KBRI Kirim Nota Diplomatik ke Iran Terkait Nasib ABK

ABK asal Indonesia yang berada di kapal Korsel dalam keadaan sehat.

EPA
Kapal tanker Korsel Hankuk Chemi dikawal kapal milik Garda Revolusi Iran, Senin (4/1).
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah Iran untuk mendapat kejelasan mengenai kondisi warga Indonesia yang menjadi anak buah kapal (ABK) di kapal tanker berbendera Korea Selatan. Kapal itu kini sedang ditahan oleh otoritas Iran.

Kedutaan Besar RI (KBRI) di Teheran, Iran, dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Rabu, menyatakan pihaknya terus menjalin komunikasi dan melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak untuk menangani hal ini. "KBRI Teheran telah melayangkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Iran mengenai permintaan klarifikasi terkait keberadaan kedua WNI ABK tersebut serta permintaan akses kekonsuleran dan komunikasi dengan keduanya," kata pihak kedutaan.

"Kementerian Luar Negeri Iran menyampaikan bahwa pihaknya telah mengunjungi kapal MT Hankook Chemi dan menyatakan seluruh kru, termasuk kedua WNI ABK, saat ini berada dalam kondisi baik dan sehat."

Kantor Berita Iran Tasnim, dikutip dari Reuters, melaporkan pada Senin (4/1) bahwa kru kapal berbendera Korea Selatan--yang ditangkap sebelumnya pada hari yang sama di Selat Hormuz--telah ditahan di kota pelabuhan Iran, Bandar Abbas. "Anggota kru berasal dari Korea Selatan, Indonesia, Vietnam, dan Myanmar," tulis Reuters yang melansir Tasnim.

Baca Juga

Mengutip sumber media yang sama, Reuters menyebut bahwa penangkapan itu dilakukan oleh angkatan laut Pasukan Pengawal Revolusi Iran atas alasan menimbulkan polusi kimia di kawasan Teluk. Pemerintah Korea Selatan juga telah mengonfirmasi penangkapan kapal tanker bahan kimia tersebut dan meminta pelepasan para kru sesegera mungkin.

Pihak Iran, pada Selasa (5/1), membantah mempergunakan kapal Korea Selatan dan para kru di dalamnya sebagai sandera--terkait dengan pembekuan dana 7 miliar dolar AS (Rp97,5 triliun) oleh Korea Selatan, di bawah sanksi Amerika Serikat.

 
Berita Terpopuler