Sistem Bank Sentral Selandia Baru Diretas

Sifat dan tingkat informasi yang berpotensi diakses masih dianalisa.

AP Photo/Nick Perry
Gubernur Reserve Bank of New Zealand Adrian Orr
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Salah satu sistem data Bank sentral Selandia Baru dibobol peretas pada Ahad (10/1). Kejadian ini memungkinkan para peretas dapat mengakses informasi sensitif, baik secara komersial maupun pribadi.

Baca Juga

Dalam sebuah pernyataan, bank yang berbasis di Wellington itu menyebutkan, layanan berbagi file pihak ketiga yang digunakan oleh Reserve Bank of New Zealand untuk berbagi dan menyimpan informasi sensitif telah diakses secara ilegal.

Gubernur Bank Sentral Adrian Orr mengatakan, peretasan itu telah diatasi dan fungsi inti maupun kegiatan operasional perbankan tetap berjalan secara sehat.

"Kami bekerja sama dengan ahli keamanan siber domestik dan internasional serta otoritas terkait lainnya sebagai bagian dari penyelidikan dan tanggapan kami terhadap serangan jahat ini," katanya, seperti dilansir di Reuters, Ahad.

Orr menambahkan, sifat dan tingkat informasi yang berpotensi diakses masih dianalisa. Tapi, kemungkinan, beberapa informasi tersebut bersifat sensitif secara komersial dan pribadi.

 

Saat ini, sistem bank telah diamankan dan dimatikan hingga penyelidikan tahap awal sudah rampung. "Ini akan membutuhkan waktu karena kami harus memahami implikasi penuh dari peretasan. Kami bekerja dengan pengguna sistem yang informasinya mungkin telah diakses," tutur Orr.

Bank menolak menjawab pertanyaan yang lebih detail melalui email. Sampai saat ini, masih belum jelas kapan peretasan dilakukan atau apakah ada indikasi siapa yang bertanggung jawab dan di negara mana layanan berbagi file tersebut berasal.

Tidak hanya bank sentral, beberapa organisasi besar di Selandia Baru telah menjadi sasaran gangguan di dunia maya pada tahun lalu. Tidak terkecuali Bursa Efek Selandia Baru yang servernya sempat tidak dapat dilihat oleh publik selama hampir sepekan pada Agustus.

 

Profesor ilmu komputer di Universitas Auckland Dave Parry mengatakan kepada Radio Selandia baru, pemerintah lain kemungkinan berada di balik pelanggaran data bank ini. "Pada akhirnya, jika Anda melihat dari perspektif kriminal, lembaga pemerintah tidak akan membayar tebusan Anda atau apapun, jadi Anda mungkin lebih tertarik pada permasalahan dari pemerintah ke pemerintah (government to government)," ucapnya.

 
Berita Terpopuler