Pengacara HRS Sebut Kegiatan di Markaz Syariah Tetap Normal

Pengacara HRS nilai FPI tidak ada urusannya dengan sengketa tanah Markaz Syariah.

Republika/Shabrina Zakaria
Sejumlah spanduk sambutan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab terpampang di sepanjang jalan menuju Markaz Syariah, Pesantren Alam Agrokultural, Mega Mendung, Kabupaten Bogor, beberapa waktu lalu. Markaz Syariah disebut berada di atas area milik PTPN VIII, Markaz Syariah pun diminta meninggalkan area pemerintah tersebut.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) Aziz Yanuar menyatakan pembubaran Front Pembela Islam (FPI) tak berdampak pada sengketa tanah Pondok Pesantren markaz Syariah di Megamendung, Puncak.

Aziz menyampaikan kegiatan di sana tetap berjalan normal.

Baca Juga

"Tidak ada dampak sama sekali. Itu tidak ada urusan dengan FPI," kata Aziz pada Republika, Sabtu (2/1).

Aziz menekankan FPI sudah dilarang dan tidak ada urusan dengan sengketa Markaz Syariah yang berdiri di tanah Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VIII.

Ia merasa FPI tak ada sangkut pautnya dengan sengketa tanah di sana.

"Lahan Markaz Syariah itu area pesantren bukan area Front Pembela Islam dan bukan milik Front Pembela Islam," ujar Aziz.

Aziz mengatakan kegiatan di Markaz Syariah tetap dijalankan pada santri yang menempuh pendidikan di sana. Mereka tetap memperoleh haknya mendapat pendidikan.

"Front Pembela Islam tidak ada urusan dan hubungan dengan lahan Markaz Syariah. Kegiatan tetap berjalan sebagaimana mestinya," ucap Aziz.

Pemerintah sudah memutuskan untuk menghentikan kegiatan dan membubarkan organisasi massa FPI.

 

Keputusan tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pada konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam pada Rabu (30/12).

PTPN VIII lalu melayangkan somasi kepada Habib Rizieq Shihab (HRS) mengenai lahan Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor.

PTPN VIII menyatakan pondok pesantren Markaz Syariah yang dipimpin HRS berdiri di areal milik PTPN VIII. PTPN VIII selanjutnya meminta Markaz Syariah meninggalkan lokasi tersebut.

PTPN VIII menyebut hal yang dilakukan pihak Markaz Syariah merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu No. 51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP. 

 
Berita Terpopuler