Fokus Utama Vaksin, Kurangi Angka Kesakitan dan Kematian

Mengurangi angka kesakitan dan kematian Covid penting karena nakes sudah kewalahan.

Agus Suparto/Istana Kepresidenan
Presiden Joko Widodo menerima suntikan dosis pertama vaksin Covid-19 oleh tim dokter kepresidenan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/1).
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rr Laeny Sulistyawati, Desy Suciati Saputri

Presiden Joko Widodo sudah menerima vaksinasi Covid-19 pada pagi ini. Pemberian vaksin perdana ke Presiden dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya diharap memberikan keyakinan ke masyarakat untuk bersedia menjalani program vaksinasi Covid-19.

Epidemiolog memastikan vaksin dapat mengurangi angka kesakitan atau kematian akibat Covid-19 dalam waktu cepat. Berkurangnya pasien dengan gejala berat akibat Covid-19 diharapkan bisa meringankan kerja tenaga medis yang saat ini sudah kewalahan.

“Yang pasti, paling cepat, adalah vaksin dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian,” kata Epidemiolog Universitas Padjadjaran dr Panji Fortuna Hadisoemarto, Rabu (13/1), dalam Rakor Sub Divisi Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 se-Jawa Barat secara virtual dari Kota Bandung.

Dengan angka kesakitan yang berkurang, diharapkan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan dan rumah sakit darurat tetap terjaga di level aman. Saat ini tingkat keterisian tempat tidur di kabupaten/kota sudah di atas 80 persen atau dalam level kritis.

“Jika angka kesakitan berkurang, pasien yang dirawat pun berkurang sehingga BOR (bed occupancy rate) tidak akan pernah penuh,” katanya.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) berusaha terus agar rumah sakit bisa menambah tempat tidurnya untuk menampung pasien Covid-19. Sekretaris Jenderal Persi, Lia G Partakusuma, mengatakan upaya tersebut namun tidak mudah.

Menambah tempat tidur artinya rumah sakit harus menggeser pasien non-Covid-19. Penambahan juga berdampak ke SDM. Sementara rumah sakit juga harus melindungi tenaga kesehatannya. Mereka tidak boleh kerja berlebihan dan dibutuhkan dana untuk melakukan skrining Covid-19 berkala.

Penurunan jumlah penderita Covid-19 yang membutuhkan perawatan tentu akan sangat meringankan beban rumah sakit. Serta memberi kesempatan bagi pasien non-Covid untuk juga mendapatkan kesempatan perawatan yang sama.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan tenaga kesehatan di rumah sakit dengan tingkat keterisian kamar lebih dari 60 persen saat ini sudah sangat kewalahan menangani pasien Covid-19. Jika kasus positif semakin meningkat, maka ia mengkhawatirkan beban tenaga kesehatan dan potensi terpapar virus semakin meningkat.

“Saya ingatkan, pada Desember saja sudah ada 49 orang dokter yang meninggal akibat Covid-19. Tidak selayaknya kita kehilangan tenaga kesehatan dari kelalaian kita untuk menanggulangi pandemi ini,” kata Wiku, Selasa (12/1).

Satgas melaporkan, 10 besar provinsi memiliki tingkat keterisian tempat tidur ruang isolasi dan ICU lebih dari 60 persen. Tingkat keterisian tempat tidur di DKI Jakarta yang tertinggi yakni mencapai 82 persen, Banten mencapai 81 persen, DIY sebesar 78 persen, Jawa Barat sebesar 75 persen, dan Jawa Timur sebesar 71 persen.

Sedangkan tingkat keterisian kamar di Sulawesi Selatan mencapai 71 persen, Jawa Tengah sebesar 71 persen, Sulawesi Tengah sebesar 65 persen, Kalimantan Timur sebesar 64 persen, dan Lampung sebesar 63 persen.

“Apabila tempat tidur di fasilitas kesehatan penuh 100 persen, maka pasien-pasien Covid-19 baru, terlepas dari tingkat keparahan penyakitnya dan kebutuhannya atas penanganan di rumah sakit, tidak akan bisa ditangani,” jelas Wiku.

Sementara kemarin sebanyak 302 orang meninggal dunia dalam 24 jam terakhir ini dan menjadikan total kasus meninggal karena Covid-19 mencapai 24.645 orang. Jumlah kasus meninggal akibat Covid-19 adalah rekor terkini di Tanah Air.

Baca Juga

Proses Registrasi dan Verifikasi Penerima Vaksin Covid-19 - (Republika)



















Vaksinasi Covid-19 juga ditujukan untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), namun dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk mewujudkannya. Menurut epidemiolog Universitas Padjadjaran dr Panji Fortuna Hadisoemarto, ada pandangan keliru di masyarakat bahwa vaksin dapat membentuk kekebalan kelompok dalam waktu cepat. Lebih keliru lagi, vaksin disamakan dengan obat yang dapat menyembuhkan penyakit Covid-19.

“Kekebalan kelompok paling tidak butuh waktu setahun dari sekarang karena harus mencakup 70 persen penduduk,” sebutnya.

Kekebalan kelompok, katanya, tergantung dari tiga keadaan. Pertama, seberapa tinggi penularan setelah vaksinasi. “Vaksin dapat mencegah sakit tapi tidak mencegah penularan. Kalau penularan (masif) terjadi, herd immunity tidak akan terjadi,” ungkapnya.

BPOM menyatakan efikasi vaksin Sinovac 65,3 persen. Menurut Panji, efikasi beda dengan efektivitas karena efikasi diukur pada tingkat uji klinis. Dalam kenyataannya, jika seseorang punya penyakit penyerta (komorbid) sangat mungkin efikasi 65,3 persen tidak tercapai.

“Mungkin lebih rendah, tidak mungkin lebih tinggi. Tapi yang diharapkan tidak akan menurun terlalu jauh,” katanya.

Keadaan kedua, seberapa lama perlindungan yang diberikan vaksin. Vaksin Sinovac yang akan disuntikkan di Jabar mulai Kamis (14/1), harus diinjeksi ke satu orang dengan dua dosis atau dua kali penyuntikan. Jarak waktu antara penyuntikan pertama dan kedua adalah dua pekan. Vaksin Sinovac baru akan memberi proteksi dua minggu setelah penyuntikan kedua.

Ketiga, sebanyak apa cakupan masyarakat yang akan divaksin. Secara nasional orang yang harus divaksin 181,5 juta jiwa. Tahap pertama untuk pekerja di kantor kesehatan berjumlah 1,3 juta jiwa.

“Ini baru satu persen saja, sedangkan herd immunity cakupannya harus 70 persen. Jadi masih buruh waktu kurang kebih satu tahun lagi. Tapi untuk mengurangi angka kesakitan, itu pasti,” katanya.

Panji melanjutkan, orang yang positif Covid-19 sebetulnya tidak perlu disuntik vaksin. Tapi tidak menutup kemungkinan orang divaksin tapi ternyata positif Covid-19 tanpa diketahui.

“Tapi hingga kini belum ada laporan orang yang demikian mengalami efek samping yang buruk,” ungkapnya.

Setelah disuntik vaksin, menurutnya, orang tidak perlu melakukan isolasi mandiri selama dua pekan. “Tapi kan pasti ada yang nanya, kan sudah divaksin kenapa masih pakai masker? Jawab saja, lebih baik dobel perlindungan daripada single,” ujar Panji.

Namun Panji yakin vaksin Sinovac memiliki tingkat keamanan tinggi untuk disuntikkan karena sudah mengantongi izi penggunaan darurat dari BPOM. Apalagi vaksin ini sudah mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia.

Secara umum ada empat tujuan vaksinasi secara bertahap. Tahap pertama, mengurangi angka kesakitan dan kematian. Kedua, membentuk kekebalan kelompok. Ketiga, memperkuat sistem kesehatan masyarakat. Tahap keempat, menjaga produktivitas serta mempercepat pemulihan ekonomi dan sosial.

Penanggung jawab komunikasi sosial politik pelaksana KPCEN Dila Amran mengatakan, setelah vaksinasi masyarakat wajib meningkatkan disiplin prokes dari 3M ke 5M. Selain memakai masker menjaga jarak mencuci tangan pakai sabun, perlu ditambah menjauhi kerumunan dan membatasi mobilitas.

Menurutnya, pemerintah saat ini menghadapi tantangan berat karena beberapa survei menyebutkan tingkat penerimaan vaksin masyarakat terus bergerak. Pada Agustus 2020, sebanyak 64,8 persen menerima vaksin, kemudian turun menjadi 39 persen, 37 persen, dan terakhir 31 persen.

Untuk menyukseskan vaksinasi, semua elemen dari pusat sampai RT/RW harus bergerak mengampanyekan pesan positif. “Lokalitas sangat penting, pemda harus lebih agresif. Faskes dan posyandu sangat penting. Jangan sampai orang datang pada suntikan pertama, tapi tidak datang pada penyuntikan kedua,” katanya.

Menurut Dila, setelah mendapat sertifkasi halal dan suci dari MUI serta izin penggunaan darurat dari BPOM, vaksin Sinovac yang sudah ada di gudang provinsi saat ini sangat aman disuntikkan. Tapi jangan lupa setelah divaksin prokes 5M harus dijalankan. “Pesannya adalah vaksin aman, imun, dan prokes dijalankan,” tutupnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap agar 70 persen masyarakat di Indonesia mau mengikuti vaksinasi Covid-19 agar tercipta kekebalan komunitas. "Jadi seluruh 70 persen dari umat manusia di dunia harus bisa divaksinasi agar tujuan itu tercapai. Partisipasi dari teman-teman, dari seluruh rakyat Indonesia akan sangat menentukan keberhasilan program ini," kata Budi Gunadi di kompleks Istana Negara Jakarta, Rabu.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Muhammad Faqih yang hari ini juga ikut dalam pemberian vaksinasi perdana meminta agar tenaga kesehatan mau ikut divaksin. "Khusus kepada para tenaga kesehatan dan dokter kalau kekebalan tubuh kita terbentuk maka kita juga dapat mengurangi angka gugurnya dokter dan tenaga kesehatan yang saat ini sudah 500 orang lebih. Kita lakukan vaksinasi ini agar persoalan Covid-19 bisa diselesaikan," kata Faqih.

Ikut hadir juga dalam melakukan vaksinasi tersebut Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025 Amirsyah Tambunan, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis

"Saya adalah orang yang pertama di Polri melakukan vaksin, ini pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kita semua harus melaksanakan vaksinasi agar secepatnya keluar dari pandemi COVID-19 yang melanda hampir semua negara," kata Idham.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diketahui telah memberikan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac pada Senin (11/1). EUA diberikan setelah BPOM mendapatkan data dari uji klinis tahap ketiga yang dilakukan di Bandung, Turki, dan Brasil.

BPOM menyebut data efikasi virus Sinovac berdasarkan uji klinis tahap ketiga di Bandung adalah sebesar 65,3 persen atau telah memenuhi ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 50 persen. Sebelumnya hasil uji klinis tahap ketiga di Turki menunjukkan efikasi sebesar 91,25 persen dan di Brasil sebesar 78 persen.

Pada aspek keamanan pun dipastikan vaksin Sinovac tidak memiliki efek samping berat namun hanya ringan hingga sedang yaitu nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik berupa nyeri otot, kelelahan dan demam.

Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (8/1) memastikan vaksin Sinovac suci dan halal. Keputusan itu dihasilkan setelah diskusi panjang rapat komisi fatwa pasca mempelajari data vaksin Sinovac terkait penggunaan bahan-bahan yang sifatnya tidak halal.

Kelompok Prioritas Vaksinasi Covid-19 - (republika/mardiah)

 
Berita Terpopuler