Virus Corona Jenis Baru: Ini Kata Ahli, WHO, dan Eijkman

Virus corona jenis baru ini menular 70 persen lebih cepat antarmanusia.

Pixabay
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan bahwa obat remdesivir tidak meningkatkan peluang kelangsungan hidup dalam kasus infeksi virus corona jenis baru (Covid-19).
Rep: Tim Republika Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Ketika banyak negara masih berkutat mengendalikan virus corona, Inggris sudah berhadapan dengan jenis baru Covid-19. Varian baru SARS-Cov-2 ini bahkan diduga lebih menular dibanding versi sebelumnya.

Pemerintah Inggris telah mengumumkan strain baru dari SARS-CoV-2 yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 hingga 70 persen lebih dapat ditularkan dibandingkan bentuk asli patogen.

Strain baru SARS-CoV-2 ini menyebar jauh lebih mudah di antara manusia sebagai hasil dari serangkaian mutasi yang telah diidentifikasi dalam kode genetik patogen. 

Namun, hal itu tidak diyakini menyebabkan Covid-19 yang lebih parah atau tingkat kematian yang lebih tinggi.

Patrick Vallance, kepala penasihat ilmiah Pemerintah Inggris, mengatakan, analisis menunjukkan, varian tersebut mengandung 23 perubahan genetik yang berbeda. 

Banyak di antaranya yang terkait dengan apa yang disebut protein 'spike' atau bagian dari virus yang bertanggung jawab untuk mengikat sel manusia.

Jerman, Kanada, Swedia, Italia, dan Singapura sudah mengumumkan masuknya virus corona varian baru ini. 

Singapura telah melaporkan pasien yang terinfeksi virus corona jenis baru ini adalah pelajar wanita berusia 17 tahun.

Bagaimana efektivitas vaksin yang saat ini sudah ditemukan?

Para ilmuwan percaya, vaksin sekarang ini akan efektif melawan strain corona itu. 

Ahli virologi Inggris terkemuka berbicara soal ini pada acara media sosial Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Judith Breuer, profesor virologi di University College London, memimpin sebuah diskusi didampingi Jeffrey Barrett, direktur Covid-19 Genomics Initiative di UK Wellcome Sanger Institute, dan Frank Konings, seorang ahli laboratorium senior WHO.

"Kami tidak melihat ada yang berbeda pada virus ini dibandingkan dengan varian yang sudah beredar," kata Breuer. 

Breuer menegaskan, pihaknya tidak memiliki bukti bahwa virus ini berperilaku berbeda secara imunologis pada populasi.

"Jadi, kami pikir, vaksin akan bekerja dengan baik. Kami meluncurkan vaksinnya dan kami memantau dengan sangat hati-hati. Tetapi, sama sekali tidak ada sinyal bahwa virus ini berperilaku berbeda dengan varian di varian lainnya."

 

Breuer mengatakan, para ilmuwan tidak melaporkan tanda-tanda awal infeksi ulang yang terjadi saat ini yang akan terlihat jika virus tidak dapat dikendalikan oleh antibodi atau kekebalan dari infeksi sebelumnya.

Uni Eropa (UE) telah merekomendasikan negara-negara anggota untuk mencegah semua perjalanan yang tidak penting ke dan dari Inggris setelah jenis virus baru ditemukan di negara itu.

“Mutasi selalu terdengar sangat menakutkan dan menimbulkan banyak kepanikan. Tapi, sebenarnya untuk virus itu sendiri, itu cukup normal. Virus mereplikasi atau menggandakan dirinya sendiri. Mereka selalu berubah sedikit,” kata Konings.

Sikap WHO

Pejabat WHO menjelaskan, ini adalah proses normal dan alami yang dilalui semua virus.

“Yang penting perlu diingat bahwa meski virus sudah berubah, tetap saja mengarah SARS-CoV-2 dan tindakan serta intervensi yang ada tetap berjalan dan harus dilaksanakan,” kata Barrett.

Dia menambahkan semua tindakan kesehatan masyarakat dan sosial yang penting yang telah terbukti efektif harus dilanjutkan.

"Hal-hal yang telah Anda lakukan selama setahun terakhir, pengujian, isolasi, perawatan kasus, pelacakan kontak, karantina kontak kasus, tetapi juga tindakan perlindungan pribadi Anda, seperti kebersihan tangan, jarak fisik, dan ventilasi dalam ruangan masih sangat penting dilakukan," kata ilmuwan Inggris.

 

Bagaimana dengan Pandangan Lembaga Eijkman?

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, varian virus corona terbaru dari Inggris belum mengganggu kinerja vaksin Covid-19 yang ada. 

Sejauh pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di dunia, vaksin sekarang masih bisa efektif untuk digunakan.

Sebelumnya, mutasi virus terjadi di protein S namun bukan di receptor binding domain (RBD) atau bagian ujung yang menempel pada sel manusia. 

Pada mutasi yang terjadi di Inggris, sudah terjadi mutasi di RBD namun masih belum berpengaruh terhadap kinerja vaksin.

"Pada mutasi yang baru ini, sudah terjadi di RBD, tapi hanya beberapa poin yang belum sampai mengubah struktur maupun sifat antigennya. Sehingga, sejauh ini belum mengganggu kinerja vaksin," kata Amin, dalam telekonferensi, Kamis (24/12) sore.

Amin menjelaskan, virus varian baru ini kelihatannya tidak terpengaruh dengan kondisi geografis. 

Sebab, virus varian baru pertama kali terdeteksi di Inggris, namun tetap bisa hidup di satu kasus yang terjadi di Singapura dan kasus lainnya di Australia.

Terkait hal ini, Amin berpesan agar Indonesia tetap berhati-hati dan waspada terhadap masuknya virus ini. 

"Karena virus itu tidak mengenal musim, tidak mengenal geografis," kata dia menegaskan.

Ia meminta agar masyarakat tidak panik dengan adanya virus corona varian baru ini. 

Menurutnya, keberadaan virus varian baru ini harus diterjemahkan menjadi upaya untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi virus corona.

Selain itu, keberadaan virus ini di negara tetangga Indonesia harus disikapi dengan memperketat penjagaan. Jangan sampai virus varian baru ini masuk ke Indonesia dengan mudah.

 

 
Berita Terpopuler