Vaksin Oxford & Pfizer Boleh untuk Ibu Hamil-Menyusui

Ibu hamil dan menyusui semula tidak direkomendasikan divaksin.

AP/Frederic Sierakowski/Pool Isopix
Vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech. Pakar farmakologi Inggris menyebut, vaksin Covid-19 Pfizer dan Oxford-AstraZeneca dapat diberikan kepada ibu hamil dan menyusui.
Rep: Mabruroh Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Covid-19 dari Oxford- AstraZeneca dan Pfizer-BioNTech kini dapat diberikan kepada ibu hamil dan menyusui. Keputusan tersebut diambil setelah para ahli mengubah saran mereka.

Ibu hamil dan menyusui sebelumnya tidak diperkenankan menjalani vaksinasi Covid-19, karena tidak ada cukup bukti untuk menjamin keamanannya. Namun, dalam konferensi pers akhir tahun lalu (31/12), Kepala Eksekutif untuk Badan Pengatur Produk Obat dan Kesehatan di Inggris Dr June Raine dan ahli farmakologi klinis Sir Munir Pirmohamed menyebut, vaksin bisa diberikan kepada ibu hamil.

Dr Raine mengatakan, sudah ada lebih banyak data mengenai keamanan vaksin Covid-19 pada ibu hamil dan menyusui. Data tersebut juga telah ditinjau.

Baca Juga

"Komisi Obat-obatan telah menyarankan bahwa vaksin dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam masa kehamilan ketika manfaat potensial lebih besar daripada risikonya, setelah diskusi individu dengan setiap ibu," kata Dr Raine, dilansir The Sun pada Senin (4/1).

Dr Raine menyebut, untuk mendapatkan vaksin Covid-19 AstraZeneca, setiap ibu hamil harus selalu mendiskusikan manfaat dan risiko vaksinasi dengan ahli kesehatannya masing-masing. Keputusan bersama dapat diambil berdasarkan keadaan individu.

"Ibu yang sedang menyusui sekarang juga dapat diberikan vaksin," tuturnya.

Sementara itu, Pirmohamed menyebut bahwa profil keamanan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Oxford mirip dengan Pfizer. Ia mengatakan, data vaksin ini terbatas pada ibu hamil atau menyusui.

Sebuah laporan lengkap akan diterbitkan oleh MHRA, tetapi para ahli tidak mengungkapkan data baru apa yang muncul agar pedoman dapat diubah. Terlepas dari jaminan dari para ahli, makalah yang diterbitkan di situs web pemerintah untuk profesional perawatan kesehatan menunjukkan bahwa masih ada "pengalaman terbatas dengan penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca pada ibu hamil."

Panduan tersebut menyatakan bahwa studi pendahuluan pada hewan tidak menunjukkan efek berbahaya langsung atau tidak langsung pada kehamilan atau perkembangan embrio. Namun, penelitian terhadap hewan ini belum selesai.

"Relevansi penuh studi hewan dengan risiko manusia dengan vaksin untuk Covid-19 masih harus ditetapkan," kata ahli.

Dengan begitu, pemberian Vaksin Covid-19 AstraZeneca dalam kehamilan hanya boleh dipertimbangkan bila potensi manfaatnya lebih besar daripada potensi risikonya bagi ibu dan janin. Panduan tersebut juga menyatakan bahwa belum diketahui apakah ada vaksin dalam ASI atau tidak.

Kesimpulan dalam makalah tersebut menyatakan bahwa studi hewan pendahuluan tidak menunjukkan efek berbahaya langsung atau tidak langsung sehubungan dengan kesuburan. Sarah Gilbert, profesor vaksinologi di University of Oxford, pernah mengatakan, penting agar memasukkan ibu hamil dan menyusui dalam uji coba vaksin karena mereka berpotensi berisiko terkena penyakit yang lebih parah, tetapi itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

"Kita harus menyelesaikan studi toksikologi tertentu sebelum kita dapat mendaftarkan ibu hamil dalam uji coba dan itu semua dalam tahap perencanaan saat ini," ujarnya.

Ibu hamil tidak akan diikutsertakan dalam peluncuran vaksin pada tahap awal ini. Ibu hamil dan menyusui akan menjadi salah satu kelompok yang akan membutuhkan penilaian lebih lanjut.

"Kami berharap dapat menambahkannya ke kelompok yang dapat menerima vaksin pada tahap yang lebih lambat," jelasnya.

Seorang profesor pediatri di University of Bristol, Adam Finn, mengatakan adalah normal untuk menghindari pemberian vaksin kepada ibu hamil, kecuali ada bukti yang mendukung keamanannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko terhadap ibu, janin, dan kehamilan.

“Juga ada kebutuhan untuk memberikan perlindungan kepada ibu hamil dari infeksi. Oleh karena itu, mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memastikan apakah ini aman merupakan prioritas. Tapi ini butuh waktu," tuturnya.

Badan amal menyambut baik berita bahwa wanita hamil dan menyusui dapat mendapatkan vaksin dengan diskusi lebih lanjut dengan profesional perawatan kesehatan. Kepala Eksekutif Layanan Penasihat Kehamilan Inggris, BPAS, Clare Murphy, mengatakan bahwa beberapa perempuan merasa terpaksa untuk memilih antara terus menyusui bayinya atau berhenti agar mereka dapat menerima vaksin. Dengan adanya pedoman baru ini, perempuan dapat membuat pilihan sendiri berdasarkan kebutuhan mereka.

"Kehamilan yang tidak direncanakan adalah hal yang umum di Inggris, tetapi tidak direncanakan tidak sama dengan yang tidak diinginkan, dan kami khawatir bahwa panduan yang menyarankan agar tidak digunakan dalam kehamilan dapat menyebabkan kecemasan yang tidak perlu dan mengakibatkan penghentian kehamilan yang diinginkan," kata Murphy.

Lebih lanjut, Murphy menyebut, sangat penting bahwa ibu hamil menerima informasi yang baik dan berbasis bukti untuk memungkinkan mereka membuat pilihan vaksinasi dan kesehatan reproduksi mereka sendiri dan panduan yang diperbarui ini mencerminkan pendekatan itu.

 
Berita Terpopuler