Aksi Mogok Pedagang Daging Sapi

Pedagang daging sapi tak kuat hadapi kerugian terus menerus.

Republika/Thoudy Badai
Alat cacah daging tersimpan di los daging saat aksi mogok jualan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (20/1). Aksi mogok tersebut serentak dilakukan pedagang daging sapi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mulai Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1) sebagai bentuk protes imbas dari melonjaknya harga daging sapi mencapai Rp.130 ribu per kilogram. Republika/Thoudy Badai.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Eva Rianti, Uji Sukma Medianti, Dedy Darmawan Nasution

Setelah pedagang tahu dan tempe melakukan mogok jualan, kini giliran pedagang daging sapi yang memilih tidak berdagang. Kenaikan harga daging sapi yang dianggap terus terjadi membuat pedagang memilih setop berjualan dulu.

Seperti terjadi di PD Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Lapak pedagang daging sapi di sana sepi. Puluhan pedagang di PD Pasar Minggu berhenti berjualan sejak hari ini (20/1) hingga Jumat (22/1). Aksi ini dilakukan agar pemerintah segera menekan harga daging sapi yang terus melonjak.

Republika menelusuri sejumlah los daging di PD Pasar Minggu pagi ini, tapi tak ada tampak satu pun pedagang daging sapi yang berjualan. Hanya tampak penjual daging kambing di los daging.

Rojali, salah satu pedagang daging di PD Pasar Minggu, mengatakan, ia bersama rekan-rekannya memang sudah mulai mogok jualan hari ini. Langkah ini diambil karena penjualan mereka menurun drastis sejak harga daging melonjak jadi Rp 120 ribu hingga Rp 130 ribu per kilogram (kg).

"Pembeli merasa keberatan dan ngeluh. Apalagi tukang bakso. Sedangkan yang banyak beli itu ya tukang bakso atau nasi padang," kata Rojali di depan lapak dagingnya di Blok C Lantai Dasar PD Pasar Minggu.

Rojali menjelaskan, kenaikan harga daging terjadi secara perlahan dalam dua pekan terakhir. Harga per kg daging yang biasanya Rp 110 ribu naik hingga menjadi Rp 120 ribu hingga 130 ribu.

"Sebelum naik saya bisa jual 100 kg daging per hari. Sejak naik jadi Rp 130 ribu, saya cuma bisa jual 50-60 kg saja," kata Rojali.

Lanjut dia, jika terus berjualan, maka pedagang bisa merugi. Hasil penjualan tak bisa menutupi ongkos produksi, yang salah satunya adalah gaji pekerja. "Saya kan punya karyawan yang kerja. Kalau terus dipaksain jualan, sehari bisa rugi Rp 1 juta. Kalau lima hari sudah Rp 5 juta. Mending istirahat dulu," kata Rojali.

Rojali pun berharap agar pemerintah segera mencarikan solusi atas kenaikan harga daging ini. Aksi mogok ini diharapkan mendapat perhatian pemerintah. "Diharapkan pemerintah mengerti lah dengan kondisi begini. Coba cari solusinya," kata pria berusia 50 tahun itu.

Rojali menambahkan, semua pedagang daging di PD Pasar Minggu ikut mogok. "Jumlahnya sekitar 40 orang," kata Rojali yang sudah jadi penjual daging di sana selama puluhan tahun.

Ade (35 tahun), pedagang daging lainnya di PD Pasar Minggu, juga menyampaikan alasan serupa terkait aksi mogok. "Dengan demo ini, kita berharap agar harga daging bisa turun. Biar pembeli banyak lagi," kata Ade.

Aksi mogok pedagang daging sapi terjadi tak hanya di Jakarta. Para pedagang di Bodetabek kompak melakukan hal serupa.

Los daging sapi di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, hari ini juga sepi. Salah satu pedagang daging sapi di Pasar Ciputat yang melakukan mogok jualan, Suheli (30 tahun), menuturkan ikut tidak berjualan selama tiga hari ke depan seperti pedagang-pedagang lainnya.

Dia mengungkapkan, pada dasarnya aksi mogok yang dilakukan olehnya dan para pedagang daging sapi lainnya di Pasar Ciputat agar harga daging sapi yang saat ini mengalami kenaikan yang cukup tinggi bisa kembali normal. “Intinya, semua pedagang daging sapi mogok supaya harganya bisa normal lagi,” tutur Suheli kepada Republika.

Kenaikan harga daging sapi dinilai cukup mencekik. Harga daging sapi di rumah pemotongan hewan (RPH), kata dia, naik Rp 10 ribu per kg  dari Rp 85 ribu menjadi Rp 95 ribu. Dengan kenaikan itu, dia menjualnya kepada pembeli sekitar Rp 120 ribu hingga Rp 125 ribu. Akibat kenaikan tersebut, penjualannya secara otomatis turun karena permintaan menjadi lesu.

“Sebelum kenaikan itu bisa terjual 50 kilogram, bahkan bisa habis satu kuintal. Sekarang paling 40 kilogram,” ujarnya.

Dengan adanya penurunan penjualan tersebut, Suheli mengaku pendapatannya menjadi turun cukup dalam dari sekitar Rp 20 juta menjadi sekira Rp 10 juta sampai Rp 15 juta.

“Pendapatan menurun sekitar Rp 5 juta sampai Rp 10 jutaan. Biasanya (kalau sebelum kenaikan harga) dapatnya bisa Rp 20 juta sehari sampai Rp 25 juta,” terangnya.

Baca Juga

Sejumlah pedagang daging sapi beraktivitas di los daging saat aksi mogok jualan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (20/1). Aksi mogok tersebut serentak dilakukan pedagang daging sapi di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mulai Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1) sebagai bentuk protes imbas dari melonjaknya harga daging sapi mencapai Rp.130 ribu per kilogram. Republika/Thoudy Badai. - (Republika/Thoudy Badai)








Pedagang sapi impor, Muhammad Yusuf (45 tahun), mengatakan, kenaikan harga daging memang seakan tidak ada habisnya. “Saya ngikut orang-orang. Kata orang-orang libur ya libur, kompak. Soalnya (harga) daging ini enggak berhenti-berhenti naiknya, sedangkan penjualan di pasar itu masih lemah,” cerita Yusuf.

Yusuf menuturkan menjual khusus daging sapi impor karena tidak kuat menjual daging sapi lokal yang melambung tinggi. “Kalau (daging sapi) lokal saya tidak bisa. Bisa belanja tapi tidak bisa setor. Masalahnya harganya. Kalau Rp 130 ribu per potong kayaknya kewalahan,” terangnya.

Menurut penuturannya, harga daging sapi impor yang dijualnya juga mengalami kenaikan, namun tidak setinggi daging sapi lokal. Untuk daging sapi impor, kata dia, ada kenaikan dari Rp 70 ribu menjadi Rp 73 ribu per kilogram dari tempat pemasok.

Namun, dia tetap menjualnya ke pembeli dengan harga Rp 100 ribu hingga Rp 105 ribu per kilogram untuk tetap bisa menggaet pembeli. “Jadi intinya pada naik semua sejak awal tahun, jadi tidak cuma lokal tapi juga dari impor,” jelasnya.

Pedagang daging sapi di Pasar Kranji Baru, Kecamatan Bekasi Barat,  Rudi (34), mengatakan, aksi mogok jualan dilakukan sebagai puncak kekesalan para pedagang daging akan tingginya harga jual. Dia menuturkan, harga daging sapi eceran di tingkat rumah potong sudah naik sejak hari libur Natal lalu.

"Jadi ini memang puncak kekesalan kami ya. Harga mulai naik sejak Natal. Dari yang tadinya Rp 110 ribu menjadi Rp 120 ribu," kata Rudi saat ditemui.

Kondisi ini diperparah karena adanya pandemi Covid-19. Sebagai pedagang daging yang sudah berpengalaman sejak tahun 2010, ia paham betul bahwa barang dagangannya itu kebanyakan dinikmati oleh konsumen menengah atas.

"Kebanyakan kan daging yang konsumsi itu orang menengah atas. Nah mereka selama corona pada mengurangi beli daging. Bisa dibilang kami itu sudah jatuh tertimpa tangga," ungkapnya.

Ketua Harian Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI), Asnawi, menjelaskan, kenaikan harga mulai terjadi sejak Juli 2020 dan terus berlangsung hingga Januari 2021. Rata-rata kenaikan mencapai Rp 13 ribu per kilogram (kg) untuk pembelian sapi impor dari Australia.

Kenaikan itu terjadi karena para importir sapi sudah mendapatkan harga yang sangat tinggi dari Australia. "Per Juli 2020 sudah pada posisi 3,6 dolar AS (Rp 50.400 kurs Rp 14 ribu) per satu kilogram bobot hidup sapi bakalan, dan harga per Januari 2021 sudah 3,9 dolar AS (Rp 54.600). Ini belum termasuk biaya-biaya bongkat muar pelabuhan dan transformasi angkutan," kata Asnawi dalam keterangannya.

Ia mengatakan, akibat kenaikan harga yang terus terjadi, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan telah meminta kepada Gapuspindo untuk tidak menaikkan harga dalam dua bulan ke depan. Dengan kata lain, tetap pada harga Rp 47 ribu-Rp 48.500 untuk harga sapi hidup di feedlot atau setara dengan harga karkas Rp 95 ribu-Rp 98 ribu per kg.

Menurutnya, dalam upaya stabilisasi harga dan kecukupan ketersediaan sapi siap potong, pemerintah dalam waktu dekat melalui Kementerian Perdagangan akan melakukan pemberian izin kepada para importir untuk melakukan impor sapi dari negara Meksiko dan sapi slaughter dari Australia.

Pemerintah, kata Asnawi juga berjanji untuk segera memberikan pengumuman terkait kenaikan yang bersifat anomali bahwa harga jual daging sapi di tingkat pengecer atau pedagang daging sebesar Rp 130 ribu per kg. "Kemendag juga tidak bisa memaksakan pedagang mesti harus berdagang walau harus menanggung kerugian, dan juga tidak mempersalahkan jika pedagang daging sapi tidak berdagang karena itu pilihan," kata Asnawi.

Sejumlah lapak daging sapi di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan tampak kosong. Para pedagang di pasar tersebut memutuskan mogok jualan selama tiga hari dari Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1), menyusul adanya kenaikan harga komoditas tersebut. - (Republika/Eva Rianti)

 
Berita Terpopuler