Inggris Percepat Tinjauan Vaksin Covid-19 Astra Zeneca

Vaksin Covid-19 AstraZeneca sedang dikembangkan bersama dengan Universitas Oxford.

EPA-EFE/DAN HIMBRECHTS AUSTRALIA AND NEW ZEA
AstraZeneca merupakan salah satu perusahaan yang sedang mengembangkan vaksin Covid-19 di dunia. Indonesia disebut mempertimbangkan pembelian vaksin dari AstraZeneca.
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Produsen obat Inggris, AstraZeneca Plc mengatakan pada Ahad (1/11) bahwa regulator kesehatan Inggris telah memulai peninjauan yang dipercepat dari potensi vaksin virus corona. Dalam tinjauan bergulir, regulator dapat melihat data klinis secara real time dan berdialog dengan pembuat obat tentang proses pembuatan dan uji coba untuk mempercepat proses persetujuan.

Baca Juga

Pendekatan ini dirancang untuk mempercepat evaluasi obat atau vaksin yang menjanjikan selama keadaan darurat kesehatan masyarakat. "Kami mengonfirmasi tinjauan bergulir MHRA (Badan Pengatur Produk Obat dan Kesehatan) tentang potensi vaksin Covid-19 kami," kata juru bicara AstraZeneca.

Regulator dapat melihat data klinis secara real time dan berdialog dengan pembuat obat tentang proses pembuatan dan uji coba untuk mempercepat proses persetujuan.

Vaksin Covid-19 AstraZeneca sedang dikembangkan bersama dengan Universitas Oxford. Bloomberg melaporkan pada Jumat (30/10) bahwa MHRA juga telah memulai peninjauan yang dipercepat untuk kandidat vaksin Covid-19 dari Pfizer Inc.

AstraZeneca dan Pfizer adalah di antara yang terdepan dalam perlombaan untuk mengembangkan vaksin untuk virus corona. Produsen obat lainnya termasuk Johnson & Johnson dan Moderna Inc. Kandidat vaksin mereka sedang dalam uji coba tahap akhir, data sementara diharapkan dalam beberapa minggu mendatang.

Pembuat obat Inggris itu mengatakan pada  Senin vaksin eksperimental Covid-19 menghasilkan respons kekebalan pada orang dewasa tua dan muda. Vaksin itu juga memicu respons merugikan yang lebih rendah di antara orang tua.

Virus corona telah menewaskan lebih dari 1,19 juta orang di seluruh dunia, merusak ekonomi dunia, dan menjungkirbalikkan kehidupan normal miliaran orang.

 
Berita Terpopuler