Uni Eropa Dukung Prancis Lawan ‘Ekstremis’ Islam, Ironis?

Uni Eropa menyebut dukungan ke Prancis untuk melawan radikalis Islam

EPA/Patrick Seeger
Uni Eropa menyebut dukungan ke Prancis untuk melawan radikalis Islam Bendera Uni Eropa.
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Ali Abunimah, salah satu pendiri The Electronic Intifada dan penulis The Battle for Justice in Palestine, menulis sebuah artikel berjudul 'UE Mendukung Perang Prancis Melawan Islam'.

Baca Juga

Dalam tulisannya Abunimah menyorot komentar Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell yang mengatakan, "Kita harus memerangi terorisme Islam bersama-sama."

Borrell juga menulis bahwa 'gelombang terorisme' ini telah menargetkan fondasi masyarakat sekuler dan demokratis yang mayoritas diterapkan negara-negara Eropa. “Kami harus mengidentifikasi dengan tepat jenis terorisme yang kami hadapi,” tambah Borrell.

Abunimah juga melampirkan beberapa alasan Borrell yang menurutnya berbelit-belit. Borrell mengatakan, alasannya memberikan label 'terorisme Islam' adalah karena para pelaku dan pendukungnya mengaku melakukan aksi teror tersebut atas nama Islam. Tetapi kita harus menghindari untuk mengidentifikasi terorisme ini dengan Islam, ujarnya menambahkan.

"Terorisme ini hanya mengacu pada ekstremisme beberapa orang, mencari pembenaran palsu atas kebodohan mereka di salah satu agama besar di dunia," ujarnya.

"Perlu dicatat bahwa meskipun Uni Eropa bersikeras memberi label tindakan kekerasan yang dilakukan Muslim sebagai "Islamis", Uni Eropa menolak untuk mengidentifikasi korban terorisme sebagai Muslim ketika mereka menjadi sasaran agama mereka," tulis Abunimah yang ditayangkan di Electronic in Tifada, Jumat (6/11).

Dia mengilas balik kejadian pembantaian pada Maret 2019 di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, oleh seorang supremasi kulit putih Australia, Federica Mogherini, pendahulu Borrell sebagai kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, bahkan tidak menyebutkan bahwa para korbannya adalah Muslim yang berkumpul untuk sholat di masjid.

"Kelalaian yang mengejutkan ini, yang umum dalam pernyataan banyak pemimpin Eropa,  kontras dengan bagaimana Uni Eropa dengan rajin menyebut agama para korban ketika mereka beragama Kristen atau Yahudi," ujarnya.

"Jadi seberapa baik Uni Eropa memenuhi itu? Tidaklah mengherankan jika kemunafikan yang paling jelas terlihat dalam pendekatan Uni Eropa terhadap Israel," ujar Abunimah menambahkan.

Tentara Israel dan pemukim bersenjata secara teratur melakukan kekerasan skala besar terhadap orang Palestina atas nama "orang Yahudi" dan dalam mengejar apa yang ditafsirkan Israel sebagai nilai-nilai Yahudi. Israel bahkan membenarkan penjajahannya yang kejam atas tanah Palestina yang diduduki dengan istilah agama secara khusus.

Tahun lalu, duta besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa Tuhan memberikan "Tanah Israel", termasuk seluruh Palestina yang bersejarah, kepada orang Yahudi. Dia bahkan mengangkat salinan Alkitab dan menyatakan, "Ini adalah perbuatan kami untuk tanah kami."

Israel telah mengabadikan teologi Yahudi ini dalam hukum konstitusionalnya yang berisi, "Israel adalah negara-bangsa dari orang-orang Yahudi, yang di dalamnya ia memenuhi hak alamiah, agama, dan historisnya untuk menentukan nasib sendiri."

Seorang pejabat tinggi Israel bahkan mengklaim bahwa Benjamin Netanyahu bukan hanya perdana menteri Israel, melainkan "pemimpin orang-orang Yahudi" di seluruh dunia, atau semacam paus Yahudi. Tetapi saya tidak dapat menemukan catatan Uni Eropa yang mengutuk kejahatan Israel yang tak henti-hentinya sebagai "kejahatan Yahudi" atau, katakanlah, "terorisme Yudais", tulis Abunimah.

 

Uni Eropa juga bersikeras untuk menyamakan Israel dengan Yahudi dan Yudaisme. Hal ini tampak jelas dalam pendekatannya untuk memerangi anti-Semitisme dan dalam dukungan terbuka terhadap klaim Israel sebagai "negara Yahudi".

Orang Palestina, sebaliknya, selalu menolak untuk menyamakan Israel dengan orang Yahudi, atau meminta pertanggungjawaban orang Yahudi secara kolektif atas tindakan Israel.

Bahkan organisasi politik dan perlawanan Palestina Hamas menegaskan dalam piagamnya yang diperbarui pada tahun 2017 bahwa mereka "tidak melakukan perjuangan melawan orang Yahudi karena mereka adalah orang Yahudi tetapi mengobarkan perjuangan melawan Zionis yang menduduki Palestina."

"Zionislah yang terus-menerus mengidentifikasi Yudaisme dan Yahudi dengan proyek kolonial mereka sendiri dan entitas ilegal," kata Hamas yang dikutip Abunimah.

"Desakan anti-Muslim Borrell pada istilah "terorisme Islam" dirasa gagal untuk menggambarkan kekerasan yang diilhami oleh agama yang dilakukan oleh orang Yahudi," kata Abunimah menambahkan.

Dikala seluruh dunia memboikot barang-barang Prancis atas komentar para pemimpin Prancis tentang Islam, serta "pidato kebencian" tentang "situasi Muslim di Eropa." Borrell justru dengan gigih membela para pemimpin Prancis dari "kampanye media sosial manipulatif" dan menegaskan bahwa UE "melindungi kebebasan setiap orang untuk percaya dan mempraktikkan agama."

"Penolakan terhadap kenyataan bahwa Muslim di seluruh Eropa menghadapi kebencian dan diskriminasi yang terus-menerus dibantah oleh penelitian dari Badan Hak Fundamental Uni Eropa sendiri," ujar Abunimah.

Ilustrasi Islamofobia - (Foto : MgRol_93)

Menurut survei FRA 2017, hampir satu dari tiga wanita Muslim di Eropa yang terkadang mengenakan “pakaian tradisional atau keagamaan” mengalami pelecehan di depan umum selama 12 bulan sebelumnya.

Penelitian lain di situs FRA adalah penelitian 2017 yang disponsori  Bertelsmann Foundation Jerman. Ditemukan bahwa di seluruh Eropa, penolakan terhadap tetangga Muslim tersebar luas.

"Penolakan Muslim sangat kuat di Austria," dan di Jerman, 19 persen responden non-Muslim tidak akan menyambut tetangga Muslim," sambungnya.

Secara keseluruhan, studi tersebut menemukan bahwa Muslim termasuk imigran dari negara-negara Muslim yang datang ke Eropa selama beberapa tahun terakhir adalah kelompok sosial yang paling ditolak. Ironisnya, menurut studi Bertelsmann, Prancis adalah negara yang paling tidak toleran.

"Mungkin karena warga Prancis tidak cukup membenci Muslim di mata para pemimpin Prancis sehingga Presiden Emmanuel Macron dan pemerintahnya telah melancarkan perang budaya habis-habisan terhadap Muslim," ujarnya.

Ini berkisar dari desakan untuk terus menerus merendahkan kepercayaan Muslim atas nama 'kebebasan berbicara', hingga memperkenalkan undang-undang baru yang menentang “separatisme” yang menargetkan Muslim. Pemerintah Macron juga terus mengawasi bahkan membubarkan kelompok atau organisasi Muslim.

Macron bahkan bergerak untuk menutup CCIF, sebuah kelompok hak sipil yang fokus menangani Islamofobia. Menteri Dalam Negeri Prancis Gérald Darmanin telah menyatakan CCIF sebagai "musuh republik."

"Pemeriksaan jujur atas hasil perang dan intervensi Eropa jauh lebih sulit daripada menyalahkan, seperti yang dilakukan Borrell, karena adanya benturan antara peradaban dan barbarisme," pungkas Abunimah.

Sumber: https://electronicintifada.net/blogs/ali-abunimah/eu-backs-frances-war-islam 

 
Berita Terpopuler