Kenabian Isa AS dalam Pandangan Ulama Islam Abad ke-4 H

Al-Syahrastani ulama abad ke-4 Hijriyah berbicara soal kenabian Isa AS.

news.yourolivebranch.org
Al-Syahrastani ulama abad ke-4 Hijriyah berbicara soal kenabian Isa AS. Islam-Yahudi/ilustrasi
Rep: Yusuf A Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Studi perbandingan agama ternyata juga sudah muncul di dunia keilmuan Islam. Sebuah karya besar lahir dari pemikiran Abu al-Fatih Muhammad Abdul Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahras tani yang berjudul Al-Milal wa al- Nihal, tokoh kelahiran abad ke-4 Hijriyah.  

Baca Juga

Buku ini menjelaskan tentang sekte dan kredo agama. Para sejarawan kontemporer menyampaikan pujian dan mengkaji karya tersebut. Mereka menyatakan, buku yang disusun al-Syahrastani itu merupakan sumber klasik paling penting yang mengupas perkembangan aliran, golongan, maupun sekte keagamaan dalam Islam.

Menurut pandangan al-Syahrastani, munculnya aliran atau golongan dalam Islam sulit dihindari. Pemicu utamanya adalah perbedaan pandangan di kalang an umat Islam. Khususnya, terkait praktik, tafsir, hingga konsep keagamaan yang sulit dicarikan titik temunya.

Cendekiawan yang pernah menetap di Baghdad, Irak ini juga memaparkan tentang doktrin dan sejarah dari sejumlah aliran. Ia mengupas tentang Mu’tazilah, Jabariyah, Shifathiyyah, Khawarij, Murjiah, dan Syiah, lengkap dengan sub alirannya. 

Melalui Al-Milal, al-Syahrastani memunculkan studi tentang agama-agama lainnya di dunia. Kitab ini merekam pula peta pertarungan pemikiran yang berlangsung pada masa itu. Al-Syahrastani mengawali bukunya dengan lontaran kekhawatiran.

Ia mengungkapkan, pengaruh Yunani dan Nasrani ketika itu mulai merangsek masuk ke ranah pemikiran Islam. Philip K Hitti dalam History of the Arabs memperkuat pandangan al-Syahrastani itu. Menurut dia, gagasan dan pemikiran filsafat Yunani dan Nasrani memberi pengaruh cukup penting.

Hitti menyatakan, filsuf bernama St John adalah yang pertama kali mengenalkan tradisi agama Nasrani serta pemikiran Yunani. Sosok asal Damaskus, Suriah ini dalam tulisannya memuat dialog Nasrani-Islam tentang ketuhanan Nabi Isa. Di samping itu, ia melontarkan gagasan mengenai kebebasan kehendak manusia.

Pada perkembangan berikutnya, karya itu dijadikan panduan bagi kalangan Nasrani dalam berargumen dengan umat Islam. Berbekal pengetahuannya yang mendalam tentang Islam, ia mampu menjawab setiap serangan pemikiran yang ditujukan pada Islam dengan cerdas. Bukan hanya yang berasal dari kaum Nasrani, tetapi juga Yahudi. 

Perbandingan agama Langkah itu dapat ia tempuh dengan mudah karena ia berbekal pula pengetahuan yang mendalam tentang agama-agama. Ia menyajikan sudut pandang doktrin dari agama di luar Islam secara menyeluruh. Faktor tersebut pula lantas mendasari argumenargumen teologis al-Syahrastani.

 

Tak heran bila ia berhasil membangun diskursus perbandingan agama secara objektif dan tetap bersandar pada kaidah Islam. Pada bagian lain dalam bukunya yang membahas kaum Nasrani, ia memilahnya ke dalam dua bagian. Pertama, terkait Isa al-Masih. Dan, yang kedua tentang Paulus.

Al-Syahrastani menuturkan, terdapat silang pendapat di antara murid-murid Isa terhadap penyatuan unsur Tuhan dan manusia yang me lingkupi pribadi al-Masih. Sebagian murid percaya ruh Tuhan bisa menjelma dalam bentuk sosok manusia.

Namun, sebagian lagi menganggap sulit mencampurkan kedua unsur itu. Mengenai hal itu, al-Syahrastani mengemukakan bahwa al-Masih adalah utusan Allah SWT. Selama menyampaikan wahyu Ilahi, ia dikarunia mukjizat, seperti halnya nabi-nabi terdahulu.  

Ia menyinggung tentang kenaikan al-Masih ke langit setelah terjadinya penyaliban. Namun, berdasarkan ayat Alquran, yang terbunuh di tiang salib adalah sosok manusia dan bukan unsur ketuhanan. Ia mempunyai catatan Paulus yang ia anggap telah mengubah ajaran murni al-Masih. Yaitu, dengan mencampur adukkan ucapan al-Masih dengan pendapat para filsuf.  

Paulus pula yang meletakkan doktrin Nasrani yang diturunkan kepada empat muridnya, antara lain Lukas, Matius, Yohanes, dan Markus. Al- Syahrastani pun menuliskan pandangannya menyangkut kaum Yahudi. Ajaran Yahudi bersumber dari Kitab Taurat yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa.

Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali peristiwa penyimpangan dari kaum Yahudi terhadap wahyu Allah. Secara menyeluruh, al-Syahrastani mengkaji aspek teologis Yahudi. Dalam kepercayaan mereka, ajaran yang dibawa Musa telah mencapai kesempurnaan dan tidak mungkin diubah. 

Namun, dia menilai, kaum Yahudi, juga Nasrani, tidak pernah mengakui kerasulan Muhammad, padahal kedatangan Rasul terakhir itu sudah tertera dalam Taurat maupun Injil. Para sejarawan mengagumi wawasan tentang agamaagama dari al-Syahrastani yang demikian luas.

 

Ia juga sanggup menuangkan pemikirannya mengenai argumen maupun teks teologis yang sangat rumit dan kompleks dalam bahasa yang mudah dicerna. Al-Syahrastani menegaskan, dirinya tetap berada dalam kapasitas yang bisa diterima segenap kalangan. Apa yang tertera dalam karyanya dikatakan jauh dari rasa kebencian atau fanatisme.

 
Berita Terpopuler