Penyintas Covid-19 Diusik Bau Amis dan Belerang, Apa Sebab?

Long hauler Covid-19 melaporkan hidungnya terus mencium bau amis dan belerang.

Adiwinata Solihin/ANTARA
Ikan. Bau amis dan belerang terus tercium oleh penyintas Covid-19 yang termasuk long hauler.
Rep: Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan baru mengungkapkan para long hauler Covid-19 mengalami beberapa gejala baru. Long hauler adalah sebutan bagi penyintas Covid-19 yang masih mengeluhkan adanya gejala-gejala bagian dari Covid-19.

Gangguan baru yang terlaporkan ialah adanya distorsi indra penciuman. Mereka melaporkan hidungnya terus saja mencium bau tak sedap, mulai dari bau amis, belerang, hingga aroma sesuatu yang terbakar.

Baca Juga

Sky News melaporkan, konsultan ahli bedah Telinga Hidung Tenggorok (THT) Inggris, Profesor Nirmal Kumar, mengaitkan gangguan pada indra penciuman itu dengan parosmia. Dia menyebut, gejala baru ini sebagai gejala aneh dan unik.

Menurut National Institutes of Health, parosmia menandakan "persepsi bau" yang berubah atau ketika sesuatu yang biasanya berbau harum sekarang berbau busuk. Meskipun laporan tentang long hauler yang mengeluhkan terciumnya bau busuk muncul sejak awal 2020, parosmia belum masuk ke daftar gejala terkait Covid-19 dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.

Di lain sisi, CDC menyebut akan terus memperbarui daftar tersebut. Saat ini, pihaknya tengah mempelajari lebih lanjut tentang Covid-19.

Parosmia dan phantosmia usik penyintas Covid-19 - (Republika)

"Ada dua sistem sensorik di hidung kita. Kita dapat mendeteksi wewangian yang menyenangkan melalui saraf penciuman, sedangkan bau berbahaya dan beracun dideteksi oleh saraf trigeminal," kata Asisten Profesor Neurologi Mount Sinai Hospital, dr. Susan Shin, beberapa waktu lalu.

Shin menjelaskan, saraf trigeminal mungkin lebih tahan terhadap efek patogen virus dibandingkan dengan saraf penciuman. Sebab, manusia membutuhkannya untuk mendeteksi bahaya di lingkungan, seperti mencium asap dari api.

Sementara itu, Kumar menyebut, ribuan pasien di seluruh Inggris sedang dalam perawatan karena kehilangan penciuman, anosmia, dan beberapa mengalami penciuman bau tidak sedap yang terkait dengan parosmia. Bau yang menyimpang pasien kata dia berasal dari "halusinasi penciuman."

Awal musim semi 2020, Kumar dan pihak THT Inggris melaporkan semakin banyak pasien yang datang ke klinik dengan keluhan kehilangan indra penciuman yang tiba-tiba. Kumar mengatakan, organisasi tersebut termasuk yang pertama mensinyalir bahwa hilangnya penciuman pasien disebabkan oleh infeksi virus corona.

Menurut Kumar, virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 memiliki afinitas terhadap saraf di kepala, khususnya saraf yang mengontrol indra penciuman. Ia menyebut, virus kemungkinan juga memengaruhi saraf lain, misal neurotransmiter yang mengirim pesan ke otak. "Artinya, virus memengaruhi saraf di hidung bagian atas," ujar Kumar.

Salah seorang pasien Inggris, Daniel Saveki (24 tahun) mengeluhkan gangguan indra penciuman. Dia mencium bau seperti sesuatu yang terbakar, seperti belerang. Saveki sempat kehilangan indra penciuman selama dua pekan pada Maret lalu. Pasien lain, yang berusia pertengahan 50-an, menggambarkan keluhan ini sebagai hal yang menjijikan.

"Kebanyakan hal berbau menjijikkan, bau manis yang memuakkan ini sulit dijelaskan karena saya belum pernah menciumnya sebelumnya," kata Lynn Corbett asal Selsey, Inggris kepada Sky News.

Dilansir Fox News, Jumat (1/1), beberapa solusi ditawarkan kepada mereka yang merasakan keluhan ini. Anggota Dewan AbScent, sebuah badan amal Inggris, Chrissi Kelly, menyarankan para pasien makan makanan dingin dan memilih makanan sederhana serta hambar seperti nasi.

Penelitian terpisah yang dilakukan pada akhir Oktober dari King's College London, Inggris menganalisis gejala dari 4.182 pasien virus corona melalui aplikasi Studi Gejala Covid-19. Mereka mencatat 558 pasien merasakan gejala yang berlangsung lebih lama dari 28 hari. Sementara 189 lain menderita lebih dari delapan pekan dan 95 pasien dengan gejala melaporkan mereka masih merasakannya lebih dari 12 pekan.

Para peneliti menemukan di gejala yang paling sering terdaftar seperti kelelahan, sakit kepala, dan anosmia yang lebih mungkin terjadi pada pasien perempuan yang lebih tua. Mereka juga memiliki indeks massa tubuh (BMI) lebih tinggi. Menurut laporan terbaru, bau yang menyimpang atau parosmia, mungkin lebih memengaruhi pasien yang lebih muda dan petugas medis.

 
Berita Terpopuler