UEA: Normalisasi dengan Qatar Dimulai di Sektor Perdagangan

UEA menyatakan normalisasi dengan Qatar perlu waktu panjang

Wikipedia
UEA menyatakan normalisasi dengan Qatar perlu waktu panjang Bendera Qatar. Ilustrasi
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab, Anwar Gargash, menyatakan pemulihan hubungan dengan Qatar akan membutuhkan waktu yang panjang. 

Baca Juga

Dia mengatakan, meski sudah ada kesepakatan persatuan, negara-negara Teluk ingin terlebih dulu melanjutkan hubungan dagang dan perjalanan dengan Qatar.

Gargash menjelaskan, kelanjutan hubungan dagang dan perjalanan dengan Qatar didahulukan sebelum membangun kembali hubungan normal dengan Doha. 

UEA dan negara-negara Teluk lainnya pertama-tama akan mengerjakan urusan maskapai penerbangan, pengiriman dan perdagangan dengan Qatar. 

Sedangkan di sektor lain, dia mengakui, perlu memakan waktu untuk dilakukan kerja sama. "Kami punya masalah jika harus membangun kembali kepercayaan (kepada Qatar)," tutur dia seperti dilansir di Al-Monitor, Jumat (8/1).

Senin kemarin, Arab Saudi dan Qatar sepakat untuk membuka perbatasan mereka satu sama lain untuk pertama kalinya sejak 2017. Keesokan harinya, negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) juga menandatangani kesepakatan yang menjanjikan solidaritas bersama.

Anggota GCC antara lain Arab Saudi, Qatar, UEA, Bahrain, Oman dan Kuwait. Perjanjian tersebut berakar pada krisis diplomatik Qatar 2017. Ini terjadi ketika Arab Saudi dan sekutunya UEA, Mesir, dan Bahrain memutuskan hubungan dengan Qatar dan menutup perbatasan darat dan laut serta ruang udara ke sana.

Kuartet tersebut menuduh Qatar mendukung terorisme. Qatar memiliki perbedaan kebijakan dengan Arab Saudi dan sekutunya, terutama terkait hubungan Qatar dengan Ikhwanul Muslimin dan Iran. Qatar mengajukan gugatan hukum terhadap tindakan kuartet tersebut dan membantahnya mendukung terorisme.

Kesepakatan persatuan yang dijalin negara-negara Teluk, bagaimana pun, diapresiasi banyak negara. Italia memuji perjanjian yang disebut AlUla itu, yang ditandatangani para pemimpin negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) selama pertemuan puncak organisasi di Kerajaan pada Selasa kemarin.

Putra Mahkota Kerajaan Mohammed bin Salman menggambarkan perjanjian itu sebagai "kesepakatan untuk solidaritas dan stabilitas" di wilayah tersebut. Ini mengakhiri krisis diplomatik yang dimulai pada 2017 ketika Mesir dan anggota GCC Arab Saudi, UEA dan Bahrain memutuskan hubungan dengan Doha.  

 

 

 
Berita Terpopuler