Hijrah Kontemporer: Momentum Mengubah Peradaban Dunia

Siapa pun yang meninggalkan sesuatu karena Allah, akan diganti dengan yang lebih baik

republika.co.id
Ilustrasi peristiwa hijrah.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Slamet Ibnu Syam, Lc. MA, Pimpinan Pesantren Ibnu Syam, Syu’bah Tahfizh al-Qur’an, Cilegon-Banten

Mungkin ada yang bertanya, mengapa tahun hijriah dimulai dengan bulan Muharram, padahal peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam terjadi pada bulan Rabiul Awwal. Jawabannya adalah, karena proses hijrah dimulai pada musim haji (bulan Dzulhijjah), saat Nabi membaiat kaum anshor dari Madinah.

Nah, bulan pertama setelah bulan Dzulhijjah adalah bulan Muharram, maka bulan Muharram menjadi bulan pertama pada tahun Hijriah. Demikianlah pendapat Imam Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab Fathul Baari. Sangatlah tepat, ketika Sayyiduna Umar bin Khattab menentukan penanggalan Islam dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi. Sebab, peristiwa hijrah merupakan peristiwa yang mengubah peradaban manusia.

Peristiwa yang mengubah umat Islam, dari umat yang tertindas, menjadi umat yang mulia dan berwibawa. Peristiwa yang mengubah dakwah Islam, dari dakwah yang lokal (antara penduduk di Mekkah) menjadi dakwah yang mendunia. Peristiwa yang mengubah kesyirikan menjadi ketauhidan.

Apa pelajaran penting dari peristiwa hijrah tersebut? Di antara pelajaran pentingnya adalah: “Siapa pun yang meninggalkan sesuatu karena Allah, ia akan diganti dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang ditinggalkannya.”

Nabi meninggalkan Mekkah karena diperintahkan Allah, padahal Mekkah adalah negeri yang paling beliau cintai (sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits), lalu Allah ganti dengan peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Mekkah), masuk ke Mekkah dalam keadaan menang dan menguasai. Bahkan bukan saja diganti dengan Fathu Makkah, namun diganti dengan penaklukan negeri-negeri di berbagai belahan dunia.

Demikian juga para sahabat Nabi yang meninggalkan harta kekayaannya karena ingin hijrah ke Madinah untuk mengikuti perintah Allah. Seperti sahabat yang bernama Shuhaib bin Sinan, maka Allah ganti kekayaannya dengan berlipat-lipat di dunia dan akhirat.

Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita dihadapkan pada peristiwa yang mengharuskan kita meninggalkan hal yang sangat kita cintai, demi memenuhi perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Maka jika itu terjadi, yakinlah, Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik dari yang kita tinggalkan.

Perintah hijrah telah usai, dengan terjadinya Fathu Makkah. Sebagaimana sabda Nabi: “Tidak ada hijrah lagi, setelah al-Fath”. Namun beliau juga menjelaskan, ada model Hijrah yang lain, yang tidak akan usai sampai hari kiamat, bahkan wajib dilaksanakan oleh kita sebagai umat Islam kontemporer. Yaitu hijrah atau meninggalkan dosa dan maksiat.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ibnu Hibban, dari Fudholah bin ‘Ubaid, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Orang yg berhijrah, adalah yang berhijrah dari kesalahan dan dosa”. Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dari Amr’ bin Abasah, beliau bertanya kepada baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam: Hijrah apa yang terbaik?, baginda yang mulia menjawab: “Ketika engkau hijrah/meninggalkan apa yang dibenci oleh Tuhanmu Azza wa Jalla”.

Hijrah dengan makna di atas, tidak akan pernah usai dan berhenti, sampai hari kiamat. Sebagaimana sabda baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam: “Hijrah tidaklah berhenti, sampai berhentinya taubat”. Maka hijrah kontemporer bagi kita adalah, hijrah dari tempat-tempat maksiat, atau apa pun yang berpotensi menimbulkan syahwat yang haram.

Hijrah kontemporer bagi kaum muslimah adalah hijrah meninggalkan pakaian-pakaian yg terbuka auratnya, atau tertutup tapi ketat. Hijrah kontemporer bagi para pemuda adalah meninggalkan berbagai aplikasi dan media sosial yang berpotensi mendatangkan murkanya Allah.

Hijrah kontemporer bagi pegawai dan pejabat negara, adalah meninggalkan praktek korupsi dan manipulasi. Hijrah kontemporer bagi pedagang dan pengusaha, adalah meninggalkan praktik memakan hak-hak orang lain, serta meninggalkan berbagai praktik riba.

Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban, bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Fudaik, mendatangi baginda Nabi dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada yang berkata bahwa siapapun yg tidak berhijrah, maka ia akan hancur/musnah. Lalu baginda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Fudaik, dirikanlah sholat dan tinggalkanlah keburukan, lalu tinggallah semaumu di tempat tinggal kaummu, kamu sudah termasuk orang yang berhijrah”.

Terakhir, mari kita renungkan perintah Allah, yang sangat singkat namun komprehensif: “w ar-rujza fahjur” (QS. Al-Muddatstsir: 5) yang maknanya, hendaklah engkau berhijrah/tinggalkan berbagai jenis keburukan (perkataan dan perbuatan). Semoga kita bisa! Aamiin.

 
Berita Terpopuler