PR Lampard di Chelsea: Starting Eleven yang Padu

Chelsea tampil impresif di awal musim.

EPA-EFE/Peter Powell
Timo Werner dari Chelsea
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chelsea tampil impresif di awal musim. Kehadiran pemain baru seperti Timo Werner, Kai Havertz, Hakim Ziyech, Edouard Mendy, Thiago Silva, dan Ben Chilwell tampil menjanjikan. Di samping talenta-talenta muda produksi sendiri yang tak kalah cemerlang.

Baca Juga

Chelsea idealnya bisa merepotkan City atau tak kesulitan menaklukkan tim-tim yang kelasnya di bawah mereka. Kenyataannya tidak begitu. Salah satu faktor yang membuat itu tak terjadi adalah kegagalan Lampard dalam memadukan pemain-pemain hebatnya guna membentuk starting-eleven yang padu dan kuat.

Dia kesulitan memadukan dua bomber; Kai Havertz dan Timo Werner, dan ada kekecewaan terhadap kebiasaannya mengubah-ubah posisi sejumlah pemain setiap kali ganti formasi bermain.

 

Timo Werner misalnya. Dia sampai ditugaskan mengisi empat peran berbeda sepanjang musim ini. Berada di kiri saat formasi 4-3-3 dan di tengah ketika formasi yang diadopsi 4-2-3-1 atau 3-4-3. Padahal sewaktu di RB Leipzig, dia nyaman beroperasi pada peran yang sama yang membuatnya menjadi faktor mengerikan di klub Bundesliga itu.

Langkah dia itu membuat kebingungan di mana sebenarnya posisi Kai Havertz. Tak heran, kedua bomber terlihat tidak yakin dan ini mempengaruhi penampilan tim.

Situasi pelik semacam itu memicu spekulasi media bahwa legenda Chelsea itu bakal segera bernasib sama dengan pelatih-pelatih terdahulunya.

The Independent sudah menyebut Thomas Tuchel, Massimiliano Allegri, Brendan Rodgers, dan Ralph Hasenhuttl sebagai nama-nama yang dipertimbangkan Abramovich untuk menggantikan Lampard.

Itu belum termasuk nama yang pernah menjadi sumber pertengkaran Abramovich dan Mourinho pada periode kepelatihan pertamanya di Chelsea yang membuat Mou angkat kaki dari Stamford Bridge, yakni Andriy Shevchenko.

 

Namun begitu, bahkan kritik keras ini pun malah bisa melecut Lampard untuk segera mengembalikan Chelsea ke rel kemenangan. Apalagi manajer yang dikontrak sampai 2022 itu tetap didukung kuat oleh manajemen klub.

Lagi pula prestasi Lampard tak bisa disepelekan oleh klubnya. Dia sukses mengantarkan The Blues ke Liga Champions dan final Piala FA setelah menggantikan Maurizio Sarri pada musim panas 2019 ketika Chelsea masih diborgol larangan transfer oleh FIFA. Dia juga berjasa mempromosikan pemain-pemain muda Chelsea.

Tetapi nasib Lampard bakal tergantung kepada laga-laga berikutnya yang dijalani Chelsea nanti.

Deretan laga dalam waktu dekat ini adalah melawan Morecambe dalam babak ketiga Piala FA pada 10 Januari dan melawan Fulham pada 15 Januari dalam pertandingan liga. Seharusnya kedua laga ini berakhir dengan tiga poin untuk Chelsea.

Namun dua pertandingan setelahnya, yakni melawan Leicester pada 19 Januari dan Wolverhampton Wanderers pada 27 Januari, adalah ujian sejati bagi Lampard.

 

Tergelincir dalam pertandingan-pertandingan ini maka bisa tergelincir pula Lampard, sebaliknya sukses dalam semua laga ini akan membuat Lampard kian lengket menduduki singgasana.

 
Berita Terpopuler