Penyangkal Holocaust di Prancis Dipidana, Penista Nabi Tidak

Yang dibutuhkan umat Islam di Prancis adalah keadilan

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah produk Prancis yang diboikot di salah satu minimarket di Jakarta, Selasa (3/11). Aksi boikot berbagai macam produk Prancis tersebut sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina umat Islam dan Nabi Muhammad SAW.Republika/Putra M. Akbar
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah hampir enam tahun sejak serangan tragis Charlie Hebdo, tetapi Prancis masih berjuang untuk menciptakan kebebasan berbicara yang dapat mempersatukan dan menghormati semua warganya.

Baca Juga

Daripada menjadi kaki tangan kefanatikan pseudo-intelektual Galia yang sombong, Presiden Macron harusnya memimpin bangsanya dalam memberikan perlindungan yang sama kepada umat Islam seperti ke komunitas lain. 

Tindakan lain apa pun akan terus melemahkan masyarakat Prancis, dan merongrong 'nilai-nilai Republikan' yang dianggap begitu sakral oleh bangsa itu. Belum lagi boikot ekonomi global yang meningkat terhadap Prancis di dunia Muslim. 

Kritik budaya menurut sebagian orang adalah rasisme bagi orang lain. Terlalu sering, Muslim menerima kebencian rasial dan agama yang disebarkan di bawah kedok sindiran atau kebebasan berbicara. Hal ini dikemukakan Perdana Menteri Imran Khan di Sidang Umum PBB tahun lalu dalam pidatonya selama 50 menit.

Mereka yang benar-benar berkomitmen pada kebebasan berbicara harus ingat bahwa kebebasan berbicara disertai dengan kondisi untuk memastikan kelangsungan hidupnya.

Pasal 10 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (HAM) menjamin kebebasan berekspresi, tetapi hak ini selalu memenuhi syarat, bukan hak yang tidak terkekang dalam hukum. Di Prancis, seperti di banyak negara Eropa lainnya, pernyataan terlarang terhadap minoritas adalah pelanggaran pidana.

Meskipun di atas kertas, masyarakat Eropa dan mayoritas Muslim memiliki versi kebebasan berbicara yang sangat berbeda, kenyataannya adalah batasan dan perlindungan dalam kedua kasus tersebut sangat mirip. Meskipun apa yang sebenarnya dibatasi dan siapa yang sebenarnya dilindungi mungkin berbeda.  

Yang dibutuhkan Muslim bukanlah batasan baru atas kebebasan berbicara di Eropa, budaya Muslim berkomitmen terhadap kebebasan berekspresi seperti halnya budaya Eropa.  

Apa yang Muslim benar-benar butuhkan adalah agar elite politik dan intelektual Eropa memahami bahwa perlindungan dan pengamanan yang ada untuk memastikan kelangsungan kebebasan berekspresi berlaku untuk hal-hal yang dianggap paling sakral dan provokatif oleh Muslim.  

Pengamanan itu banyak jika diterapkan secara adil pada isu-isu Muslim. Pertama, hasutan untuk melakukan kekerasan. Menargetkan dan memprovokasi komunitas yang sudah terpinggirkan (secara ekonomi dan budaya) dan dimanipulas ekstremis dari berbagai garis, kemungkinan besar secara tidak langsung mengarah pada kekerasan. Kekerasan itu mungkin terhadap komunitas itu atau oleh komunitas itu.  

Kedua, kekerasan tidak hanya bersifat fisik. Prancis telah memiliki undang-undang pidana terhadap kekerasan psikologis selama satu dekade, dengan hukuman maksimal tiga tahun penjara. Undang-undang ini paling sering diterapkan pada kasus kekerasan dalam rumah tangga tetapi mungkin sama relevannya dengan politik domestik.  

Ketiga, sudah ada pengecualian khusus di beberapa negara Eropa untuk kebebasan berekspresi terkait dengan sensitivitas agama. Austria memiliki undang-undang yang melarang menghina doktrin agama, yang dasarnya adalah menghina suatu agama berarti merusak salah satu prinsip masyarakat sipil dan membahayakan hidup berdampingan secara damai, yakni sesuatu yang menjadi hak kita semua.   

Saya tahu pikiran sekuler Eropa mungkin bergumul dengan ini. Jika para pemimpin agama hanyalah tokoh sejarah, tentunya mereka harus mengalami analisis sejarah yang sama seperti rekan-rekan mereka di bidang politik atau bidang lainnya? Secara kebetulan, ini adalah pembelaan yang tepat digunakan oleh beberapa orang yang dinyatakan bersalah melanggar hukum Austria yang dirujuk sebelumnya.  

Bahkan jika kita melihat agama melalui lensa sejarah murni dan mengabaikan bahwa Nabi Muhammad bagi umat Islam jauh lebih berarti daripada Napoleon bagi orang Prancis atau Winston Churchill bagi Inggris (atau bahkan Yesus bagi banyak orang Kristen). Sudah ada perlindungan terhadap pelaporan sejarah yang salah yang kemungkinan besar akan membahayakan komunitas atau kepercayaan.  

Penyangkalan Holocaust adalah ilegal di enam belas negara Eropa. Ini termasuk Prancis, yang mengesahkan Hukum Gayssot pada  1990.  

Saya belum pernah melihat profesor sejarah berbaris di sepanjang Champs Elysee untuk memprotes undang-undang ini. Saya tidak mengetahui guru sejarah yang memberi tahu murid-muridnya bahwa 5,9 juta orang Yahudi tewas dalam Holocaust hanya untuk menjelaskan tentang kebebasan berbicara.  

Dan memang demikian. Penyangkal Holocaust tidak didorong oleh penyelidikan sejarah; mereka anti-Semit menggunakan sejarah sebagai kedok kebencian terhadap Yahudi. 

Monumen Holocaust di Berlin - (Irfan Junaidi/www.republika.co.id)

Sama halnya dengan kartun Nabi Muhammad, kita umumnya tidak berbicara tentang figur tongkat yang netral atau cat air yang terkenal. Kartun kontroversial Charlie Hebdo mengabadikan karikatur terburuk (dan salah) dari Nabi kita. Lebih lanjut, miliaran Muslim yang percaya dan mencintai Nabi, dalam imajinasi digambarkan sebagai orang yang sama buruknya.  

Representasi Nabi ini bukanlah satire, seni, atau kebebasan berbicara. Dehumanisasinya sangat mirip dengan fitnah darah yang telah digunakan oleh anti-Semit selama berabad-abad. 

Permintaan Muslim kepada para pemimpin Eropa sederhana. Terapkan hukum kalian dengan adil, dan beri kami perlindungan yang sama seperti yang kalian berikan kepada orang lain, seperti komunitas Yahudi, dari penyalahgunaan kebebasan berbicara. 

Untuk komunitas tertentu itu, garis merah dan garis di mana beberapa orang berusaha untuk memecah masyarakat kita melalui penghinaan dan provokasi adalah penderitaan historis mereka yang tak tertandingi. 

Garis merah kami adalah apa yang paling kami sukai dan hargai. Nyatanya, tidak ada satu kata pun dalam bahasa Inggris yang dapat menangkap keterikatan dan kesetiaan yang tak terlukiskan yang kita rasakan terhadap Nabi kita yang mulia, damai dan berkah besertanya.  

Artikel ini ditulis oleh Asisten Khusus Perdana Menteri di Kementerian Luar Negeri Pakistan dan HRD Courtesy Euornews. Dipublikasikan International The News pada Selasa (3/11).

 

Sumber: https://www.thenews.com.pk/print/738334-macron-must-give-muslims-same-free-speech-protections-as-other-communities

 
Berita Terpopuler