Polandia Dakwa Dua Tersangka Penyerangan Masjid

Para pelaku juga berencana menyebarkan zat beracun di masjid.

Dok Istimewa
Polandia Dakwa Dua Tersangka Penyerangan Masjid. Masjid Khruszyniany Polandia (ilustrasi)
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA -- Polandia mendakwa dua tersangka yang diduga merencanakan serangan teror di sebuah tempat ibadah umat Muslim. Para tersangka yang diduga sayap kanan itu dituntut karena mempersiapkan kejahatan yang bisa mengancam kehidupan atau kesehatan banyak orang atau properti dengan menggunakan bahan peledak.

Baca Juga

Mereka juga didakwa dengan penghasutan publik untuk membunuh kelompok etnis dan agama, kepemilikan bahan peledak dan senjata api tanpa izin, dan pengangkutan obat-obatan terlarang di dalam Uni Eropa.

Mereka menghadapi hukuman penjara hingga 10 tahun jika terbukti bersalah. Pihak berwenang mengatakan, serangan itu direncanakan untuk objek religius tertentu dari komunitas Islam. Para pelaku juga berencana menyebarkan zat beracun.

Dilansir di Euronews , Jumat (8/1), para jaksa di Szczecin mengajukan dakwaan terhadap keduanya bulan lalu, menyusul investigasi bersama yang dipimpin oleh Badan Keamanan Dalam Negeri Polandia. Menurut pihak berwenang, kedua tersangka telah merencanakan untuk "mencegah islamisasi" di Polandia.

 

Kedua terdakwa dikatakan hendak mencegah "pandangan ekstrem", menyerukan kekerasan dan islamofobia. Salah satu dari keduanya juga membuat manifesto, mirip dengan yang ditulis oleh teroris sayap kanan dalam serangan masjid Christchurch, Selandia Baru pada 2019.

Pihak berwenang menambahkan dalam sebuah pernyataan, manifesto itu termasuk seruan untuk melakukan penganiayaan terhadap pendatang baru dari luar Polandia, termasuk penggunaan senjata api dan bahan peledak. Kedua tersangka ditangkap di Warsawa dan Szczecin oleh Badan Keamanan Internal pada November 2019 dan keduanya telah diawasi sejak 2013.

Selama penyelidikan, empat senjata api, termasuk senapan mesin pelacak dan amunisi, serta bahan peledak disita, bersama dengan alat yang memungkinkan produksi bahan dan zat berbahaya. Seorang juru bicara Menteri Koordinator Layanan Khusus menambahkan, salah satu tersangka telah memproduksi senjata api, amunisi dan bahan peledak meskipun ada perintah pengadilan sebelumnya.

 

Selain itu, ditemukan delapan botol berisi bahan kimia sangat beracun dan lebih dari 170 buku tentang produksi bahan peledak. Polisi juga menemukan pembawa data elektronik yang dapat digunakan untuk memelihara komunikasi terenkripsi. Orang ketiga juga didakwa memiliki bahan peledak prekursor tanpa izin, sebuah pelanggaran yang dapat dihukum hingga dua tahun penjara.

 
Berita Terpopuler