Museum Turki Adakan Pameran Kenang Maestro Kaligrafi Ottoman

Museum Sakıp Sabancı mengadakan pameran untuk kenang Sheikh Hamdullah

Daily Sahab
Museum Sakıp Sabancı (SSM) mengadakan pameran pada peringatan 500 tahun kematian Sheikh Hamdullah
Rep: Meiliza Laveda Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, ISTANBUL – Dalam memperingati Sheikh Hamdullah, salah satu maestro kaligrafi Ottoman terbesar selama pemerintahan Sultan Mehmed II dan Sultan Bayezid II, Museum Sakıp Sabancı (SSM) mengadakan pameran pada peringatan 500 tahun kematiannya. Para pecinta seni dapat menikmati karya Sheikh Hamdullah sampai 31 Maret 2021 dan mulai dari pukul 10.00 hingga 16.00 waktu setempat. Semua pengunjung tentunya harus mematuhi prosedur kesehatan misal menggunakan masker dan menjaga jarak.

Pameran tersebut terdiri dari manuskrip langka, salinan Alquran, ayat dan album yang diproduksi pada paruh kedua abad ke-15 dan paruh pertama abad ke-16. Koleksi yang dipamerkan adalah penyatuan dari koleksi Museum Istanbul Turki dan karya-karya Islam, Museum Sadberk Hanım, Koleksi Ekrem Hakkı Ayverdi dari Akademi Budaya dan Seni Kubbealtı serta potongan-potongan dari arsip SSM. Karya kaligrafi dari Topkapı Palace Museum, Süleymaniye Library, Istanbul University’s Rare Works Library, Dallas Museum of Art dan Hannover Kestner Museum disertakan juga melalui instalasi digital.

“Museum kami yang memiliki koleksi penting seni buku dan kaligrafi terdiri dari karya-karya yang dikumpulkan oleh Sakıp Sabancı selama bertahun-tahun. Berisi karya-karya berharga dari Sheikh Hamdullah dan para pengikut dekatnya. Kami memiliki ide untuk menyelenggarakan pameran internasional,” kata Direktur SSM Nazan Ölçer.

Ölçer menyebut Sheikh Hamdullah menciptakan maha karya yang bernilai luar biasa. Ini membawa inisiatif baru untuk dunia kaligrafi dan memperluas cakupan seni. Sosok Sheikh Hamdullah sangat dihormati oleh para ahli kaligrafi.


Kehidupan Sheikh Hamdullah

Ayah Sheikh Hamdullah adalah Mustafa Dede, seorang guru sufi dari ordo mistik Sühreverdiyye dan anggota keluarga Sarıkadızâde. Ayahnya beremigrasi dari Bukhara, sebuah kota kuno di negara Asia tengah Uzbekistan ke Amasya di Turki utara. Selama periode Seljuk dan tahun-tahun penaklukan Ottoman, penyair, ahli kaligrafi, miniaturis, dan ulama yang bermigrasi dari pusat budaya seperti Provinsi Herat Afghanistan, Provinsi Khorasan Iran timur laut, dan Samarkand Uzbekistan datang ke kota-kota seperti Konya, Kayseri, Sivas dan Amasya di Anatolia.

Dikutip Daily Sabah, Rabu (22/12), Sheikh Hamdullah memiliki kesempatan untuk mengasah keahliannya dengan master Hayreddin Maraşi. Sebagai ahli kaligrafi, Sheikh Hamdullah menerima lisensi ijazah dalam enam gaya kaligrafi di Amasya, pusat seni kaligrafi saat itu. Kata "Ijazah" berasal dari bahasa Arab dan berarti izin atau otorisasi yang membuat lisensi Ijazah menjadi surat keterangan resmi tamat dalam jenjang pendidikan pada saat ini.

Dia juga diyakini telah bertemu Bayezid II di majelis ayahnya, Sheikh Mustafa Dede. Bayezid II adalah seorang şehzade atau pangeran dan menunjuk dia sebagai guru kaligrafinya. Sheikh Hamdullah yang menjadi terkenal bahkan saat berada di Amasya, menyalin karya-karya untuk perpustakaan khusus Sultan Mehmed sang Penakluk selama periode ini.

Atas undangan Bayezid II, yang menggantikan tahta Ottoman pada tahun 1481 setelah perebutan kekuasaan dengan adik laki-lakinya Cem Sultan, Sheikh Hamdullah pindah ke Istanbul bersama keluarganya, di mana ia mulai melakukan beberapa pekerjaan terbaiknya sebagai karyawan di istana.

Setelah Sultan Bayezid II lengser dari tahta pada tahun 1512 dan digantikan oleh putranya Selim I, ia pensiun dan pergi ke pengasingan. Pada masa pemerintahan Sultan Selim I yang juga dikenal dengan Selim yang Tegas, ia menghabiskan waktunya di rumah, berdoa, dan menerima kunjungan dari murid-muridnya.

Ketika Suleiman I yang biasa dikenal sebagai Suleiman Agung menggantikan ayahnya Selim I pada tahun 1520, ia mengundang Syekh Hamdullah ke istana, memberikan penghormatan kepadanya dan memintanya untuk membuat naskah Alquran. Namun, dia menolak permintaan tersebut dengan alasan sudah tua dan merekomendasikan kaligrafi Muhyiddin Amasi sebagai gantinya. Sultan kemudian memberinya jubah kulit musang dan menerima restu. Setelah beberapa bulan, Sheik Hamdullah meninggal dunia. Dia tidak terlalu memikirkan gelar duniawi dan tidak ingin namanya tertulis di batu nisannya. Batu nisannya kemudian ditorehkan oleh Şahin Aga, ahli kaligrafi yang melayani Sultan Mustafa II.

 
Berita Terpopuler