Dilema Belajar Tatap Muka

Pemerintah perlu menunda proses pembelajaran tatap muka selama pandemi Covid-19.

ANTARA/Fakhri Hermansyah
Sejumlah murid mengikuti simulasi kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di sekolah di SDN Karang Raharja 02, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (15/12/2020). Menurut keterangan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi, simulasi tersebut digelar untuk persiapan jelang KBM tatap muka pada Januari 2021.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Cecep Darmawan, Guru Besar dan Ketua Prodi PKN Program Magister dan Doktor pada FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia)

Pada 11 Januari 2021, satuan pendidikan memasuki semester genap tahun ajaran 2020/2021. Namun, berbagai sekolah di berbagai daerah masih memiliki kegamangan terkait proses pembelajaran.

Apakah proses pembelajaran tetap melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau mulai tatap muka di masa pandemi covid-19 saat ini. Pasalnya, banyak regulasi baru terkait perkembangan covid-19, yang silih berganti.

Pemerintah pun telah melansir kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jawa dan Bali yang akan diberlakukan pada 11-25 Januari 2021, dan dilanjutkan dengan kebijakan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diberlakukan secara parsial di sejumlah wilayah Jawa dan Bali. Khusus kebijakan PPKM pada 11 Januari hingga 25 Januari, ditegaskan bahwa kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring.

Sedangkan berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran, masih berlaku Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Nomor 04/KB/2020, Nomor 737 Tahun 2020, Nomor HK.01.08/Menkes/7093/2020, Nomor 420-3987 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), memperbolehkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka secara opsional alias tidak wajib.

Keputusan Bersama di atas, memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah daerah, kanwil, dan kantor Kemenag, untuk pemberian izin implementasi pembelajaran tatap muka. Pemerintah daerah kemudian meresponnya secara beragam atas Keputusan Bersama tersebut.

Sebagian ada yang menangguhkan atau membatalkan rencana pembelajaran tatap muka dan memutuskan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh. Namun ada juga yang tetap akan melaksanakan pembelajaran secara tatap muka di sekolah.

Keputusan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka di masa pandemi, memang sangatlah dilematis. Kian lama tidak terjadi pembelajaran tatap muka, maka optimalisasi proses pembelajaran mengalami kesulitan, terutama pada pembelajaran anak usia dini dan bagi mereka yang mengalami kendala teknis jaringan internet.

Di samping itu, pertumbuhan moralitas dan kedewasaan serta keterampilan sosial anak didik mengalami kendala tersendiri. Bahkan faktanya marak terjadinya kekerasan anak di lingkungan keluarga masing-masing.

Pada tataran lain, para pemangku kepentingan perlu mempertimbangkan aspek keselamatan siswa, guru, dan tenaga kependidikan jika hendak melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Ada sejumlah faktor yang wajib dipertimbangkan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah.

Antara lain terkait kepastian kesehatan dan keselamatan siswa, guru, dan tenaga pendidikan di sekolah, kondisi penyebaran Covid-19 di daerahnya, ketersedian sarana prasarana dan fasilitas layanan kesehatan sesuai protokol kesehatan di sekolah, sarana transportasi siswa, guru, dan tendik. Waktu belajar seminimal mungkin, bahan ajar diseleksi yang penting atau pokok saja, pembelajaran tatap muka diadakan tidak harus setiap hari, dan jumlah perserta didik di kelas amat dibatasi.

Selain itu, dalam pembelajaran tatap muka, diupayakan agar tidak ada jam atau jeda istirahat dan siswa tetap diberi opsi untuk tetap diberi layanan pembelajaran PJJ bagi mereka yang tidak mau belajar tatap muka. Persoalan lainnya yang harus diperhatikan ialah kesiapan infrastruktur sekolah dalam pemenuhan standar protokol kesehatan.

Faktor-faktor di atas sebenarnya sesuai dengan prinsip bahwa kesehatan dan keselamatan peserta didik, guru, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas yang utama. Akan tetapi, jika melihat kondisi persebaran kasus pasien covid-19 cenderung menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Bahkan di negara lain telah ditemukan varian baru virus corona yang telah bermutasi, yang lebih ganas dan lebih cepat menular. Tentunya hal ini menjadi ancaman yang serius jika pembelajaran tatap muka tetap dilaksanakan. Alih-alih belajar dengan tenang, kultur masyarakat Indonesia yang gemar berkerumun, dapat berpotensi membahayakan dan sulit dihindari.

Meski teknis pembelajaran tatap muka telah diatur secara komprehensif oleh pemerintah, dalam pelaksanaannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sesuai dengan regulasi yang ada, sejatinya proses pembelajaran tatap muka selama pandemi covid-19 tidaklah bersifat wajib melainkan bersifat opsional.

Pemerintah daerah, kanwil, dan kantor Kemenag pun harus melibatkan para orang tua dan satuan pendidikan untuk mempertimbangkan perizinan pembukaan sekolah tatap muka. Di samping itu, pemerintah pun harus membuka alternatif proses pembelajaran lainnya seperti melalui blended learning.

Terakhir, penulis menyarankan alangkah lebih bijaknya jika pemerintah menunda proses pembelajaran tatap muka selama pandemi Covid-19 belum usai, di sebagian besar wilayah NKRI, kecuali sedikit saja bagi daerah yang benar-benar aman. Penulis justru menagih janji Kemendikbud untuk memperkuat program digitalisasi pendidikan pada 2021 saat ini.

Hal inilah yang sangat urgen untuk direalisasikan selama pandemi covid-19 masih terus berlanjut, daripada membuka sekolah tatap muka dengan penuh resiko. Dengan adanya penguatan program digitalisasi pendidikan ini, diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran jarak jauh selama pandemi, sehingga berbagai hambatan yang terjadi dapat teratasi dan keselamatan siswa, guru, maupun tenaga kependidikan dapat terjaga.

 
Berita Terpopuler