saja kok. Identitas saya sebagai pelajar SMK 2. Tidak kaitan dengan masalah iman," kata Eka, Senin (25/1).

Eka sudah terbiasa ke sekolah dengan seragam berjilbab. Ia sudah menjalani hal itu sejak duduk di bangku kelas IV SD.

Tapi bila ditanya masalah kenyamanan, Eka akan merasa lebih nyaman bila tidak memakai jilbab. Sebenarnya, ia bisa saja datang ke sekolah dengan seragam tanpa menggunakan jilbab. Karena menurut Eka, sekolah tidak mewajibkan siswi non-muslim harus memakai jilbab. Tapi ia memilih memakai seragam berjilbab supaya tidak berbeda dengan teman-temannya yang lain.

"Kalau misal saya datang ke sekolah tidak pakai jilbab, saya juga akan berusaha rapi. Karena aturan sekolah kan harus berpakaian rapi," ujar Eka.

Sementara, siswi non-Muslim bernama Yulia Hia mengatakan, dirinya selalu mengenakan seragam berjilbab karena ingin menyesuaikan dengan teman-temannya yang lain. Yulia mengaku tidak risih karena sama sekali tidak mempengaruhi agama dan kepercayaan yang ia yakini.

"Terpaksa memakai jilbab sih enggak. Saya hanya ingin menyesuaikan," kata Yulia, Senin (25/1).

Karena selalu memakai jilbab di sekolah bahkan sudah sejak SD, banyak orang beranggapan Yulia sebagai seorang muslimah. Terkadang, terbersit keinginan dari siswi jurusan Otomatisasi Tata Kelola Pemerintah kelas XII ini untuk tidak lagi memakai jilbab ke sekolah. Karena terkadang ia ingin mengenakan pakaian yang membuat identitasnya sebagai seorang Nasrani terlihat oleh khalayak umum.

"Kalau keinginan, ya enggak usah pakai jilbab. Karena orang taunya kami ini Muslim. Padahal kami Kristen," ucap Yulia.

Selama menjalani masa pendidikan sejak SD sampai SMK, Yulia selalu mengenakan pakaian berjilbab. Karena merasa sudah terbiasa, diri pribadi dan keluaga Yulia tidak pernah lagi mempermasalahkan. Terlebih sekarang karena sudah remaja beranjak dewasa, keluarga memberi ruang baginya untuk menentukan sikap.

Jilbab di seragam polisi Selandia Baru - (Republika)

Republika mendapatkan berkas tata tertib (tatib) siswa dan sanksi pelanggaran SMK N 2 Padang. Dalam file tatib ini aturan berpakaian tertera di dalam Bab III Pasal 5 yang terdiri dari 6 ayat.

Pasal lima berisikan tentang ketertiban dan penampilan pakaian seragam harian. Ayat a mengatur pakaian untuk Senin dan Kamis yaitu harus memakai kemeja putih lengan panjang lengkap dengan jas. Celana panjang/rok abu-abu model standar SMK Negeri 2 Padang. Sepatu kulit hitam dan kaos kaki putih sampai betis, kemudian ikat pinggang standar kulit hitam.

Ayat b mengatur tentang pakaian seragam pada Selasa. Yaitu kemeja batik seragam SMK Negeri 2 Padang, celana panjang/rok abu-abu model standar SMK N Padang, sepatu kulit hitam dan kaos kaki putih sampai betis dan ikat pinggang standar kulit hitam.

Ayat c mengatur tentang seragam hari Rabu. Yaitu kemeja putih lengan pendek kecuali siswi, lengkap. Celana panjang/rok abu-abu model SMK N Padang, sepatu kulit hitam dan kaos kaki putih sampai betis dan ikat pinggang standar warna hitam.

Ayat d mengatur pakaian untuk Jumat. Yaitu berpakaian muslim lengkap, celana panjang/rok abu-abu standar SMK N 2 Padang, sepatu kulit hitam dan kaos kaki putih sampai betis dan ikat pinggang standar kulit hitam.

Pada pasal 5 bab III ini juga tertera catatan pakaian praktik dipakai hanya saat pelajaran praktik laboratorium. Rambut pendek ukuran 1,2,3 sentimeter dengan penampilan sopan dan rapi.

Berkas tatib siswa dan sanksi pelanggaran SMK N 2 Padang ini ditanda tangani Kepala Sekolah Rusmadi pada 13 Mei 2020. Rusmadi mengatakan pihaknya akan segera merevisi aturan dan tata tertib berpakaian agar tidak ada celah diskriminasi.

Rusmadi mengakui selama ini aturan berpakaian di SMK 2 tidak tegas. Sehingga, ada kesalahan persepsi untuk menerapkan. Dengan aturan baru yang akan dibuat ini, menurut Rusmadi, SMK N 2 akan memberi ruang bagi murid non-Muslim menentukan pilihan sendiri untuk pakaian seragam yang akan dikenakan.

"Kita akan membuat tata tertib sekolah sesuai dengan keinginan yang disampaikan oleh ombudsman dan Kadisdik. Bahwa pakaian berjilbab itu hanya wajib untuk yang beragama Islam," kata Rusmadi, Senin (25/1).

Mantan Wali Kota Padang periode 2004-2014 Fauzi Bahar menjelaskan beberapa alasan dirinya mengeluarkan aturan mengenakan jilbab bagi siswi di Kota Padang saat ia masih menjabat. Fauzi mengeluarkan aturan siswi harus memakai baju kurung, rok panjang dan mengenakan jilbab pada 2005 lalu.

Tujuan utama, menurut Fauzi adalah untuk mencerminkan identitas perempuan minang yang menutup aurat. Fauzi ingin dunia pendidikan di Padang khususnya dan Sumbar pada umumnya mencerminkan jati diri Sumbar yang kental dengan nuansa Islami.

"Menutup kepala, memakai kerudung dan jilbab itu kebudayaan Minangkabau. Kami ingin institusi dunia pendidikan berbusana muslim agar itu menjadi cermin dari Sumatera Barat," kata Fauzi, Ahad (24/1).

Kemudian, alasan lain menurut Fauzi untuk menghindarkan pelajar perempuan dari aksi kejahatan. Dengan berpakaian menutup aurat peluang siswi menjadi korban kejahatan seksual menjadi terminimalkan.

Alasan tidak kalah penting lanjut Fauzi dari penerapan memakai jilbab adalah untuk mempersempit jurang pemisah antara murid anak orang kaya dengan anak orang miskin. Dulu sebelum sekolah menerapkan aturan berjilbab, menurut Fauzi, sangat terlihat perbedaan aksesoris anak orang kaya dengan anak orang miskin dari perhiasan yang dikenakan. Seperti gelang, kalung dan anting.

"Kan tidak semua orang tua mampu membelikan anak-anaknya anting emas dan perhiasan lainnya. Ketika semua sudah berjilbab, jurang pemisah itu jadi makin dipersempit," ujar Fauzi.

Fauzi menegaskan ,aturan yang ia buat tidak pernah memaksa siswi non-Muslim juga harus memakai jilbab. Untuk siswi non-Muslim menggunakan jilbab hanya bersifat imbauan. Tetapi pada kenyataannya mayoritas siswi non-muslim di sekolah negeri di Kota Padang menggunakan jilbab karena tidak ingin ada perbedaan mencolok dari teman-temannya yang lain.

"Mungkin maksud kepala sekolah meminta siswi non-Muslim juga memakai jilbab agar menghindari bully-an sesama teman karena mengenakan seragam berbeda dari murid-murid yang lain," kata Fauzi menambahkan.

Fauzi mengatakan persoalan aturan memakai jilbab di SMK N 2 Padang yang belakangan menjadi sorotan disebabkan adanya miskomunikasi antara pihak guru dan wali murid. Aturan yang dikeluarkan Fauzi pada 2005 lalu kewajiban memakai seragam berjilbab hanya untuk siswi Muslim. Bagi yang non-Muslim hanya bersifat imbauan atau menyesuaikan.

"Kewajiban memakai jilbab itu hanya untuk siswi non-Muslim. Bagi anak-anak kami yang non-Muslim hanya bersifat imbauan. Terkait masalah yang sekarang terjadi, hanya karena ada miskomunikasi antara guru, kepala sekolah dengan wali murid," kata Fauzi, Ahad (24/1).

In Picture: Yuk, Berjilbab Syar'i

Komunitas Islam yang tergabung dalam Solidaritas Peduli Jilbab (ilustrasi) - (Republika)

 
Berita Terpopuler