Cara Nabi Muhammad SAW Menghadapi Kritik

Nabi Muhammad SAW menghadapi kritik dengan rendah hati.

MGROL100
Cara Nabi Muhammad SAW Menghadapi Kritik. Ilustrasi Nabi Muhammad SAW
Rep: Puti Almas Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kritik mungkin menjadi hal yang sulit untuk dihadapi oleh setiap orang. Bahkan, tak terkecuali mereka yang memiliki sıfat rendah hati, terutama jika kritik terdengar tidak bijaksana. 

Baca Juga

Nabi Muhammad SAW menjadi teladan umat Islam dalam kemampuannya untuk menghadapi kritik dengan rendah hati. Hal ini pada akhirnya memberikan hasil yang positif.

Dilansir di About Islam, terdapat kisah suatu hari seorang rabi Yahudi, Zaid ibn Sun’ah datang menuntut pembayaran utang dari Nabi Muhammad SAW. Ia dengan kasar menarik jubah Rasulullah dari bahunya dan berkata kasar.

“Kamu, putra Abdul-Muthalib, membuang-buang waktu,” ujar Zaid saat itu. 

Umar ibn Al-Khattab, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang melihat kejadian ini marah. Ia kemudian mengatakan tidak seharusnya Zaid berkata seperti itu. 

“Wahai musuh Allah SWT, apakah kamu berbicara dengan Rasulullah dan berperilaku seperti itu padanya? Jika bukan karena takut kehilangan surga, aku akan memenggalmu dengan pedangku!” kata Al-Khattab. 

Namun, Nabi Muhammad SAW mengatakan Al-Khattab tidak perlu demikian. Ia tersenyum dan mengatakan Zaid berhak atas perlakuan yang lebih baik, bahkan  seharusnya menasihati dirinya untuk segera melunasi pinjaman, termasuk membayar dalam jumlah lebih sebagai bentuk kompensasi atas sikap mengancam sahabatnya. 

Dalam kejadian ini, Nabi Muhammad tidak menunjukkan sikap defensif. Bahkan, ia tidak akan pernah marah demi dirinya sendiri, melainkan hanya akan menjadi marah demi Allah SWT jika salah satu batasan telah dilanggar.

 

 

Menurut Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW, beliau tidak pernah membalas dendam untuk dirinya sendiri kecuali karena kehormatan Allah SWT dilanggar. Kemudian, ia akan membalas dendam demi Allah SWT.

Dengan tidak membiarkan masalah menjadi pribadi, dia mampu mengevaluasi kritik secara rasional dan menegaskan tanggung jawabnya untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang tepat. Meskipun tidak terlambat membayar kembali utangnya, reaksinya tidak hanya menyelesaikan masalah, tetapi juga mencapai hasil yang tidak akan pernah tercapai, jika dia bereaksi defensif.

Dalam kejadian lain, Nabi Muhammad SAW pernah membagikan barang jarahan usai perang kepada orang-orang. Orang pertama menerima barang rampasan dan yang mendapat bagian paling banyak adalah orang-orang yang baru saja memeluk Islam.

Segera setelah memberikan mualaf, Nabi Muhammad SAW memerintahkan Zaid ibn Thabit mengambil barang rampasan dan memanggil orang-orang. Kemudian, ia menunjuk bagian yang akan diberikan kepada rakyat.

Distribusi ini dilakukan sesuai dengan kebijakan yang bijaksana. Namun, tidak semua orang menyadari dan menghargainya. 

Beberapa orang di Madinah mulai keberatan dengan pembagian yang mereka berikan. Pengaduan terjadi berupa tuduhan hingga Saad ibn Ubadah mendatangi Nabi Muhammad SAW.

“Ya Rasulullah, kelompok Ansar (orang Madinah) ini kesal dengan pembagian barang rampasan. Anda telah membagikan bagian kepada sanak saudara Anda sendiri dan memberikan banyak hadiah kepada suku-suku Arab, meninggalkan Ansar tanpa apa-apa. Ya Rasulullah, Anda tahu aku hanyalah anggota dari kelompok,” kata Saad saat itu.

 

 

Nabi Muhammad SAW kemudian berkata kepadanya, “Bawa orang-orangmu kepadaku.”

Pada titik ini, orang mungkin berharap Nabi mencela mereka karena telah meragukan keadilannya dalam membagikan barang rampasan atau menghukum mereka karena asumsi buruk mereka tentangnya. Sebaliknya, ketika orang-orang telah berkumpul, Nabi Muhammad SAW menghadap mereka dan bersyukur serta memuji Allah SWT. 

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Demi Allah, saya akan bersaksi tentang kebenaran jawaban Anda jika Anda menjawab: 'Anda datang kepada kami dengan mengingkari dan menolak dan kami menerima Anda; Anda datang kepada kami dalam keadaan tidak berdaya dan kami membantu Anda; buronan, dan kami menerima Anda; miskin dan kami menghiburmu. 

Wahai orang-orang Al-Ansar, apakah Anda merasa berkeinginan untuk hal-hal dunia ini yang saya upayakan untuk mengarahkan orang-orang ini kepada iman yang telah Anda tegakkan? Apakah kamu tidak puas, hai orang-orang Al-Ansar bahwa orang-orang akan pergi dengan domba dan unta, sementara kamu akan kembali bersama Rasulullah ke tempat tinggalmu?

Ya Allah! Kasihanilah orang-orang Al-Ansar, anak-anak mereka, dan anak-anak dari anak-anak mereka.”

Orang-orang menangis sampai air mata mengalir saat mereka berkata, “Ya, kami puas, ya Nabi Allah dengan banyak dan berbagi kami!”

Sebagai seorang Nabi, Muhammad SAW tidak berutang penjelasan kepada siapa pun, namun, pandangan ke depan dan belas kasihnya membimbing caranya menangani situasi tersebut. Daripada menghukum mereka karena meragukan keadilannya dalam membagikan barang rampasan, ia menyadari kebutuhan manusia untuk memahami alasan di balik tindakannya.

Nabi Muhammad SAW juga memahami penyebab sebenarnya dari kemarahan mereka, yaitu perasaan penolakan. Meskipun di permukaan tampak alasan kritik mereka adalah ketidaksetaraan dalam pembagian harta rampasan, beliau mengambil yang terbaik dari para sahabatnya dan menyadari mereka membutuhkan kepastian cinta dan perhatiannya kepada mereka, dan bukan karena mereka benar-benar percaya dia tidak adil.

Umat Muslim saat ini dapat mengambil manfaat dari teladan Nabi dalam caranya menangani kritik. Sikapnya mengajari kita untuk selalu menganggap yang terbaik, rendah hati dalam segala situasi, dan hanya menjadi marah karena Allah SWT.

https://aboutislam.net/reading-islam/about-muhammad/prophet-muhammad-handled-criticism/

 

 
Berita Terpopuler