PSBB Diperketat, Ekonomi Berpotensi Kembali Negatif

PSBB harus dijalankan seiring dengan penambahan kapasitas tes dan tracing masif.

Antara/Aprillio Akbar
Warga berjalan di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (17/12). Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan, pengetatan pembatasan sosial yang kembali diberlakukan oleh pemerintah pada pekan depan akan berdampak signifikan terhadap ekonomi. Kebijakan ini bahkan berpeluang mendorong pertumbuhan ekonomi di level negatif, terutama pada kuartal pertama.
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan, pengetatan pembatasan sosial yang kembali diberlakukan oleh pemerintah pada pekan depan akan berdampak signifikan terhadap ekonomi. Kebijakan ini bahkan berpeluang mendorong pertumbuhan ekonomi di level negatif, terutama pada kuartal pertama.

Baca Juga

Potensi tersebut semakin tinggi jika pendekatan yang diambil pemerintah dalam membuat beberapa kebijakan relatif sama dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebelumnya. "Di mana masih ditemukan warga daerah yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan," tutur Yusuf saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/1).

Di sisi lain, Yusuf menambahkan, PSBB harus dijalankan diikuti dengan penambahan kapasitas tes yang lebih masif dan tracing serta isolasi lebih agresif. Jika tidak, penyebaran virus semakin masif, sementara pemulihan ekonomi belum terakselerasi secara maksimal.

Apabila kombinasi antara test, tracing dengan PSBB tidak dilakukan, Yusuf menuturkan, proses pemulihan ekonomi akan terhambat. Perbaikan kondisi ekonomi berjalan dalam jangka waktu yang lebih panjang, yakni lebih dari kuartal pertama.

Tantangan terutama dirasakan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tapi, sektor ini dapat pulih jika pemerintah sudah menyalurkan  bantuan sosial (bansos) maupun bantuan sejenisnya secara cepat dan tepat.

Rencana pemerintah untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat terdampak sejak awal tahun sudah menjadi langkah positif. Hanya saja, Yusuf memberikan catatan, data penyaluran seperti Data Terpadu Kesejahteraan (DTKS) harus dipastikan akurasinya.

Di sisi lain, penyaluran bantuan nontunai juga tetap harus disalurkan beriringan dengan Program Keluarga Harapan (PKH) yang sudah lama berjalan. "Bagaimana penyalurannya akan menentukan kinerja konsumsi rumah tangga di kuartal pertama yang terhambat akibat PSBB ini," kata Yusuf.

 

Yusuf menilai, bantuan sosial tunai (BST) juga sebaiknya diberikan karena langsung menyasar pada kelompok miskin dan rentan miskin. Di luar itu, program lain seperti bantuan subsidi gaji juga penting untuk dapat dieksekusi untuk membantu menjaga daya beli, terutama bagi kelompok menengah.

Pada Rabu (6/1), pemerintah memutuskan kembali memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jawa dan Bali. Pengetatan kegiatan ini mulai berlaku pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, kebijakan tersebut pasti berdampak pada ekonomi. Proyeksi tersebut berkaca dari efek kontraksi pertumbuhan ekonomi saat PSBB dilakukan pertama kali secara sangat ketat. Selain itu, ketika DKI Jakarta kembali mengetatkan PSBB pada September, konsumsi pun mengalami perlambatan.

 

Sri mengatakan, pemerintah sangat memahami dampak tersebut. Tapi, pemerintah tidak ada opsi lain untuk menyelamatkan masyarakat Indonesia. "Pilihannya tidak terlalu banyak dalam hal ini. Pilihan paling baik secepat mungkin semua disiplin," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu.

 
Berita Terpopuler