Mengamankan Kedelai Impor demi Tahu Tempe

Kementan mengupayakan untuk mulai siapkan produksi pasokan kedelai dalam negeri.

Wihdan Hidayat / Republika
Pengerajin membuat tahu di Kelompok Industri Tahu dan Tempe Sentosa Adi, Gedongkiwo, Yogyakarta, Senin (4/1). Kenaikan harga kedelai dari Rp 7 ribu menjadi Rp 10 ribu per kilogram menjadi permasalahan pengerajin tahu. Saat ini pengerajin tetap membuat tahu dengan keuntungan sangat kecil atau bahkan cukup untuk berproduksi kembali.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizah, Dedy Darmawan Nasution, Muhammad Fauzi Ridwan, Adinda Priyanka, Antara

Menghilangnya tempe dan tahu dari pasaran selama beberapa hari terakhir membuat masyarakat Indonesia kehilangan teman makan. Tingginya harga kedelai impor menjadi sebab produsen mogok, hingga tempe dan tahu sempat menghilang dari meja makan, gerai warteg, hingga gerobak gorengan.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pemerintah harus segera bertindak untuk mengamankan pasokan kedelai impor. Pemerintah juga harus memastikan tidak ada permainan dalam tata niaga kedelai di dalam negeri. Permainan yang dimaksudnya adalah spekulasi harga atau menahan pasokan di pasar.

"Menteri Perdagangan kan bisa kontak negara produsen kedelai untuk buat perjanjian secara bilateral. Seperti lakukan swap sawit ditukar dengan kedelai. Ya kaya dulu pernah ada barter antara sawit dan suku cadang pesawat. Terus cek juga pasokan kedelai impor dan dalam negeri seperti apa. Jangan sampai situasi naiknya harga kedelai dimanfaatkan oleh para spekulan dengan tahan stok impor," katanya saat dihubungi Republika, Senin (4/1).

Kemudian, ia menjelaskan terdapat faktor kenaikan harga kedelai bisa terjadi. Hal ini dimulai dari pasokan yang terbatas dari Argentina dan Brazil disebabkan faktor cuaca, stok Amerika Serikat (AS) pun terus menipis. Sementara dari sisi permintaan terjadi kenaikan yang signifikan dari China pascapemulihan ekonomi dari Covid-19.

China menguasai 64 persen dari total permintaan kedelai global. Ketika ekonomi pulih, daya beli masyarakat China membaik permintaan kedelai impor juga tinggi. Kedelai banyak digunakan di China untuk pakan ternak.

Lalu, kenaikan harga bahan baku tempe dan tahu tentu akan memukul kelas menengah kebawah di Indonesia. Secara umum tempe dan tahu jadi kebutuhan protein penting. Apalagi dalam kondisi resesi ekonomi dan angka kemiskinan yang naik.

"Biasanya mereka membeli telur, ayam dan daging sapi bergeser untuk membeli tempe dan tahu. Kalau sampai naik tinggi harganya di pasaran dan produsen tempe dan tahu berhenti produksi itu sangat berisiko bagi ekonomi masyarakat," kata dia.

Maka dari itu, pemerintah harus memiliki langkah jangka panjang. Ini penting untuk mendorong produktivitas dan luasan lahan kedelai dalam negeri. Masalah naiknya harga kedelai jadi pelajaran penting, dalam jangka panjang ketergantungan terhadap kedelai impor harus dikurangi signifikan.

"Bantuan pemerintah dan inovasi pangan jangan hanya fokus ke beras tapi juga kedelai lokal. Sehingga tidak ada lagi nanti kenaikan harga kedelai seperti ini," kata dia.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan produksi kedelai dalam negeri harus dipacu untuk pemenuhan kedelai domestik ke depannya agar dapat dipenuhi secara mandiri. Pasalnya, kebutuhan kedelai setiap tahunnya makin bertambah.

"Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya. Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan," kata Syahrul di Jakarta, Senin (4/1).

Syahrul mengatakan, permasalahan kedelai saat ini dipicu oleh persoalan global sehingga membuat harga kedelai yang ada secara global itu terpengaruh khususnya dari Amerika Serikat. Menurutnya, masalah serupa tak hanya di Indonesia, namun juga di Argentina yang menjadi konsumen kedelai impor.

Karena itu, Syahrul menuturkan Kementan fokus melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai dalam negeri. Produksi kedelai dalam negeri harus bisa bersaing baik kualitas maupun harganya melalui perluasan areal tanam dan mengenergikan para integrator, unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah.

"Tentu dengan langkah cepat dari Kementan bersama berbagai integrator dan pengembang kedelai yang ada kita lipatgandakan dengan kekuatan. Kita bergerak cepat, sehingga produksi kedelai dalam negeri meningkat," imbuh Syahrul.

Kendati demikian, Syahrul menuturkan belum dapat menjanjikan seberapa besar produksi yang bisa dihasilkan untuk bisa menambal kebutuhan kedelai impor yang tengah mengalami kenaikan harga. "Saya tidak mau bicara angka, tapi dengan langkah cepat Kementan hari ini bersama integrator dan pengembangan kedelai kita coba lipat gandakan (produksi)," ujarnya.

Menurut Syahrul, dalam satu kali pertanaman setidaknya dibutuhkan 100 hari hingga panen. Syahrul menargetkan bisa melakukan dua kali musim tanam agar ketersediaan bisa lebih besar dan digunakan pengrajin tahu tempe.

"Paling penting ketersediaannya, bukan hanya harga. Tentu saja bekerja sama dengan kementerian lain. Kedelai lokal harus menjadi kekuatan kita," kata dia.

Baca Juga






Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi, menambahkan faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga kedelai impor yakni ongkos angkut yang juga mengalami kenaikan. Waktu pengiriman impor kedelai dari negara asal yang semula ditempuh selama 3 minggu menjadi lebih lama yaitu 6 hingga 9 minggu.

Suwandi menjelaskan dampak pandemi Covid-19 menyebabkan pasar global kedelai saat ini mengalami goncangan akibat tingginya ketergantungan impor. Peluang ini tentunya dimanfaatkan Kementan untuk meningkatkan pasar kedelai lokal dan produksi kedelai dalam negeri.

"Kita melakukan MoU antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Gabungan Kelompok Tani dengan investor dengan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani," tuturnya.

Kementan mengklaim, tingginya impor kedelai bukan hanya disebabkan faktor produksi. Namun demikian, hal tersebut terjadi karena disebabkan kondisi kedelai merupakan komoditas non lartas yang bebas impor kapan saja dan berapun volumenya tanpa melalui rekomendasi Kementan.

Terkait harga kedelai saat ini terjadi kenaikan yang cukup signifikan sekitar 35 persen merupakan dampak pandemi Covid-19, utamanya produksi di negara-negara produsen seperti Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Rusia, Ukraina dan lainnya. Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh pengrajin tahu tempe di negara asal sudah tinggi, sehingga berdampak kepada harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.

Hari ini sejumlah produsen tahu dan tempe mulai kembali beroperasi. Seperti di Sidoarjo, Jawa Timur. Sebelumnya produsen mogok selama hari sejak 1 Januari 2021.

Mogok dilakukan karena kenaikan harga bahan baku kedelai dari sebelumnya Rp 7 ribu menjadi Rp 9 ribu per kilogramnya. Salah satu produsen tahu asal Desa Sepande, Sidoarjo, Muhammad Farid, mengatakan akibat kenaikan harga bahan baku ia terpaksa menaikkan harga jual tahu ke pengecer. "Kalau dari kami selaku produsen setiap satu papan kami jual seharga Rp 29 ribu dari harga biasanya sekitar Rp 27 ribu," katanya.

Ia mengatakan, dari satu papan itu kemudian dipotong sendiri sesuai dengan permintaan para pengecer tahu yang selanjutnya dijual ke masyarakat. "Biasanya satu papan dipotong menjadi 36 biji, sekarang dipotong menjadi 40 biji," katanya.

Ia berharap, harga kedelai bisa kembali normal seperti semula karena sejak pandemi berlangsung pihaknya sudah mengurangi jumlah produksi tahu miliknya. "Sebelumnya bisa mencapai 6 kuintal kedelai setiap harinya. Kini kami hanya mampu memproduksi tahu dengan bahan baku sekitar 4,5 kuintal kedelai setiap hari," katanya.

Pengrajin tahu NJ di Jalan Terusan Pasirkoja, Kota Bandung, Jawa Barat, juga akhirnya menaikkan harga penjualan tahu akibat kenaikan harga bahan baku kacang kedelai yang mencapai Rp 9.400. Kepala Produksi Pabrik Tahu NJ, Hana Hadiana mengungkapkan kenaikan harga kacang kedelai yang signifikan berdampak kepada produksi tahu.

"Ya berdampak banget, berdampaknya buat produksi agak susah, kan kenaikannya agak lumayan besar. Kenaikannya sudah dari kemarin kan Rp 6.800 sekarang Rp 9.400," ujarnya di Pabrik Tahu NJ, Senin (4/1). Ia mengatakan salah satu strategi yang dilakukan adalah menaikkan harga tahu agar tidak mengalami kerugian.

Keputusan menaikkan harga tahu padahal belum dapat menutupi ongkos produksi. Selain itu, apabila dinaikkan terlalu tinggi maka para pembeli diperkirakan enggan membeli tahu.

"Mulai hari ini sudah kita naikkan, sekarang yang tadinya Rp 400 kita naikin Rp 500, yang tadinya Rp 700 jadi Rp 800, yang tadinya Rp 325 jadi Rp 375, hampir kita naikan 18 persen," katanya.

Pada kondisi normal ia biasa memproduksi tahu hingga 3 ton. Saat ini hanya bisa 1 ton. Alasannya, Hana kesulitan mencari bahan baku kedelai. "Memang agak susah, biasanya kan agak cepat, kalau sekarang agak telat itu juga harus nyari kemana-mana," katanya. Ia menambahkan, pihaknya berharap agar harga kedelai normal.

Kenaikan harga kedelai impor juga mempengaruhi kadar inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kenaikan harga kedelai impor telah memberikan kontribusi pada inflasi tahu dan tempe pada bulan lalu. Masing-masing mengalami inflasi 0,06 persen dan 0,05 persen secara bulanan (month to month).

Sebelumnya, data Kementerian Perdagangan menyebutkan, harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp 9 ribu per kilogram pada November menjadi Rp 9.300 hingga Rp 9.500 per kilogram pada Desember. Artinya, terjadi kenaikan 3,33 persen sampai 5,56 persen. Dampaknya, harga tahu dan tempe pun mengalami penyesuaian. Sumbangannya ke inflasi namun sangat kecil dibanding inflasi nasional.

Makan sehat selama pandemi. - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler