Komnas HAM: Pemidanaan Kritik Terhadap Pemerintah Meningkat

Survei Komnas HAM mengungkap ketakutan warga menyampaikan kritik terhadap pemerintah.

Republika/Iman Firmansyah
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM dan Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapasara .
Rep: Bambang Noroyono Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemidanaan terhadap penyampaian pendapat, dan kritik menjadi catatan serius dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap pemerintahan saat ini.

Baca Juga

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menegaskan, pemerintah, pun aparat penegak hukum perlu mengerem upaya pemenjaraan individu, maupun kelompok-kelompok yang kerap melakukan kritik, dan penyampaian pendapat atas kinerja pemerintahan.

Beka Ulung mengatakan, Komnas HAM memang belum melakukan rekapitulasi jumlah kasus terkait kritik, dan penyampaian pendapat yang berujung pada pemenjaraan.

Tetapi, Beka Ulung meyakini, tingginya dinamika, dan polarisasi politik domestik yang terjadi sepanjang 2019-2020, membuat angka pemidanaan terhadap para kritikus dalam menyampaikan pendapat.

“Kalau detailnya tentang berapa yang dipidana terkait ini, memang Komnas HAM belum menghitung. Tetapi, kecenderungan penyampaian pendapat, dan kritik yang berujung ke pemidanaan, sangat meningkat dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Beka Ulung saat dihubungi, Ahad (3/1).

Karena itu, Komnas HAM, dalam rilis akhir tahunnya (30/12), menebalkan saran kepada pemerintah, agar melakukan evaluasi terhadap penerapan UU ITE yang selama ini dijadikan sarana pemidanaan para penyampai kritik.

“Pelaporan untuk memidanakan kritik, dan menyampaikan pendapat ini banyak. Mulai dari individu, kampus, bahkan pejabat negara, dan pendukung-pendukungnya,” terang Beka Ulung.

Menurut dia, pemidanaan terhadap kritik tersebut, pun tak cuma terjadi di level tingkat nasional terhadap aktivis-aktivis pusat. Melainkan, juga dikatakan dia, tren pelaporan yang berujung pemidanaan terhadap kritik, juga masif terjadi di daerah-daerah.

“Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) besar bagi pemerintah, dan juga aparat penegak hukum, untuk mampu membedakan yang mana kritik, yang mana pendapat, yang mana kabar bohong atau hoaks, dan yang mana informasi SARA, ataupun hasutan,” terang Beka.

Karena, menurut dia, pembungkaman terhadap kritik, sama artinya menutup kanal partisipasi pemerintah, dalam memberikan asupan saran dalam pemerintahan.

“Pemerintah, harus mendasarkan kritik, dan penyampaian pendapat tersebut, sebagai pemenuhan hak atas demokrasi, dan pemenuhan hak untuk bebas berpendapat,” terang Beka Ulung.

Komnas HAM, sebelumnya menilai tingginya tingkat ketakutan warga negara dalam penyampaian kritik, dan pendapat terhadap pemerintah.

Laporan akhir tahun Komnas HAM 2020 mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Maruf Amin, mengevaluasi konsep pemidanaan terhadap warga negara yang menyampaikan kritik, dan pendapat.

BACA JUGA: Jack Ma: Dulu Dipuja-puji, Kini Musuh Nomor Satu China

Dalam laporan akhir tahun tersebut, Komnas HAM mengacu pada survei internalnya di 34 provinsi. Survei yang dilakukan pada Juli-Agustus 2020 tersebut, melibatkan 1.200 responden.

Hasilnya, “Sebanyak 29 persen responden takut dalam memberikan, dan mengkritik pemerintah,” begitu dalam laporan akhir tahun Komnas HAM 2020, yang dipublikasikan 30 Desember 2020, dan dikutip dari laman resmi Komnas HAM, pada Ahad (3/12).

Dari survei tersebut, juga dikatakan, sebanyak 36,2 persen responden atau warga negara, merasa ketakutan dalam penyampaian pendapat, dan kritik di melalui kanal-kanal internet, maupun media sosial.

Masih menurut laporan tersebut, tingkat ketakutan akademis di lingkungan pendidikan, pun tinggi. Dikatakan, tingkat ketakutan penyampaikan pendapat, dan lampiasan ekspresi di kampus, dan universitas, sebanyak 20,2 persen.

Komnas HAM, dalam laporannya itu mengatakan, tingginya angka ketakutan warga negara dalam menyampaikan pendapat, maupun kritik tersebut menjadi persoalan serius bagi pemerintahan yang demokratis.

Komnas HAM mengatakan, agar pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin, mampu melebihkan sikap hormat, dan memberikan jaminan perlindungan atas kebebasan berpendapat.

“Dan meminta pemerintah, agar melakukan review atas UU ITE, serta menyegarkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi,” begitu saran Komnas HAM.

Karena, dikatakan Komnas HAM, reaksi berlebihan dari pemerintah dalam penggunaan aparatur keamanan, berdampak pada pemidanaan orang-orang yang melakukan kritik, dan pendapat kepada pemerintahan.

“Komnas HAM, menyeruskan bahwa penindakan, dan pemidanaan terhadap orang yang menyampaikan pendapat, dan kritik, tidak diperlukan, karena berpotensi memberangus hak asasi, dan demokrasi,” begitu catatan Komnas HAM.

BACA JUGA: Jack Ma: Dulu Dipuja-puji, Kini Musuh Nomor Satu China

 
Berita Terpopuler