3 Kategori Jiwa Manusia, Salah Satunya Condong Kesenangan

Terdapat tiga kategori jiwa manusia dengan kondis berbeda-beda.

REPUBLIKA
Terdapat tiga kategori jiwa manusia dengan kondis berbeda-beda. Dzikir (Ilustrasi)
Rep: Hasanul Rizqa Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Gagasan Said Hawwa tentang keteguhan jiwa (nafs) dapat dikatakan lebih dikenal luas. Karyanya, Tarbiyatuna ar-Ruhiyah, mengeksplorasi lebih jauh pemikiran Imam Ghazali tentang jiwa.  

Baca Juga

Menurut dia, jiwa manusia dapat dibagi dalam tiga keadaan, yakni annafs al-muthma'innah, an-nafs al-lawwamah, dan an-nafs la'ammarat bissu'. Penjelasan keadaan pertama dapat merujuk pada Alquran surat al-Fajr ayat 27-30. 

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي 

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku Masuklah ke dalam surga-Ku."  

Jiwa yang tenang (an-nafs al-muthma'innah) bertujuan pada ridha Allah SWT melalui keikutsertaannya pada golongan kebaikan. Bila menjauh dari golongan ini, (jiwa) seseorang akan merasa resah.  

Sementara itu, keadaan yang kedua yakni jiwa yang amat menyesali diri sendiri (an-nafs al-lawwamah)—seperti diilustrasikan dalam surat al-Qiyamah ayat 2.

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ "Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)."

Munculnya keadaan ini yakni ketika seseorang rentan terhadap hawa nafsu sehingga lalai dari perintah Tuhan nya.

Jiwa yang demikian akan terperosok ke keadaan ketiga, yakni annafs la'ammarat bissu' (nafsu yang selalu menyuruh pada kejahatan), se perti disinggung dalam surah Yusuf ayat 53:

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Mahapengampun lagi Mahapenyanyang."

Surat ini menuturkan keadaan Nabi Yusuf AS yang terbebas dari fitnah di lingkungan Istana Mesir.

Putra Nabi Ya'qub AS itu terbukti tidak bersalah. Yang terjadi justru sebaliknya, istri penguasalah yang menggoda Nabi Yusuf AS. Bagaiamanapun, seperti dijelaskan dalam tafsir ayat tersebut, Nabi Yusuf AS tidak mengklaim diri suci.

Sebab, secara naluri jiwa manusia selalu condong kepada kesenangan, yakni menganggap indah keburukan dan kejahatan. Hanya jiwa yang dijaga atau diberi rahmat oleh Allah SWT (maa rahima rabbii) akan dihindarkan dari kejelekan.

 
Berita Terpopuler