Bantahan China dan Tweet Sterilisasi Paksa Muslimah Uighur

China mencuitkan keberhasilan sterilisasi paksa Muslimah Uighur.

AP Photo
China mentweet keberhasilan sterilisasi paksa Muslimah Uighur. Ilustrasi muslimah uighur
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Pemerintah China membantah dituduh melakukan sterilisasi kandungan secara paksa kepada seluruh perempuan dari kelompok minoritas Muslim Uighur. Namun, tweet yang diunggah Kedutaan Besar China di Amerika Serikat justru seakan-akan membenarkan tuduhan itu dengan dalih yang berbeda.

Baca Juga

Tweet yang ditulis pada Kamis (7/1), Kedutaan Besar China di Amerika Serikat mengatakan, perempuan Muslim di Provinsi Xinjiang "bukan lagi mesin pembuat bayi" dan bahwa penurunan pertumbuhan populasi di seluruh provinsi menyebabkan penurunan terorisme. 

Kicauan itu mendapat pukulan balik dan menyerukan Twitter untuk menghapusnya, mengingat kampanye menindas Pemerintah China terhadap Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya. 

Seperti yang telah beredar, Pemerintah China digembar-gemborkan telah melakukan genosida kepada minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.  

Menurut artikel yang diterbitkan China Daily, surat kabar berbahasa Inggris milik Partai Komunis China, telah terjadi penurunan angka kelahiran dan laju pertumbuhan populasi alami di wilayah otonomi Xinjiang Uighur pada 2018. 

Studi dan siaran pers Pemerintah China mengaitkan penurunan pertumbuhan penduduk dengan program keluarga berencana dan ekstremisme agama atau yang mereka sebut dengan pendidikan baru.

Namun, para ahli tetap percaya bahwa perempuan-perempuan Uighur di Xinjiang sedang disterilkan. "Mereka (China) terus berusaha keluar dari tuduhan genosida," kata Adrian Zenz, rekan senior di Victims of Communism Memorial Foundation, dilansir dari ABC News, Sabtu (9/1).   

 

Penelitian Zenz pada Juni 2020 memberikan bukti substansial untuk kampanye "sterilisasi massal paksa" yang terjadi di Xinjiang.

China memang tengah diawasi dalam kaitan perlakuan mereka terhadap minoritas Uighur, di mana mereka menempatkan minoritas tersebut  ke dalam kamp-kamp yang sengaja dibangun Pemerintah China. China mengeklaim, di dalam kamp tersebut minoritas Uighur mendapatkan pendidikan ulang.

Padahal, kamp-kamp tersebut adalah penjara bagi Uighur. Menurut penelitian Zenz, otoritas China akan menahan perempuan yang tidak mengikuti aturan pemasangan paksa alat kontrasepsi IUD (alat pencegah kehamilan), sterilisasi, bahkan aborsi. 

"Kami pertama kali mengira bahwa penahanan dan penegakan ketat keluarga berencana sangat menekan tingkat pertumbuhan penduduk di wilayah Uighur," kata Zenz kepada ABC News pada Juni 2020.  

"Tapi, kemudian saya dikejutkan ketika saya mencoba menggali lebih dalam dan menemukan rencana untuk mengurangi kelahiran alami atau pertumbuhan populasi alami mendekati nol pada tahun 2020," kata Zenz. 

Meski sempat dibantah, tampaknya Pemerintah China saat ini setuju dengan penelitian Zenz. Bahwa angka kelahiran di Xinjiang menurun dari 1,6 persen pada 2017 menjadi satu persen pada 2018 dan tingkat pertumbuhan penduduk alami turun dari 1,1 persen menjadi 0,6 persen.   

Sebuah artikel yang diunggah Kedutaan Besar China di Amerika Serikat membandingkan pertumbuhan populasi Uighur dengan mayoritas Han. Etnis Han China merupakan kelompok etnis utama negara itu.

Pemerintah China mengeklaim bahwa selama bertahun-tahun telah terjadi pertumbuhan secara tidak proporsional yang menguntungkan orang Uighur. 

Yakni, ketika populasi (Uighur) tumbuh 10,2 juta pada 2010 menjadi 12,7 juta pada 2018, meningkat lebih dari 25 persen. "Sedangkan, populasi orang Han di wilayah tersebut meningkat hanya dua persen menjadi sembilan juta pada periode yang sama," tulisnya.

Namun demikian, China tetap dengan tegas menyangkal tuduhan sterilisasi paksa. China bahkan memanggil Adrian Zenz dan penelitiannya secara langsung yang menyatakan bahwa penurunan populasi sebagian besar adalah hasil dari tindakan keras negara tersebut terhadap terorisme dan bukan karena sterilisasi paksa terhadap perempuan Uighur.

"Dalam proses pemberantasan ekstremisme, pikiran perempuan Uighur dibebaskan dan kesetaraan gender dan kesehatan reproduksi dipromosikan, menjadikan mereka bukan lagi sebagai mesin pembuat bayi, perempuan telah berjuang untuk menjadi sehat, percaya diri, dan mandiri," menurut studi baru pemerintah.

Laporan berita bulan lalu mengindikasikan bahwa Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sedang mempertimbangkan untuk mengklasifikasikan tindakan China di Xinjiang sebagai genosida.

Departemen Luar Negeri tidak akan mengonfirmasi laporan ini, tetapi seorang juru bicara mengatakan, departemen tersebut sangat prihatin tentang kampanye represi mengerikan Republik Rakyat China di Xinjiang terhadap orang Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya.

 

Sumber: https://abcnews.go.com/International/chinese-embassy-tweet-uighurs-birth-rate-draws-instant/story?id=75118569    

 

 

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler