Duka di Balik Protokol Penanganan Jenazah Covid-19

Kebenaran hidup yang paling menyedihkan menjadi lebih menyakitkan dengan protokol ekstra bagi korban virus global yang belum pernah terjadi sebelumnya - Anadolu Agency

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Tahun 2020 akan dikenang sebagai salah satu tahun paling mematikan bagi umat manusia, dengan pandemi yang mengubahnya menjadi mimpi buruk bagi miliaran orang, membatasi setiap aspek aktivitas manusia dari bepergian hingga sekolah, dan merenggut hampir 1,5 juta nyawa dalam waktu kurang dari setahun.

Bahkan ketika kematian datang, orang kaya menjadi tidak punya uang dan orang miskin menjadi tidak memiliki utang, kematian tetap tidak memberikan penghiburan bagi pasien Covid-19 yang menderita, karena protokol pemakaman dan penguburan berbeda secara signifikan dari mereka yang meninggal karena sebab lain.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pedoman umum yang berjudul “Pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pengelolaan jenazah yang aman dalam konteks Covid-19” pada Maret dan memperbaruinya berdasarkan studi dan data baru pada awal September.

Selain itu, otoritas kesehatan setiap negara mengeluarkan versinya sendiri, dengan mempertimbangkan budaya dan tradisi.

Berdasarkan apa yang diketahui sekarang, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan mereka yakin ada sedikit risiko tertular virus dari jasad pasien Covid-19. AS telah lama memimpin dalam hal jumlah kasus dan kematian, masing-masing dengan lebih dari 13,5 juta dan hampir 270.000 orang.

"Saat ini, CDC menyatakan bahwa orang yang meninggal karena Covid-19 dapat dimakamkan atau dikremasi sesuai dengan preferensi keluarga. Namun, Anda harus memeriksa persyaratan negara bagian dan lokal tambahan yang mungkin menentukan penanganan dan pembuangan jenazah individu yang meninggal karena penyakit menular tertentu," kata lembaga itu dalam laporan terbaru pada awal November.

Menurut pedoman CDC untuk warga Amerika, tim tidak diperlukan dan keluarga bisa mengurus jenazah dengan perlengkapan pelindung yang diperlukan atau mencuci sambil mengenakan pakaian tahan air, masker dan kacamata atau pelindung wajah untuk melindungi dari percikan cairan tubuh. Namun, mereka bisa meminta bantuan dari para pemimpin agama yang terlatih dan staf pemerintah untuk layanan pemakaman.

Tidak seperti korban Ebola, barang-barang pribadi korban meninggal bisa dicuci dengan sabun dan air atau disinfektan dan dikeringkan di bawah sinar matahari langsung.Tidak ada pengangkutan khusus yang diperlukan dan anggota keluarga dapat melihat jenazah di dalam peti mati, tapi harus berdiri setidaknya satu meter dari orang lain yang melihat jenazah sesuai dengan aturan jarak sosial yang relevan.

CDC mengatakan penggunaan kembali alat pelindung mungkin dibolehkan selama alat itu disterilkan dengan benar, mengingat pasokan yang kurang. Jika keluarga perlu mengirimkan abu kremasi, mereka hanya boleh mengirim melalui pos AS. Namun, tidak ada hukum di negara bagian mana pun yang mengharuskan kremasi.

Terlepas dari pendekatan CDC yang terlihat meremehkan, penanganan kematian akibat virus korona telah menciptakan kepanikan dan keputusasaan di AS, negara dengan jumlah kematian dan infeksi tertinggi.

Pada April, muncul gambar peti mati kayu yang ditumpuk untuk dimakamkan di lubang dalam di kuburan massal di New York City oleh para pekerja dengan pakaian hazmat di Pulau Hart, lokasi yang sudah lama digunakan untuk menguburkan tunawisma atau orang miskin yang tidak memiliki kerabat dekat atau yang keluarganya tidak mampu membayar pemakaman.

 

Pengalaman Meksiko

Kementerian Kesehatan Meksiko mengatakan anggota keluarga boleh melihat jenazah dengan alat pelindung yang diperlukan, tapi tidak boleh disentuh atau dicium. Di Meksiko, terdapat lebih dari 1,1 juta kasus dan hampir 106.000 kematian akibat virus korona.

Setelah kematian pasien Covid-19, dokter perlu memberi tahu pekerja sosial di rumah sakit, yang kemudian akan memberi tahu anggota keluarga. Staf medis juga harus mengangkut jenazah dalam tas khusus.

Jika anggota keluarga atau orang yang dekat dengan mendiang dikarantina karena kemungkinan tertular Covid-19, mereka harus memberikan akta kelahiran dan identifikasi resmi korban sehingga rumah sakit dapat menerbitkan akta kematian.

Rumah duka perlu menginformasikan bahwa jenazah merupakan kasus positif atau diduga postif Covid-19 sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan.

Kebaktian harus dihindari, sedangkan atas permintaan anggota keluarga, perkabungan dapat dilakukan dengan peti mati tertutup selama kebaktian tidak lebih dari empat jam dan dihadiri tidak lebih dari 20 orang, sambil tetap menjaga kebersihan.

Jika seorang warga negara Meksiko kebetulan meninggal di luar negeri, prosedurnya harus dilakukan melalui konsulat dan kedutaan.

Kuburan dan rumah duka di negara itu telah lama disarankan untuk memperluas kapasitas fisik mereka untuk menampung gelombang jenazah.

Pemerintah Meksiko juga telah memutuskan untuk mengubur mayat di kuburan massal. Di Tijuana, salah satu kota perbatasan dengan AS yang terkena dampak pandemi paling parah, pemerintah mengumumkan penggalian 3.000 lubang.

Untuk jenazah yang tidak teridentifikasi, protokol menyatakan bahwa pemeriksaan medis harus dicatat untuk membedakan penyebab kematian.

"Dilarang membakar jenazah yang tidak teridentifikasi atau jenazah yang belum diklaim dari mereka yang telah meninggal atau diduga meninggal karena SARS-CoV-2," bunyi pengumuman itu.

Pemerintah federal melarang kremasi jenazah sejak periode awal pandemi.

Pada 24 November, paket dukungan ekonomi sebesar MXN11.460 diberikan kepada anggota keluarga dari orang-orang yang meninggal karena Covid-19. Paket-paket tersebut bisa diminta mulai 2 Desember oleh siapa saja yang telah kehilangan anggota keluarganya karena virus.

 

Protokol di Kolombia

Pemakaman dan rumah duka ditutup dan ritual dilarang hingga Oktober di Kolombia. Setelah kematian akibat Covid-19, keluarga menerima abu orang yang mereka cintai beberapa hari setelah kematian mereka. Di Kolombia, ada lebih dari 1,3 juta kasus virus korona dan lebih dari 36.700 kematian.

Rumah duka kini telah dibuka kembali dan diizinkan untuk menyelenggarakan layanan pemakaman dengan kehadiran terbatas, selama memenuhi protokol yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

Saat seseorang meninggal karena virus, petugas pemakaman yang dilengkapi dengan alat pelindung harus mengeluarkan jenazah dari rumah atau fasilitas kesehatan dalam waktu sesingkat mungkin.

Jenazah harus disimpan dalam kantong kedap udara dengan tingkat ketebalan tertentu dan tidak boleh dibuka kembali setelah disegel dan disimpan di peti mati.

Persiapan jenazah untuk penguburan atau kremasi harus dilakukan di tempat yang sama saat pasien menghembuskan napas terakhir dan tenaga kesehatan yang menangani jenazah harus memiliki alat pelindung dan mengikuti prosedur keamanan yang telah ditetapkan.

Jenazah kemudian segera dipindahkan dengan mobil pemakaman, menggunakan rute tercepat menuju pemakaman atau pelayanan krematorium, di mana jenazah akan diserahkan kepada mereka yang bertanggung jawab atas pelayanan.

Semua korban virus, termasuk yang jenazah pasien suspek, dikremasi dan kemudian dimakamkan di kuburan individu atau dimasukkan ke dalam lemari besi di pemakaman.

Eropa

Menurut pedoman pemerintah di Inggris, pemakaman dapat dihadiri hingga 30 pelayat di kuburan dan krematorium dengan jarak sosial dan memakai masker.

Karena jumlah kematian harian meningkat selama gelombang kedua, dengan jumlah harian tertinggi 853 tercatat beberapa hari yang lalu dan para ahli memperkirakan sebanyak 250.000 kematian, pemakaman menghadapi kesulitan dalam menangani penguburan.

Institut Robert Koch Jerman mencatat bahwa belum ada studi konklusif tentang apakah tubuh seseorang yang meninggal karena Covid-19 bisa menular atau tidak.

Lembar fakta dari institut tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi otoritas kesehatan lokal dan komunitas keagamaan untuk menangani jenazah dan menyelenggarakan pemakaman dengan aman di Jerman, di mana peraturan dan tindakan berbeda-beda di setiap negara bagian karena sistem federal.

Institut itu merekomendasikan dokter, staf medis dan penyelenggara pemakaman yang memiliki kontak langsung dengan jenazah untuk menerapkan langkah-langkah perlindungan standar dan tidak menyarankan pembalsaman jenazah.

Ritual mencuci juga harus dilakukan hanya di bawah aturan kebersihan yang ketat.

Menurut institut tersebut, setelah jenazah disiapkan untuk dimakamkan dan ditempatkan di peti mati, tindakan perlindungan tambahan tidak diperlukan.

Upacara pemakaman dengan peti terbuka dinilai tidak menimbulkan risiko bagi pelayat selama aturan umum seperti jarak fisik dipatuhi.

Sejak Jerman melakukan karantina wilayah sebagian pada 2 November, praktik pemakaman diizinkan, tetapi jumlah orang yang diizinkan untuk hadir dikurangi, tergantung pada ukuran tempat.

Selain tindakan virus korona biasa, penyelenggara harus menyimpan daftar orang yang menghadiri pemakaman, untuk membantu pihak berwenang dalam pelacakan kontak.

Otoritas Jerman mengizinkan pengangkutan jenazah, termasuk mereka yang meninggal karena Covid-19, ke luar negeri untuk dimakamkan di peti mati yang layak, asalkan persyaratan hukumnya dipenuhi.

Ketika Italia menjadi episentrum pandemi di Eropa pada Maret, gambar rumah sakit dan truk militer yang kewalahan membawa ratusan mayat ke krematorium memberikan gambaran suram sebuah negara yang tidak bisa menangani jumlah kematian akibat Covid-19.

Pemerintah melarang pemakaman karena alasan keamanan selama sekitar dua bulan dan ribuan orang Italia tidak memiliki kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang mereka cintai atau untuk memberikan mereka penguburan yang layak.

Peti mati korban virus korona biasanya disegel langsung di kamar mayat rumah sakit untuk menghindari risiko penularan dan tradisi keluarga Italia yang menghampiri peti mati terbuka untuk memberikan perpisahan terakhir mereka, baik di gereja maupun di rumah, dilarang.

Setelah kurva infeksi mulai mendatar pada Mei, upacara pemakaman diizinkan lagi, tetapi dengan maksimal 15 orang peserta dan wajib menggunakan masker.

Sekarang, saat Italia berjuang untuk menahan gelombang kedua penularan, batasan jumlah orang yang menghadiri pemakaman atau upacara penguburan tergantung pada ruang yang tersedia.

Mengunjungi kuburan dan misa dibolehkan, tetapi harus di bawah aturan jarak sosial dan sanitasi yang ketat.

Di Spanyol, pemakaman, seperti hampir semua kegiatan sosial lainnya, juga dibatasi di tengah pandemi.

Pemakaman menjadi penyebab wabah pertama di Spanyol pada akhir Februari, yang menyebabkan setidaknya 70 orang tertular virus dan memaksa pemerintah melakukan karantina wilayah pertama di negara itu, tepatnya di Kota Haro.

Sekarang, masker adalah wajib dan pelukan tidak dianjurkan di negara ini.

Pada gelombang pertama, jumlah hadirin di pemakaman dibatasi hanya tiga orang tapi saat ini, peraturannya berbeda-beda di setiap wilayah, dengan jumlah maksimum berkisar antara 10 hingga 50 peserta, tergantung pada apakah pemakaman diadakan di dalam atau di luar ruangan.

Spanyol telah menyaksikan lebih banyak kematian tahun ini, dengan laporan kematian selama 2020 terbaru menunjukkan sekitar 70.000 lebih banyak daripada rata-rata dalam satu tahun. Lebih dari 44.000 nyawa itu secara resmi melayang karena Covid-19.

Madrid, wilayah yang paling terpukul, harus membuka dua arena skating besar untuk dijadikan kamar mayat ketika tidak ada tempat tersisa untuk menyimpan jenazah.

Sementara di Barcelona, jenazah disimpan di tempat parkir tiga lantai. Beberapa kota kecil seperti San Martin de Valdeiglesias kehabisan ruang di pemakaman.

 

Afrika

Di Afrika, pandemi Covid-19 telah mengganggu banyak tradisi Afrika terkait penguburan. Sebelum pandemi, orang Afrika mengadakan upacara besar untuk melepas orang yang mereka cintai, sering kali dengan ratusan pelayat yang hadir.

Namun, dengan pembatasan Covid-19, semuanya berubah.

Di negara-negara seperti Afrika Selatan, hanya 50 orang yang diizinkan menghadiri pemakaman, dan keluarga tidak diizinkan untuk melakukan kontak dengan jenazah. Penguburan tidak boleh lebih dari dua jam dan hanya dapat dihadiri oleh anggota keluarga dekat.

Petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung menangani jenazah dan menguburnya.

Padahal sebelum pandemi, sebagian besar keluarga Afrika, kecuali Muslim, membutuhkan waktu seminggu sebelum menguburkan orang yang mereka cintai.

Mereka akan menyimpan jenazah di kamar mayat dan akan mengunjunginya pada Kamis, kemudian memandikan jenazah dan meletakkannya di peti mati.

Pada Jumat, jenazah akan dibawa ke rumah keluarga dan bermalam di sana untuk dilihat sebelum dimakamkan pada Sabtu.

Namun, saat ini, jenazah juga dikuburkan pada hari kerja.

Sebelum pencabutan larangan perjalanan antar provinsi di Afrika Selatan, keluarga dari pasien yang meninggal di provinsi lain harus mendapat izin untuk mengangkut jenazah ke provinsi asal mereka.

Namun, aturan ini berdampak buruk bagi orang miskin karena mayat diizinkan diangkut dengan mobil terpisah tetapi kerabat tidak diizinkan untuk menemaninya.

Orang miskin terpaksa dikubur jauh dari rumah mereka.

Warga Afrika yang meninggal di luar negeri antara Maret dan Juli juga harus dikuburkan di negara tempat dia menghembuskan napas terakhir karena sebagian besar perjalanan internasional dibatasi saat itu.

Kini, jenazah dari warga yang meninggal di luar negeri bisa dipulangkan dengan protokol yang ketat, seperti dikuburkan oleh petugas kesehatan dengan pakaian pelindung.

Namun tetap saja, dalam beberapa kondisi luar biasa, sejumlah orang telah melanggar aturan dengan menghadiri pemakaman bersama ratusan pelayat.

Iran dan Arab Saudi

Keheningan yang memekakkan telinga di pemakaman terbesar Iran, Behesht-e Zahra, akhir-akhir ini diramaikan oleh jeritan kerabat yang meratap, memberikan pelepasan air mata kepada orang tercinta yang meninggal karena Covid-19.

Pemakaman besar di Teheran selatan, ibu kota yang mencatat setengah dari kematian harian di Iran, berjuang keras menghadapi dampak pandemi.

Dari sekitar 150 kuburan baru setiap hari sebelum pandemi, pemakaman itu sekarang harus menampung 350 hingga 400 mayat setiap hari dengan kematian akibat virus yang meningkat secara mengkhawatirkan.

Pengelola pemakaman dan kerabat korban, menjelaskan prosedur tersebut, mengatakan bahwa mereka yang sekarat karena virus diterbangkan langsung ke pemakaman dari rumah sakit, di mana upacara pemakaman dilakukan oleh tim relawan dengan kepatuhan ketat terhadap protokol keselamatan.

Di sebuah kompleks besar yang terletak di salah satu sudut pemakaman yang dirancang khusus, upacara pemakaman dilakukan untuk semua korban sebelum penguburan mereka.

Relawan dari lembaga keagamaan membantu seluruh proses di bawah pengawasan pengelola pemakaman.

Setelah upacara pemakaman, jenazah dikirim ke kuburan yang telah ditentukan, dan keluarga hanya diperbolehkan hadir setelah penguburan selesai, sesuai dengan protokol ketat Covid-19.

Seorang petugas pemakaman mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa perjuangan sebenarnya dimulai di rumah sakit, di mana menentukan penyebab kematian terkadang menyebabkan penundaan penguburan.

Mereka yang dikonfirmasi meninggal karena virus dibawa dengan ambulans khusus ke pemakaman setelah keluarga diberitahu. Karena Behesht-e Zahra kehabisan ruang, ada laporan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan gagasan untuk membuka dua pemakaman lagi di kota itu.

Di Arab Saudi, Kementerian Kesehatan telah mengalokasikan kuburan tertentu untuk kematian akibat virus korona, sementara rumah sakit menyiapkan jenazah di bawah pengawasan kementerian.

Dari prosedur pemakaman hingga waktu penguburan yang dilakukan oleh pekerja yang terlatih khusus, tindakan tertentu seperti membatasi kehadiran maksimal 10 anggota keluarga dan jarak sosial juga diterapkan.

Palestina, Tunisia, Yordania dan Mesir

Di Palestina, Kementerian Kesehatan telah membentuk sub-divisi untuk menangani kematian akibat Covid-19 pada awal pandemi dan menetapkan bahwa jenazah yang diduga atau dikonfirmasi sebagai pasien virus korona harus dibawa ke kamar mayat sesegera mungkin dan langsung diantar ke lokasi pemakaman.

Keluarga dilarang keras menyentuh atau mencium tubuh. Satu orang keluarga yang memiliki perlengkapan yang memadai akan dipanggil untuk mengidentifikasi korban dari jarak satu meter.

Jenazah harus dipersiapkan oleh staf tertentu dengan peralatan pelindung diri yang sesuai dan mayat harus ditutup oleh tiga lapisan dengan kain katun putih, kantong tubuh bilayer dan kemudian diseka dengan desinfektan.

Upacara keagamaan bagi jenazah harus dilakukan di bawah pengawasan petugas kesehatan lingkungan. Kerabat dilarang membuka peti mati yang disegel dan petugas harus memastikan tindakan ini dipatuhi dengan ketat.

Doa pemakaman Islam harus dilakukan dengan kehadiran sedikit orang di ruang terbuka. Pemerintah juga melarang pertemuan karena belasungkawa yang biasanya memakan waktu tiga hari pada Maret.

Di Tunisia, protokol pertama menetapkan bahwa petugas kota menangani proses penguburan dan mensterilkan kuburan, tanpa melibatkan keluarga jenazah tapi mengizinkan dua atau tiga orang dari kerabat.

Sebuah protokol baru memungkinkan 10 orang dari kerabat untuk menghadiri pemakaman dan membatalkan penggunaan buldoser untuk menempatkan jenazah di kuburan.

Otoritas Akreditasi dan Penilaian Kesehatan Kementerian Kesehatan Dr. Muhammad bin Dhiab mengatakan protokol baru kementerian dilakukan untuk menghormati etika menangani jenazah.

Kementerian Kesehatan Yordania memutuskan untuk menguburkan jenazah pasien virus korona dengan cara tradisional, dengan menyerahkan tubuh mereka kepada keluarga mereka untuk dimakamkan dalam protokol keselamatan publik, tanpa perlu memindahkan mereka ke Pusat Nasional Kedokteran Forensik, menurut Kantor Berita resmi Petra.

Mesir juga mengikuti pedoman universal yang diterima secara luas untuk melakukan pemakaman, namun, sejumlah orang keberatan jika korban Covid-19 dimakamkan di pemakaman setempat.

Saat ini, negara telah mengeluarkan peraturan yang menghukum mereka yang menghalangi, mengganggu atau mencegah penguburan atau upacara penguburan lainnya dengan hukuman penjara atau denda.

Baca Juga

Pakistan, Afghanistan, India dan Bangladesh

Pakistan mempertahankan protokol penguburan peti mati tertutup sesuai dengan pedoman WHO, di mana hanya empat anggota keluarga yang diizinkan hadir hingga Juni. Tetapi secara bertahap, pembatasan telah dilonggarkan. Saat ini, tidak ada batasan yang tegas meski pemerintah tetap menuntut sedikit kehadiran.

Di Afghanistan, meskipun ada klaim dari pejabat kesehatan yang mengatakan mereka memastikan penguburan korban Covid-19 dilakukan sesuai dengan pedoman WHO, sebagian besar keluarga terus menguburkan jenazah orang yang mereka cintai dengan cara tradisional tanpa menginformasikan otoritas.

Sementara itu, di Bangladesh, korban Covid-19 dimakamkan tidak berbeda dengan kematian non-virus. Namun, pemerintah menyarankan protokol kebersihan yang ketat sebelum penguburan.

Berbicara kepada Anadolu Agency, Dr. A.S.M. Alamgir, pejabat ilmiah utama Direktorat Jenderal Layanan Kesehatan pemerintah, mengatakan mayat setelah penguburan tidak berbahaya atau berisiko.

“Tapi kami telah mengarahkan secara ketat pejabat terkait untuk memastikan arahan kesehatan selama memandikan jenazah,” kata Alamgir.

Dia menambahkan bahwa mereka yang akan memandikan jenazah harus menggunakan alat pelindung diri dan tetap waspada sehingga air tidak menyebar di tempat terbuka.

“Orang-orang sudah terbiasa menangani Covid-19. Seorang pasien korona meninggal di sini beberapa hari yang lalu, sejumlah besar orang mengikuti sholat jenazah, dan dia dimakamkan secara normal," kata Mohiuddin, penduduk Distrik Barguna, Bangladesh, kepada Anadolu Agency.

Menurut protokol India, ketika pasien virus korona meninggal, mereka diangkut langsung ke kuburan di bawah pengawasan resmi yang ketat dengan kehadiran anggota keluarga yang sangat sedikit. Pedoman Kementerian Kesehatan mencatat bahwa memandikan, mencium dan memeluk jenazah dilarang.

Protokol kremasi hampir sama dengan penguburan. Pihak berwenang mengizinkan anggota keluarga mengambil abu untuk melakukan ritual terakhir.

Pada Juli, sebuah video dibagikan di media sosial di Karnataka selatan, di mana petugas kesehatan terlihat mengubur mayat korban Covid-19 dengan tidak hormat di dalam lubang. Video tersebut memicu kemarahan di media sosial dan para pekerja kemudian diskors.

Beberapa kasus kesalahan penanganan korban Covid-19 lainnya juga terjadi di berbagai tempat di India, mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap petugas kesehatan yang sembrono.

 
Berita Terpopuler